Chapter 7

115 14 1
                                    

Matahari menyingsing di ufuk timur menerangi bumi. Membawa kehangatan bersama kilau keemasannya yang mempesona. Kicauan burung saling bersahut-sahutan membuat suasana pagi hari semakin indah.

Laura tampak menggeliat dari balik selimut emas yang mengubur seluruh tubuhnya. Kedua mata yang tertutup itu perlahan terbuka menampilkan sepasang bola mata berwarna hazel yang sangat indah.

"Selamat pagi, Yang Mulia."

"Hmm..." Laura membalas singkat sapaan Jena, salah satu pelayan yang melayaninya sambil tangannya mengusap pelan matanya.

"Jadwalku?"

"Pagi sampai siang Anda diwajibkan menghadiri doa agung di kuil Dewi Suci Bulan. Siangnya, Anda mendapatkan undangan jamuan teh dari Duches Berlins. Di sore hari Anda mempunyai jadwal kunjungan bulanan ke Akademi Royal. Lalu terakhir, malam harinya seperti biasa Anda akan makan malam bersama Baginda Kaisar," jawab Jena menjelaskan.

Laura menghela nafas panjang mendengarnya. Hari ini jadwalnya sangat padat. Sudah terbayangkan betapa lelah tubuhnya nanti. Uhh... baru membayangkannya saja rasanya sudah lelah duluan.

Padahal baru kemarin Laura meminta kegiatan, tetapi giliran sekarang diberi kegiatan dia justru merasa malas melakukannya. Bisakah dirinya menarik kata-kata kemarin? Jujur dia menyesal.

"Dari semua itu mana yang tidak wajib aku datangi?"

Jena terdiam, bingung mau menjawab apa karena baginya semua kegiatan itu wajib didatangi oleh sang permaisuri. Oh, tidak. Sepertinya ada satu acara yang tidak mewajibkan permaisuri untuk hadir.

"Makan malam bersama Baginda?"

Laura menggeleng pelan. "Tidak. Itu justru yang sangat wajib. Bisa dikurung lagi aku jika malam ini tidak menemaninya makan malam."

"Kalau begitu, tidak ada agenda hari ini yang tidak wajib Anda hadiri, Yang Mulia."

"Baiklah, aku paham." Laura mengangguk lesu. "Ayo segera bantu aku bersiap-siap," lanjutnya memerintah pada para pelayannya yang jumlahnya lebih dari sepuluh.

"Baik, Yang Mulia."

***

Suara ketukan pintu mengalihkan atensi Alaric dari setumpuk dokumen yang harus pria itu selesaikan hari ini. Tak lama kemudian, Hugo, orang yang mengetuk pintu masuk ke dalam ruang kerja tuannya.

"Salam Agung---"

"Cukup. Katakan!"

"Baik, Baginda. Saya ingin melaporkan jadwal Permaisuri hari ini dari pagi sampai sore."

"Ya."

"Pagi ini Permaisuri menghadiri doa agung di kuil suci yang dipimpin Imam Besar. Siangnya Permaisuri mendapat undangan dari Duches Berlins."

Kening Alaric mengerut mendengar dua kata terakhir yang diucapkan ketua pasukan ksatria hitam itu. "Duches Berlins? Apa Duke Berlins menikah lagi? Bukankah belum ada setahun istrinya meninggal?" tanyanya heran.

"Beberapa bulan setelah kematian istrinya, Duke Berlins menikahi gundiknya dan mengangkatnya menjadi Nyonya Duches Berlins, Baginda."

"Gundiknya yang mana?" Alaric kembali bertanya dengan penuh rasa penasaran.

Pasalnya Duke Berlins terkenal suka sekali mengoleksi wanita tidak peduli muda atau tua, jauh sebelum istrinya jatuh sakit dan meninggal dunia. Setiap datang ke pesta, bangsawan tua yang berada di pihak netral itu selalu membawa gundiknya yang berbeda-beda. Bukan membawa istrinya, tapi malah membawa gundik.

Become A Queen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang