Lightly, lightly.
Bagaimana bisa sesuatu yang terdengar begitu sederhana terasa begitu sulit untuk dilakukan?
"It's dark because you're trying too hard," Sara bergumam pelan. "Dark because you want it to be light. You've got to learn to do everything lightly. Think lightly, act lightly, feel lightly. Yes, feel lightly, even though you're feeling deeply. Just lightly let things happen and lightly cope with them. Lightly, my darling. Even when it comes to dying. So throw away all your baggage and go forward. There are quicksands all about you, sucking at your feet, trying to suck you down into fear and self pity and despair. That's why you must walk so lightly. Lightly, my darling. On tiptoes, and no luggage, not even a sponge bag. Completely unencumbered."
Kadang ia merasa terjebak dalam kebisingan pikiran dan beban masa lalu, seolah-olah setiap langkah terbenam dalam pasir hisap yang menjerat. Ia memang kadang terlalu serius, terlalu keras pada diri sendiri, seolah-olah setiap masalah harus dihadapi dengan kepusingan yang sama. Mungkin seperti yang dikatakan Huxley, ia terlalu terikat pada hal-hal yang tak perlu dipegang erat-erat. Rasa takut, kesalahan, kekecewaan, membekap dalam ketakutan dan kecemasan yang hanya menambah berat langkahnya. Mengapa harus merasakan setiap kesulitan dengan begitu mendalam hingga menghisap energi dan semangatnya?
Ia akan berusaha untuk mengingat kata-kata ini setiap hari—untuk tidak membiarkan kepedihan masa lalu atau kekhawatiran yang tidak perlu mengekang langkahnya. Ia ingin berjalan dengan ringan, bahkan ketika hatinya penuh dengan perasaan yang dalam. Ia ingin berjalan dengan ringan, bukan terseret oleh beban yang dibuat sendiri. Mungkin itulah kunci untuk tidak hanya bertahan, tetapi benar-benar hidup.
Sara menutup novel yang ia baca setelah bertahun-tahun ini tak lagi membaca karangan fiksi, Island karya Aldous Huxley. Diambil dari rak di dekat nakas, yang diisi dengan buku-buku—jauh lebih sedikit dibandingkan koleksi di ruang kerja Adam. Sebuah usaha untuk mengenal Adam versi dewasa melalui pilihan bukunya yang beragam seperti The Art of the Deal, The Toyota Way, Leaders Eat Last, A Gentleman in Moscow, berdampingan dengan dua buku berbahasa Jepang yang isinya masih menjadi misteri bagi Sara—dan sebuah buku resep yang entah bagaimana tersesat dari dapur. Setiap halaman seolah menyerap pikirannya dalam refleksi, berbeda dengan literatur-literatur akademis yang biasa ia baca. Hingga kemudian terdengar suara pintu utama terbuka.
Adam berdiri di ambang pintu, tubuhnya terasa berat setelah hari yang panjang, tapi pandangannya segera tertuju pada sosok Sara di sofa. Ruang tengah itu remang, hanya diterangi lampu meja yang memancarkan cahaya hangat, membuat kain negligee lembut yang membungkus tubuh Sara tampak seperti mengalir bagai sutra. Berbaring miring, dengan buku yang masih tergenggam di tangannya, meski jelas sudah lama berhenti membaca. Wajahnya tenang, namun dengan senyuman yang menyegarkan. She's his ultimate fantasy comes to life.
"Give me a minute," Pria itu lantas menuju ke kamar dan mengganti pakaian dengan yang lebih cocok untuk berduaan bersama Sara ketimbang berduaan bersama tamu hotel.
Ketika Adam kembali ke ruang tengah, ia menemukan Sara dalam pose yang memunculkan semua potensi untuk menjadi pusat perhatian di majalah desain interior. Dengan tangan di lengan sofa dan kaki di atasnya, melamun ke dinding kaca yang menampilkan pemandangan malam dari rumah mereka. "Sekarang aku tahu, kamu kalau terlalu larut mikir sesuatu suka melamun."
Sara terbangun dari lamunannya, mendongak ke arah Adam yang sekarang mengenakan robe sutra berdesain longgar dengan motif Jepang. Penampilannya sangat mirip dengan karakter dari film samurai modern—sebuah gaya yang sepertinya merupakan salah satu 'trademark' Adam yang semakin jelas. "Masa?"
"What's on your mind?" Adam mendekatkan diri, "You're gonna to tell me?"
"Mm-hm," Ya, Sara merasa perlu diskusi masalah ini, tak bisa terus-menerus membohongi dirinya sendiri, ataupun pura-pura tak peduli. "Aku baru baca salah satu buku di kamar, Aldous Huxley. Ada kutipan gini, Lightly my darling. Doesn't it sound beautiful?" Sara melirik novel di meja kopi samping sofa.

KAMU SEDANG MEMBACA
A Sweeter Place
RomansaThe second time around, things just made more sense. Honestly, timing has a lot to do with everything. Adam Wisnuthama Wardana, General Manager salah satu hotel dan resor di Indonesia, The Eden. Dikenal sebagai pria charming, hobi menjelajah dunia d...