#. Bab 3 - Milikku

44 11 11
                                    

“Keluar ke mana?” Vino bertanya manja dari belakang. Tak lupa mencium bahu terbuka Sallyana yang terasa harum setelah mandi. “Aku boleh ikut?”

“Tidak, tinggalah di rumah bersama anak-anak.” Sergah Sallyana secepat mungkin. Ekor matanya mendelik kesal, “Selama ini aku pusing mengurus anak-anakmu, sekarang uruslah dua perusuh kecil itu. Aku ingin berlibur bersama Snow hari ini.”

Meski sedikit kesal, Vino tetap diam. Namun perilakunya tersebut jelas terpantul dari cermin rias.

Sallyana menahan senyumannya. Lalu mengambil anting terakhir untuk dipakai. Begitu selesai, dia membelai rahang suaminya yang sedang bersandar di bahunya. Berkata lemah lembut, “Aku pergi sebentar saja. Belum lama ini aku melihat banyak baju bagus untuk anak-anak, jadi aku ingin memilih beberapa secara langsung.”

Vino masih cemberut, menggerutu kesal mirip anak kecil, “Setelah kau menjadi Ibu, aku dilupakan. Anak-anak lebih penting bagimu.”

Perempuan itu terpaksa menghela nafas panjang. Terkadang, Vino selalu begini. Di waktu-waktu tertentu, akan menjadi seorang pria, di sisa waktu lainnya akan menjadi kekanakan.

Tetapi, Sallyana merasa nyaman dengan karakter suaminya. Karena dengan sifat Vino yang terbuka dan transparan, dia bisa percaya sepenuh hati bahwa suaminya hanya memandangnya di antara kepungan jutaan wanita cantik di luaran sana.

“Kau juga tahu, waktuku akan lebih banyak dihabiskan dengan anak-anak. Dan bisa-bisanya, kau ingin meminta satu anak lagi. Tidakkah itu akan merugikanmu?”

“Benar juga,” sahut Vino seolah tersadar. Sedetik kemudian, kembali cemberut dan berkata kesal, “Tapi aku ingin satu lagi. Harus benar-benar mirip denganmu!”

“Apa kau pikir melahirkan seorang anak semudah mengeluarkan anggur dari lubang hidung?”

“Memang anggur bisa masuk ke lubang hidung?”

Sallyana berusaha keras manahan lengannya, supaya tidak berdosa jika memukul wajah indah suaminya. “Diam! Mengapa selain dipekerjaan, otakmu tidak bekerja sama sekali?!”

Terkekeh kecil, Vino memeluk tubuh ramping istrinya semakin rapat. Hari masih pagi dan tadi malam mereka menghabiskan malam yang cukup panjang.

Sayangnya, Vino belum puas sama sekali. Alhasil, tangannya menyentuh dada kiri istrinya, berbicara intens, “Aku ingin lagi.” Suaranya telah pecah berpadu serak. Seakan tersiksa karena menahan terlalu lama.

Sallyana menampar lengan besar di dadanya, “Jangan macam-macam, aku sudah mandi!” Setelahnya, gadis itu mencubit Vino. Lantas melenggang pergi usai meraih tas dari atas meja rias. Sebelum melintasi pintu, dia menjulurkan lidahnya dengan wajah cantik, “Selamat menjadi pengasuh hari ini, suamiku!”

Vino yang sedih, pada akhirnya ditinggalkan sendirian di dalam kamar. Pria tersebut merebahkan diri, binar mata abunya memandangi langit-langit kamar. Dia sedang memikirkan kegiatan apa yang harus dia lakukan bersama anak-anak dihari minggu.

Sampai sebuah suara berisik datang dari luar membawa keributan.

“Papa! Papa! Kakak malam tadi mengompol, hahaha! Kakak mengompol sangat banyak!”

“Sevi! Berhenti di sana! Jangan mengucapkan omong kosong!”

“Kentut, kentut! Kakak yang penuh omong kosong! Kakak hanya malu karena kalah dariku! Aku bahkan tidak pernah mengompol!”

Vino menaikkan sebelah alis tebalnya, memandangi anak kembarnya yang berkelahi. Keningnya agak berkerut ketika mendengar bahasa kasar Sevi. Kenapa rasanya familier?

Seolah-olah dia melihat Snow versi mini.

“Kalian berdua, hentikan. Kemarilah,” Vino merentangkan kedua tangannya, dan segera di isi oleh kehangatan kecil. “Sevi, apakah benar kakakmu mengompol?” tanyanya dengan nada licik.

Jangan Berusaha Merayuku, Tuan! - [ On Going ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang