Sriwijaya

0 0 0
                                    

Namanya memiliki arti kemenangan yang gilang-gemilang.

Pertemuan pertama keduanya sudah terjadi sangat lama. Saat itu Sriwijaya berada di masa kejayaannya, anak itu berdiri di tepi tebing sambil memperhatikan kerajaan di bawahnya. Sriwijaya masih mengingat dengan jelas bagaimana rambutnya yang ditiup angin tampak sangat lembut, samar-samar ia bisa mencium bau rempah-rempah.

Kemudian anak itu menoleh padanya dan tersenyum.

"Sriwijaya? Salam kenal, aku Nusantara."

Pria itu menutup matanya. Ah, betapa suara yang penuh rayuan, batinnya dalam hati. Ia tidak pernah melihat anak itu sebelumnya, tapi hatinya dipenuhi kerinduan yang menyesakkan saat melihat tatapannya.

Saat itu Sriwijaya belum mengerti, bertahun-tahun kemudian ia baru memahami bahwa perasaan yang saat itu membuat pernapasannya sesak adalah cinta. Semua orang yang berada di sekitar anak tersebut akan mencintainya, orang-orang akan selalu mencintainya.

"Siapa namamu?"

Sejak saat itu, Sriwijaya selalu diikuti oleh anak laki-laki yang tidak diketahui asal-usulnya.

Nama anak itu adalah Putra.

*

"Pilihlah," Sriwijaya melangkah masuk ke dalam sebuah ruangan, di belakangnya Putra mengekorinya. "Ada banyak harta di sini, ambillah manapun yang kau suka."

Putra mengedarkan pandangan, berbagai benda berharga dengan segala ukuran ada di hadapan. Bola matanya yang gelap bergulir menyapu isi ruangan.

"Bagaimana kalau kau pilihkan untukku?" tanya Putra memutuskan pada akhirnya.

"Kalung atau jimat mungkin cocok untukmu," Sriwijaya berkata sambil melihat-lihat tumpukan harta di sekitarnya. "tapi kalau kau minta pendapatku, kurasa kau harus mengambil ini."

Ia menyodorkan sebuah keris, saat Putra menyentuh keris tersebut ia melihat sosok pria di belakang Sriwijaya.

"Keris ini akan menjagamu."

*

Sriwijaya hidup untuk perang. Dia adalah panglima yang dihormati oleh prajurit dan rakyatnya. Dia berdiri di atas awan, semua manusia memandangnya dengan cinta. Dia berdiri di atas segalanya, semua manusia memandangnya dengan kerinduan. Tapi pria itu sendiri tidak merasakan apa-apa.

Sampai Putra tiba-tiba hadir.

Saat ia kembali dari perang, kelopak matanya membeliak sedikit ketika Putra menyambutnya dengan pelukan.

"Aku khawatir, meski aku tahu kau adalah kerajaan yang kuat, aku tetap takut."

Semua orang selalu mengaguminya, tapi tak berani mendekatinya. Semua orang selalu mencintainya, tapi tak berani mengungkapkannya.

Saat itu, Sriwijaya merasa Putra adalah sosok yang paling penting dalam hidupnya.

Ia selalu yakin ia adalah kerajaan yang besar dan berada di atas semuanya. Ia memiliki segala hal di dunia. Pakaiannya adalah pakaian yang dibuat oleh tangan terbaik, makanannya adalah makanan yang dibuat oleh tangan terbaik, kediamannya adalah kediaman yang dibuat oleh tangan terbaik pula.

Ia memiliki segala hal, dan tidak pernah tebersit sedikit pun dalam benaknya bahwa semua miliknya berhak dimiliki orang lain.

Tapi saat itu, keinginan terbesarnya adalah untuk memberikan semua yang ia miliki ke tangan kecil Putra.

Ia ingin memberikan semua hartanya, semua hal yang ada di dunia, ke tangan yang bisa ia hancurkan dalam sekali gerakan.

Maka bisa dipahami, betapa Sriwijaya sangat hancur saat ia jatuh di tangan Majapahit dan ia harus menyaksikan Putra pergi darinya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 01 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

NusantaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang