“Kamu pasang alat pelacak di tubuh aku? Ngapain sembunyi di balik tembok?”
Gelagat Rania menunjukkan kebingungan, ia sudah ketahuan oleh Adam. Benar-benar malam yang tidak beruntung bagi Rania. Padahal dirinya memiliki harapan agar bisa bermain ice skating, tetapi sepertinya sudah tutup melihat jarum jam di angka sepuluh.
“Aku ke sini cuma ingin main ice skating, tapi sudah tutup,” ucap Rania diliputi rasa kecewa. Ekspetasinya tidak sesuai harapan.
Adam melihat Rania justru tersenyum dan lagi-lagi senyuman Adam tidak dilihat oleh Rania. Untung saja, Adam sudah membayar lebih kepada petugas yang berjaga agar tidak langsung menutupnya.
“Karena ini hari sabtu, jadi tutup lebih lama.” Rania mendongakkan kepalanya. Apakah benar perkataan Adam? Masalahnya sudah tidak ada orang yang bermain di dalam arena tersebut. Rania menaikkan sebelah alisnya, menuntut jawaban Adam melalui ekspresi raut wajahnya.
“Apa wajahku terlihat berbohong?” Adam menatap intens wajah seorang perempuan mungil di depannya.
Rania tersenyum dan langsung sumringah, akhirnya ia dan Adam bermain ice skating berdua tanpa adanya Luna si pengganggu.
“Tunggu di sini, aku ingin ambil sepatunya,” ucap Adam dan laki-laki itu bergegas mengambil dua pasang sepatu luncur yang tersedia di lemari samping pintu masuk.
“Veel plezier.” (Selamat bersenang-senang) Adam tersenyum kepada petugas yang sudah mengijinkan dirinya untuk bermain ice skating melebihi jam buka.
Rania setia menunggu Adam dengan duduk pada sebuah kursi yang tadi didudukinya bersama Jeno. Dari kejauhan kedua netranya melihat Adam yang datang sambil membawa dua pasang sepatu.
Tanpa berbicara atau minta izin kepada si empunya kedua pasang kaki. Adam memakaikan sepatu luncur pada kedua kaki Rania. Rania benar-benar sangat bahagia melihat tambatan hatinya melakukan hal romantis dibalik sifat galaknya.
Setelah selesai memakai sepatu luncur, Adam menyodorkan tangannya agar Rania tidak jatuh saat berada di atas es.
“Pelan-pelan, aku nggak bisa. Ini pertama kalinya dalam hidup,” tutur Rania yang masih menggenggam erat kedua tangan Adam.
Adam yang sudah terbiasa bermain ice skating selalu tertawa melihat ketakutan Rania. Perempuan itu takut jika dirinya terjatuh di depan sosok laki-laki yang disukainya.
“Adam! Jangan dilepas.” Dengan jahilnya Adam melepaskan pegangan tangannya dan membuat Rania diam mematung. Sedangkan, Adam terus meledeki Rania. Ia berputar mengelilingi Rania.
Jangankan bergerak, menggeser sedikit kakinya saja Rania tidak sanggup. Ia takut jatuh, bisa malu seumur hidup. Jatuh di depan laki-laki incarannya.
Melihat Rania dengan mimik wajah kasihan, Adam menyuruh Rania memegang kedua tangannya. Alhasil, mereka berdua bermain kereta-keretaan di atas arena es.
Malam itu, pertama kalinya bagi Adam dapat tertawa lepas. Mentertawakan Rania yang selalu ketakutan jika tidak ada pegangan. Rania yang sadar dengan suara tawanya Adam, langsung menggoda Adam.
“Laki-laki cuek bin jutek bisa ketawa lepas juga? Sudah berapa lama tidak tertawa seperti itu?”
Adam langsung terdiam dan tiba-tiba saja memeluk pinggang Rania. Rania sendiri dibuat bingung dengan tingkah Adam.
Jarak mereka berdua sangat dekat, bahkan kedua hidung mereka hampir saling bertemu. Degup jantung Rania berdetak begitu cepat. Berkali-kali Rania menelan salivanya.
Jari telunjuk kanan Adam menyentuh wajah Rania dari atas kening hingga berhenti di area bibir kecil wanita itu.
“Apakah ada tempat romantis jika ingin menciumku?” Adam tertawa pelan, ternyata dugaannya benar. Rania menginginkan hal itu terjadi.
“Bukankah ini sesuai dengan catatan liburanmu bersama diriku?” goda Adam.
Lagi lagi Adam berhasil membuat Rania gelagapan. Ya, tentu saja dirinya sudah mempersiapkan sangat matang jadwal kencannya bersama Adam. Akan tetapi, kehadiran Luna membuat rencananya kacau-balau.
Adam meletakkan telapak tangan kanannya di depan bibir Rania dan tanpa aba-aba Adam mencium telapak tangannya yang menutupi bibir Rania. Rania dibuat kaget setengah mati, itu artinya malam ini Adam menciumnya meski tidak sampai bersentuhan. Tetapi sama saja, ciuman pertamanya bersama Adam.
Adam melepaskan kembali telapak tangannya dan mengajak Rania pulang.
Setelah pulang dari arena ice skating, Adam mengajak Rania mampir sebentar di sebuah kafe. Adam ingin makan sesuatu, rasa laparnya mulai bergejolak setelah tenaganya terkuras bersama Rania.
***
Sebuah kafe kecil dan memiliki ornamen ukiran serta lukisan bunga tulip, menambah nilai artistik pada tempat itu. Adam dan Rania tengah menikmati makanan yang sudah dipesannya. Pelayanan di kafe sangat baik, tidak perlu menunggu lama, makanan yang dipesan sudah tersaji.
Adam begitu menikmati pesanannya, membuat Rania senang melihat Adam sangat lahap. Sampai-sampai membuat Adam bertanya, apakah ada yang salah dengan dirinya?
“Ada yang salah? Kenapa seperti itu menatapku?” tanya Adam dan meletakkan sendoknya di atas piring.
“Nggak ada yang salah, cuma kamu ganteng banget kalau lagi makan begini. Makin tambah sayang dan cinta,” ungkap Rania sambil menopang darinya dengan kedua tangannya. Mendengar penuturan Rania, sedikit membuat Adam sedikit salah tingkah.
Adam diam saja dan memilih menghabiskan makanannya. Lagipula memang fakta jika dirinya memiliki wajah tampan paripurna, sebab kedua orang tuanya memiliki visual indah.
Setelah selesai menghabiskan makanan di kafe. Adam dan Rania memilih berjalan kaki ketika taksi hanya mengantarnya sampai di depan pintu masuk utama perumahan kakek dan neneknya. Adam ingin berlama-lama dengan Rania sebelum besok malam kembali ke Indonesia, mengingat hari libur sekolah sudah selesai.
Rania sudah sangat lelah, bisa dilihat dari cara jalannya yang sedikit goyah. Adam menyadari hal itu dan langsung berjongkok di depan Rania, lalu menyuruh gadis itu untuk naik ke punggungnya. Tidak ada penolakan, Rania segera naik ke punggung Adam dan mengeratkan pegangannya ke tubuh Adam agar tidak terjatuh.
“Besok malam pulang ke Tangerang, hmm aku tidak memiliki foto yang banyak sama kamu.” Adam tertawa kecil.
Padahal kenyataannya sudah ada ibunya yang telah memiliki banyak foto. Hal itu diketahui Adam saat ibunya melakukan penyamaran bersama Naira dan juga ayahnya. Benar-benar kedua orang tua yang kompak, meski ayahnya ikut-ikutan karena diancam oleh ibunya.
Sementara itu, di dalam kamar, Sofia melihat betapa hebatnya tangannya ketika membidik gambar Adam dan Rania. Suaminya Adrian, hanya bisa memaklumi kelakuan istrinya.
“Sayang, lihat deh Adam kalau sama Rania senyumnya ganteng kayak kamu masih jadi duda dulu,” ucap Sofia.
“Duda begini kamu juga cinta sama aku,” balas Adrian tidak ingin kalah dari mulut istrinya.
“Yang suka sama aku duluan kan kamu, sampai itu kado sudah bertahun-tahun masih disimpan,” ledek Sofia.
Pasangan suami istri ini berhenti berdebat tatkala mendengar suara pintu rumah yang terbuka. Takut ada orang jahat masuk ke dalam rumah mertuanya, Sofia segera mengambil alat pemukul dan keluar bersama suaminya.
Ketika Sofia dan Adrian saat menuruni anak tangga, kedua mata mereka melihat Adam yang tengah menggendong Rania. Dilihatnya Rania sudah tertidur pulas dalam gendongan Adam. Hampir saja Sofia ingin memukulnya.
Adam yang sadar jika ada kedua orang tuanya, segera beralasan bahwa kaki Rania sakit. Bahaya jika ibunya tahu apa saja yang dilakukan Adam dan Rania semalamam ini.
Sofia jelas tersenyum lebar, maka dari itu ia sangat antusias membuka pintu kamar yang ditempati oleh Rania dan Naira.
Saat masuk ke dalam kamar, pelan-pelan Adam menurunkan Rania. Dari penglihatan Sofia, Adam ini sebenarnya perhatian kepada Rania, hanya saja gengsi. Persis seperti Adrian dulu, suka tapi gengsi.
Terakhir, Adam menyelimuti tubuh Rania dan membelai rambutnya.
“Selamat tidur dan aku akan mampir ke dalam mimpimu.” Adam tersenyum dan pergi meninggalkan kamar Rania. Dilihatnya juga adiknya sudah tidur pulas.

KAMU SEDANG MEMBACA
School Diary [On Going]
Teen Fiction"Aku tidak suka gadis bodoh." Adam dan Naira yang kini beranjak dewasa dan memasuki masa-masa indah selama di SMA. Menjalani kehidupan dari masa remaja menuju dewasa. Terlebih lagi, Adam, sejak kehadiran Rania yang berani menyatakan cinta padanya me...