43. Menyelamatkan Sang Permaisuri

4 1 0
                                    

Kirana menatap dalam-dalam mata permaisuri yang dipenuhi ketakutan, berusaha mencari penjelasan di balik semua kekacauan ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kirana menatap dalam-dalam mata permaisuri yang dipenuhi ketakutan, berusaha mencari penjelasan di balik semua kekacauan ini. Di dalam kepalanya, pertanyaan demi pertanyaan berdesakan. Siapa yang tega melakukan ini kepada seorang permaisuri? Apakah orang-orang ini benar-benar tahu siapa yang mereka serang?

Tiba-tiba saja, permaisuri mendekat ke arah Kirana, dan menyentuh lengan bajunya dengan erat. Kemudian, ia berkata dengan suara yang lemah dan penuh harap, "Tolong ... tolong pelayanku. Dia rela mengorbankan dirinya agar aku bisa selamat. Aku tidak bisa meninggalkannya."

Kirana terdiam mendengar permintaan yang terlontar dari bibir sang permaisuri. Sesaat, pikirannya melayang jauh, mengingat peristiwa yang pernah dialami oleh Pitaloka setahun lalu. Situasinya sekarang terasa begitu mirip dengan kejadian itu, menyadarkannya bahwa ia tak bisa menolak permintaan sang permaisuri kali ini. Meskipun hati kecilnya masih dipenuhi keraguan, Kirana tahu apa yang harus ia lakukan.

Namun, Kirana bukanlah orang yang bisa membuat keputusan sendiri. Ia tak bisa bertindak tanpa persetujuan rekan-rekannya. Dengan hati-hati, ia menatap satu per satu orang-orang yang ikut bersamanya, mencari dukungan dari mereka. Tatapannya terhenti pada Mita dan Zayne, dua sosok yang selalu setia mendampinginya.

Mata Mita memancarkan ketenangan yang selalu ia tunjukkan dalam situasi genting, sementara Zayne, dengan tatapan tegas dan penuh keyakinan, seolah sudah memahami apa yang tengah dipikirkan Kirana. Keduanya memberikan anggukan kecil sambil tersenyum tipis, isyarat bahwa mereka akan mendukung apa pun keputusan yang akan diambil Kirana.

Kirana menarik napas dalam-dalam, merasakan kekuatan dan dukungan dari rekan-rekannya. Ia menatap sang permaisuri yang masih terlihat gemetar ketakutan. "Permaisuri, Kami akan membantu Anda," kata Kirana dengan lembut. "Sekarang, tenangkan diri Anda terlebih dahulu. Kami membutuhkan Anda untuk menunjukkan jalannya."

Permaisuri mengangguk perlahan, mencoba mengumpulkan kekuatan di tengah kepanikannya. Dia tahu bahwa keselamatan dayangnya, Daisy, bergantung pada kecepatan mereka.

Zayne, yang selalu siap dalam situasi berbahaya, segera mengambil alih komando. "Jaga dengan ketat setiap sudut!" suaranya menggema, memberikan intruksi yang tegas kepada pasukannya. "Jangan biarkan ada musuh yang berhasil mengacaukan pertahanan kita!"

Di tengah suasana yang penuh ketegangan, setiap prajurit mengokohkan posisi mereka dengan kewaspadaan tinggi. Angin yang sebelumnya berhembus lembut kini membawa aroma bahaya, seakan ada sesuatu yang tersembunyi di balik bayang-bayang pepohonan. Kirana menatap ke arah hutan di depan, merasakan ketegangan yang semakin membebani langkah mereka. Namun kali ini, ia sudah tahu apa yang harus dilakukan.

Tiba-tiba, suara gemeretak terdengar dari dalam hutan. Ranting-ranting patah disertai gemuruh langkah kaki yang mendekat dengan cepat, membuat semua orang langsung meningkatkan kewaspadaan. Zayne, yang sudah siap sejak awal, menoleh dengan cepat, matanya yang tajam mengawasi sumber suara tersebut.

SELENOPHILE (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang