29 - unspoken tensions

317 14 2
                                    

Jakarta, Indonesia

Kembali pada pekerjaannya, Sara menjadi interpreter untuk Hospitality Leadership Summit tahun ini yang dihadiri tamu dari berbagai negara. Ruangan dipenuhi percakapan dalam berbagai bahasa, dan Sara sudah terbiasa menavigasi diskusi lintas budaya dengan profesionalisme yang tenang. Suasana ballroom Hotel Mulia tempat acara berlangsung pagi ini begitu sibuk dengan beberapa tamu yang kelihatan lebih tertarik pada ketajaman sudut jas mereka daripada topik diskusi.

Sara duduk di bilik interpretasi sudut ruangan bersama salah satu rekannya. Di dalam kaca transparan bilik interpreter memungkinkan ia untuk melihat langsung panggung dan para pembicara, sementara tetap terpisah dari kerumunan. Sara mengenakan setelan profesional, siap dengan headset dan mikrofon yang siap digunakan. Tak bisa dipungkiri sebelumnya ia telah mempelajari terminologi teknis di industri perhotelan yang spesifik karena harus terbiasa dengan istilah-istilah seperti customer experience, sustainability in hospitality, luxury travel trends.

Di konferensi semacam ini, ada rekannya yang lain sebagai stage-side interpreter untuk panel diskusi nanti. Posisi itu meminta interpreter duduk lebih dekat dengan panggung atau di meja panelis untuk membantu dengan consecutive interpreting—menerjemahkan setelah pembicara selesai menyampaikan bagian dari pidato mereka.

Selain itu juga ada yang handling VIP delegates. Mengingat bahwa Hospitality Leadership Summit melibatkan tokoh-tokoh penting, interpreter mungkin ditugaskan untuk mendampingi delegasi VIP, termasuk CEO, manajer hotel, atau pemimpin industri dari luar negeri. Interpreter itu akan menjadi penghubung langsung yang menerjemahkan selama diskusi bisnis, negosiasi, atau pertemuan pribadi. Atau juga disebut mobile interpreting yang bergerak bersama tamu.

Sesaat kemudian, Sara melihat Adam bersama Budi Wardana yang datang sebagai tamu VIP memasuki ballroom dengan karismatik. Tak terkejut tentu karena ia dan Adam berangkat bersama ke Jakarta. Setelan dan pembawaan yang tenang membuat pria itu terlihat begitu berbeda dari sosok yang selalu menemaninya di saat-saat pribadi.

Saat mereka melintas di depan bilik interpretasi, Adam mencuri pandang ke arah Sara. Dalam sekejap mata, senyumnya yang samar—hanya Sara yang mampu mengartikan—menyuntikkan dorongan energi ke diri masing-masing. Rasanya seperti mendapatkan dosis espresso.

Selain itu, ada kejutan lain yang sudah diduga. Paman Winai Thanachai—kakak Nittha juga hadir di sini. Tentu ia akan menyapa nanti.

Begitu acara dimulai, Sara yang duduk di booth interpreter mengalihkan perhatian dari layar besar di depan ke pembicara di panggung, menerjemahkan setiap kata dengan cepat dan akurat mengenai topik mengenai tren dan inovasi masa depan di dunia perhotelan. Ketika ia melihat ke luar, tidak bisa menahan senyum kecil ketika menyadari bahwa beberapa pembicara tampaknya lebih tertarik untuk menunjukkan seberapa banyak mereka tahu daripada benar-benar berbicara tentang topik yang relevan.

Di satu sisi, ada pembicara yang mengajukan presentasi penuh dengan grafik mengesankan namun tidak ada satu pun dari audiens yang tampaknya mengerti apa yang sebenarnya dibicarakan selain dari frasa unprecedented growth dan strategic partnerships yang berulang-ulang.

Pada sela-sela sesi, Sara tentu tak tahan mencuri pandang ke arah Adam yang duduk di bagian VIP. Melihat Adam berinteraksi dengan kolega-kolega dan mendengarkan presentasi dengan penuh perhatian. Adam tampak profesional dan ia merasa bangga. Seperti pria itu memang dilahirkan untuk berada di sana, untuk posisi itu.

A Sweeter PlaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang