Hinata terkejut. Masih sangat terkejut dengan apa yang sedetik lalu Naruto katakan.
Pulang ke tempatnya?
Apa-apaan itu?
Kalimat tersebut terdengar menggelitik di telinga Hinata, terlebih bila dikaitkan dengan apa yang juga Naruto ucapkan sebelum penawaran itu.
Wanita hamil tetap bisa melakukan--
Hinata menipiskan bibirnya. Ditekan kuat untuk menahan diri. Pipinya bersemu, beruntung hari sudah gelap dan suasana mereka hanya samar-samar, sehingga Naruto takkan menyadari polesan serupa senja malu-malu di wajahnya.
Hinata tak ingin berpikir kotor, tapi masalahnya, ucapan Naruto memang kotor.
"Untuk apa ke sana?" Biarlah Hinata berlagak polos. Meski mungkin Naruto tidak akan menilai itu sebagai sesuatu yang polos, melainkan bodoh.
Maksudnya, usia Hinata bukan lagi usia yang harus diajari ABCD seperti anak SD.
"Kau polos atau bodoh?"
Benarkan?
"Aku mau pulang ke rumahku."
Naruto tak bergeming. Ia terus menatap wajah wanita di dekatnya, sampai-sampai, Hinata bisa merasakan hawa yang menjadi sedikit gerah.
Tenaga Hinata sudah sangat cukup bila dipakai untuk keluar dari kendaraan dan bahkan berjalan pergi.
Tetapi anehnya, Hinata malah tidak melakukan apa-apa. Ia hanya diam membisu, seolah menunggu barisan kalimat apa lagi yang ingin Naruto ucapkan berikutnya.
Entah. Hinata ingin pembicaraan ini selesai, tapi di sudut tertentu dirinya, ia mengharapkan hal lain.
Jangan lupa. Akhir-akhir ini, Hinata sulit mengontrol dirinya sendiri bila menyangkut Naruto. Sulit menampik bila ada keinginan cukup keras dalam hatinya untuk -- mungkin sekadar -- bersama pria itu sedikit lebih lama.
Dan ketika kau merasa kehausan, lantas disodorkan segelas minuman dingin, mana mungkin tidak akan tergoda?
Sama seperti Hinata.
Melawan kehendak hati, ia menggulir pandangan untuk membalas tatapan mata biru Naruto yang senantiasa masih terus menjurus padanya. Biru yang sedang menyala terang itu seperti melayangkan sengatan kuat hingga Hinata menahan napas sejenak.
Padahal, Hinata tidak mau menatap mata itu secara terang-terangan.
Ia tak ingin dihanyutkan terlalu dalam lagi.
Tetapi, saat Naruto sedikit bergeser dan membuat jarak mereka kian dekat, Hinata tetap tak mampu melakukan apa-apa.
"Apa yang kau rasakan sekarang?" Naruto bertanya.
Jantung Hinata semakin keras ketika Naruto meraih satu tangannya dan membawa jari-jari itu untuk menyentuh dada kiri pria tersebut.
"Aku berdebar," Naruto berbisik pelan. "Sangat berdebar karena aku terlalu keras menahan diri."
Mata Hinata beriak kecil. Ia memang dapat merasakan detakan di telapak tangannya. Degup jantung Naruto yang pergerakannya sama dengan miliknya.
"Aku--"
"Apa yang kau rasakan?"
Semakin erat, Hinata merasa tangannya digenggam.
"Naruto, ini--"
"Aku tidak gila, Hinata ..."
Bisikan itu membuat tubuh Hinata bergidik.
"Aku hanya benar-benar sangat menginginkanmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Agreement [ NaruHina ] ✔
FanfikceHubungan mereka sederhana; Hanya perlu melakukan 'hal kecil' yang Namikaze Naruto inginkan, maka Hyuga Hinata akan memperoleh apa yang Ia butuhkan. *** "Karena kita bukan orang yang saling mengenal, kurasa, ini tidak akan menjadi masalah yang begitu...