Chapter 8

117 16 0
                                    

Kening Laura mengernyit. Suara Imam Besar dan para pendeta tiba-tiba lenyap tak terdengar lagi. Suasana di sekitarnya seketika menjadi sangat hening. Hanya terdengar hembusan udara mengalun lembut di telinganya.

Tangannya bergerak meraba sekelilingnya. Kosong. Tidak ada air yang merendam tubuhnya. Rasanya seperti berada di daratan.

Laura membuka matanya perlahan. Matanya mengerjab pelan begitu mendapati dirinya berada di sebuah ruangan putih yang sangat luas tanpa diketahui dimana ujungnya.

Kepalanya menoleh ke kiri kanan mengamati sekelilingnya. Sepi. Tidak terlihat adanya makhluk lain, bahkan serangga seperti nyamuk pun tidak ada. Laura benar-benar seorang diri disana.

Dimana ini?

Tubuhnya tidak mungkin kembali tersasar ke tempat lain bukan?

"Oh, Tuhan. Cukup sekali aja. Daripada melempar aku ke tempat aneh lagi, langsung bawa aku ke neraka saja." Laura menyatukan kedua telapak tangannya berdoa dengan matanya yang kembali terpejam.

"Selamat datang, anakku. Aku sudah menunggumu sejak lama."

Sebuah suara seorang wanita mengejutkan Laura yang membuat wanita itu sontak membuka lebar matanya. Menatap sekelilingnya, mencari darimana suara itu berasal. Siapa yang bicara? Apa ada orang lain di tempat ini?

Namun, nyatanya nihil. Sejauh matanya memandang, tidak ada seorangpun selain Laura disana.
Lalu siapakah itu yang bicara? Apakah suara itu hanya halusinasinya?

Menggeleng. Laura tidak merasa sedang berhalusinasi. Dirinya sadar, sangat sadar. Jadi tidak mungkin suara itu dari halusinasinya. Itu suara yang nyata.

"Siapa kau? Dan dimana kau? Tunjukan wujudmu!"

Tak lama kemudian, sebuah cahaya putih tiba-tiba muncul di depannya. Cahaya yang sangat menyilaukan hingga membuat Laura harus mengahalau silaunya cahaya itu dari matanya dengan punggung tangan.

"Aku di depanmu."

Suara itu kembali terdengar di telinga Laura. Tetapi kini wanita itu dibuat kebingungan. Di depan? Di depannya hanya ada cahaya. Apa maksudnya cahaya ini yang bicara? Cahaya bicara? Bagaimana bisa? batin Laura bertanya-tanya.

"Benar, anakku. Aku yang bicara. Cahaya di depanmu."

Laura menatap cahaya tersebut dengan kedua alisnya mengerut ke dalam. Wanita itu tidak percaya. Benarkah cahaya itu yang bicara? Dipikir-pikir itu tidak masuk akal cahaya bisa bicara kecuali di belakangnya ada seseorang yang bersembunyi.

"Kau pasti mempunyai wujud, kan? Tunjukan wujudmu baru aku bisa percaya."

"Baiklah."

Layaknya sebuah sihir, cahaya itu berubah menjadi seorang wanita yang sangat cantik. Kulitnya seputih susu. Rambutnya pun putih berkilau tapi bukan uban. Matanya yang berwarna biru seperti ada sebuah  kristal di dalamnya. Dari tubuhnya tercium harum semerbak bunga yang memabukkan.

Visual wanita itu tidak manusiawi.

Laura melongo dibuatnya. Sangat cantik. Para pria yang melihat kecantikan wanita di depannya pastinya akan jatuh cinta pada pandangan pertama. Ah, jangankan pria, bahkan Laura yang wanita saja sekarang jatuh cinta begitu melihat kecantikan wanita tersebut.

"Karena aku sudah menuruti kemauanmu, sekarang giliran kamu yang menuruti kemauanku."

"Kau tidak ikhlas? Dasar perhitungan!"

Tawa renyah terdengar dari bibir merah muda wanita cahaya itu, lalu ia berkata, "Hanya kau yang bisa mencibirku seperti itu."

"Itu sebuah penghargaan?"

Become A Queen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang