Luxi POV
Hari ini, suasana di rumah kami dipenuhi dengan keriangan. Mavis dan Lizelle berlari-larian di halaman depan, tertawa riang sambil saling mengejar. Udara segar musim semi membawa aroma bunga yang baru bermekaran, dan suara kicauan burung mengiringi tawa anak-anak kami. Aku berdiri di beranda, memperhatikan mereka dengan perasaan campur aduk antara kebahagiaan dan keharuan.
Mavis, yang kini sudah tumbuh menjadi anak perempuan yang ceria dan penuh rasa ingin tahu, berlari dengan langkah-langkah kecilnya yang cepat, rambutnya yang panjang tergerai di belakangnya. Lizelle, meskipun sedikit lebih pendiam, selalu mengikuti kakaknya dengan penuh semangat, tertawa bersama setiap kali mereka berhasil saling menangkap. Rasanya baru kemarin mereka lahir ke dunia ini, begitu mungil dan rapuh, dan kini mereka sudah sebesar ini.
Aku merasa dadaku sesak oleh emosi, dan sebelum aku menyadarinya, air mata mulai mengalir dari mataku. Tangisku akhirnya terpecah menjadi suara yang lebih keras, menandakan betapa besar perasaanku melihat pertumbuhan anak-anakku.
Giselle dan Haley yang sedang duduk di meja taman, memperhatikan mereka, menoleh saat mendengar suara tangisku. Mereka saling berpandangan sejenak sebelum keduanya tertawa kecil, menertawakan tingkahku yang terlalu emosional. Giselle bangkit dari kursinya dan mendekatiku, meletakkan tangan lembutnya di punggungku.
"sayang kau benar-benar sensitif, Tapi aku mengerti, melihat mereka tumbuh begitu cepat memang membawa banyak perasaan." Ucap Giselle dengan senyum hangat, mengusap air mataku dengan jemarinya.
"Kita semua merasa bangga melihat mereka seperti ini, Luxi. kita sudah melakukan yang terbaik untuk membesarkan mereka." Ucap Haley juga datang mendekat, melingkarkan lengannya di pinggangku.
"Aku hanya enggak percaya waktu berlalu begitu cepat. Sepertinya baru kemarin aku menggendong mereka saat mereka masih bayi, dan sekarang... lihatlah mereka, sudah begitu besar." Ucap ku mencoba menenangkan diriku, meskipun air mata masih mengalir.
"Mereka tumbuh dengan baik, Luxi. Dan mereka akan terus tumbuh dan berkembang, menemukan jalan mereka sendiri. Itu adalah bagian dari hidup." ucap Giselle tersenyum sambil memelukku, menenangkan hatiku.
Aku menarik napas dalam-dalam, merasakan kehangatan cinta dari kedua istriku yang selalu ada di sisiku. Mereka benar; ini adalah bagian dari perjalanan kami sebagai orang tua. Melihat anak-anak kami tumbuh adalah salah satu kebahagiaan terbesar, meskipun terkadang perasaan ini begitu kuat hingga membuatku menangis.
Sebisa mungkin aku berusaha membuat banyak memori bersama anak-anak sebelum mereka sibuk dengan kehidupannya masing-masing. Malam ini aku akan mengajak Mavis dan Lizelle berkeliling melihat pemandangan malam.
Aku menunggu dengan sabar di tempat tidur berusaha menyembunyikan rencanaku di balik pikiran-pikiran sepele. Aku ingin mengajak Mavis dan Lizelle keluar malam ini untuk melihat bintang, sesuatu yang tidak bisa kami lakukan ketika Giselle terjaga. Masalahnya, Giselle memiliki kemampuan untuk membaca pikiran, dan itu sering kali membuat rencanaku berantakan sebelum sempat dimulai.
Aku melirik ke arah Giselle yang masih tertidur di tempat tidur. Aku tahu aku harus berhati-hati. Jika dia terbangun, rencanaku akan gagal total. Tapi aku sudah punya taktik untuk mengelabuinya. Setiap kali aku mencoba menyembunyikan sesuatu, aku akan membanjiri pikiranku dengan hal-hal mesum, sesuatu yang selalu membuatnya tersipu malu.
Aku mulai membayangkan adegan-adegan yang pasti akan membuatnya kesal jika ia menangkap pikiran ini. Ah, aku bisa membayangkan wajahnya yang merah padam, dan senyum nakal pun terukir di bibirku.
Tiba-tiba, aku mendengar suara napasnya yang mulai berubah, tanda dia mungkin mulai membaca pikiranku.
"Jangan berpikir apa-apa... jangan berpikir apa-apa..." gumamku pada diriku sendiri, lalu mulai membayangkan kami berdua di sungai, air mengalir lembut di atas kulitnya, aku menatapnya dengan penuh hasrat, kemudian...
KAMU SEDANG MEMBACA
Seeking Life In A World Of The Undead
Fantasiwarning 21+!!!! adult content * * * girl x girl