Di kamarnya yang tenang, Raina duduk di depan meja belajarnya, laptopnya menyala, jarinya melayang-layang mengetik bahasa pemrograman di dalamnya, ia membuat jadwal untuk kesibukannya seminggu kedepan dengan kodingannya. Walau sebenarnya dirinya hanya menyibukkan diri agar tidak begitu merindukan Dewangga, Raina menyusun jadwalnya mulai dari senin ke minggu.
Raina tersenyum kala jadwalnya selesai dikerjakan, ia menarik napas panjang, "selamat datang busy era."
Setelah menyelesaikan kodingannya, Raina merasa lega meski tubuhnya mulai terasa lelah. Ia mematikan laptopnya dan merapikan meja belajarnya, memastikan semua catatan dan barang-barangnya sudah kembali pada tempatnya. Tanpa banyak berpikir, Raina melangkah menuju tempat tidurnya. Raina memejamkan mata, membiarkan pikirannya kosong, mencoba melupakan segala kesibukan dan tugas-tugas yang telah ia selesaikan hari itu.Keesokan paginya, Raina memulai harinya dengan menjalankan jadwal yang telah ia susun rapi tadi malam. Ia dengan disiplin mengikuti setiap detil dari jam sibuk yang telah ia tetapkan sambil sesekali mencatat hal-hal penting, ia tak menyadari bagaimana detik-detik waktu terus berputar.
Ketika akhirnya ia melirik jam di layar laptop, Raina tersentak. Sudah jam 5 sore. Dalam sekejap, ia teringat janji dengan teman-temannya yang sudah direncanakan beberapa hari lalu.
"Yaampun gw lupa! Hari ini main raket!"
Dengan cepat, Raina menutup laptop dan mulai bersiap-siap. Setelah memilih pakaian yang nyaman, ia buru-buru merapikan diri di depan cermin. Perasaan sedikit tergesa-gesa mulai menyelimutinya, tapi ia tahu tak boleh terlambat.
Setibanya di tempat bermain bulu tangkis, Raina melihat dari kejauhan bahwa teman-temannya sudah datang terlebih dahulu. Ayu, Riska, Julia, Nana, dan Marisa sedang duduk di bangku pinggir lapangan, bercanda sambil menunggu giliran mereka untuk bermain.
"Kapansih Raina ga ngaret," ucap mereka serentak. Raina menyengir kuda, "ya namanya maap."
"Sibuk banget ya Rain sampai gabisa ngechek wa," goda Riska, Julia yang berada di samping Riska ikut menyaut. "Nyibukin diri biar apasih? Biar waras ya?" Ayu, Nana, dan Marisa tertawa, memang kebiasaan Rain jika sudah menyibukkan diri pasti ada sesuatu hal yang sedang terjadi di dirinya.
Raina mengambil napas panjang, "ssk." Mereka menatap bingung, "bahasa alien apalagi itu."
"SUKA SUKA KALIAN!"
"TAI!"
"Udah tau tubuhnya lemah so soan nyibukin diri."
"Aduh... jangan langsung di ulti ketua."
"Silau banget faktanya Ris!"
"Ngomong sama pantat nih," jawab Raina, teman-temannya tertawa memang mereka paling senang mengganggu Raina.
Raina segera bergabung, mengambil raketnya, dan bergabung dengan teman-temannya di lapangan. Suasana menjadi semakin riuh saat mereka mulai bermain, diselingi tawa dan semangat kompetitif yang menghangatkan sore itu.
Saat Raina dan teman-temannya sedang asyik bermain raket, tiba-tiba saja terdengar suara langkah kaki mendekat dari arah belakang. Tanpa mereka sadari, Zaka, Rendi, Raka, dan Erlangga muncul entah dari mana, seolah mereka sudah lama mengamati dari jauh. Tawa ringan terdengar dari keempatnya saat mereka mendekat ke lapangan, membawa raket masing-masing.
"Gabunglah kami oi!" Canda Zaka sambil mengayunkan raketnya ke udara dengan gaya santai. Raina dan teman-temannya yang awalnya kaget, akhirnya tertawa kecil melihat mereka.
"Boleh sini jb!" Sahut Nana sambil tersenyum. "Main per-team ya?" Mereka mengangguk setuju.
Tanpa banyak bicara lagi, mereka langsung bergabung dan suasana menjadi semakin meriah. Tim-tim terbentuk dengan cepat, dan permainan berlanjut dengan semangat yang lebih tinggi.
Canda tawa, sorakan, dan teriakan semangat terdengar menggema di seluruh arena. Kompetisi yang awalnya santai pun menjadi semakin seru, teriak-teriakan yang terdengar membuat suasana menjadi lebih bersemangat.
"Smash Ayu Smash!"
"Gimana anjir?!"
"Tepok aja anjir tepok kuat!"
"Apa anjir yang ditepok?"
"Raketnya oi anjir melayang!"
"Rendi pelan pelan anjir kita bukan lagi main di piala dunia!"
"Salah woi salah!"
"Ga gitu bajigur!"
"Biarin aja biarin selagi ga nyolong ternak warga."
"Ga lewat batas anjir!"
"Tangkis woi Zaka!"
"Bjir 8 sama."
"YEAY MENANG!"
Setelah permainan yang berlangsung seru dan penuh tawa, akhirnya pertandingan mencapai puncaknya. Kedua tim bermain dengan semangat tinggi, berusaha keras untuk mencetak poin terakhir. Ayu, Raina, Erlangga, dan Marisa saling bekerja sama dengan baik, mengandalkan strategi yang rapi dan komunikasi yang lancar.
Sementara itu, tim lawan yang terdiri dari Rendi, Riska, Zaka, dan Julia juga tidak kalah gigihnya, terus menekan dan memberikan perlawanan sengit. Namun, dengan pukulan smash dari Erlangga yang menembus pertahanan tim lawan, poin terakhir pun tercetak.
Tepukan tangan dan sorakan memenuhi udara saat Nana dan Raka, yang bertindak sebagai wasit, mengangkat tangan mereka dengan senyum lebar. "Pemenangnya adalah... team Ayu!" seru Nana dengan suara lantang, disambut tawa riuh dari tim pemenang.
Team Ayu saling memberi tos, sementara tim Rendi, Riska, Zaka, dan Julia hanya bisa tertawa kecil sambil menerima kekalahan mereka dengan lapang dada.
"Next time kita kalahin mereka," ujar Rendi, sambil tersenyum penuh tantangan, membuat suasana semakin hangat dan akrab.
"Alah alah nyenyenye," jawab Erlangga. Mereka tertawa menambah kehangatan di sore itu, Raina menatap mereka dan tempat itu mengingatkannya pada Dewangga.
"Andai Dewangga ada disini juga," batinnya, Raina mengingat bagaimana dulu kebiasaannya bersama Pria itu bermain raket.
Hingga malampun tiba membuat satu persatu dari mereka pulang ke rumah masing-masing.
♡♡♡
Siapa yang relate sama Raina kalo lagi rinduin seseorang malah nyibukin diri ?
KAMU SEDANG MEMBACA
RAIN IN THE DARKNIGHT [END]
Ficção AdolescenteKisah yang bermula dari Dewangga jatuh cinta kepada adik tingkatnya hingga teman-temannya ikut terlibat untuk mengetahui gadis yang menjadi incaran seorang Dewangga Ravindra, sosok yang anti romantis dan bersifat dingin. Akankah kisah cinta itu berl...