Prolog

90.8K 3K 21
                                    

JAKARTA, 2012

Alexander—yang lebih dikenal dengan nama kecil Aksa, menghela napas saat membaca layar ponselnya.

Jordan Airlangga
Gimana, udah berhasil cipokan belom?? Jangan lupa foto atau videonya ya, buat bukti!

Itu chat dari Jordan, temannya yang paling brengsek.

Ah, taruhan sialan. Aneh sekali dia bisa kalah taruhan, padahal dia selalu hoki seumur hidupnya. Giginya bergemeretak karena kesal mengingat kekalahan team sepak bola kesayangannya tadi malam.

Dan disinilah dia, harus menanggung akibat dari ketololan striker yang tiba-tiba mencetak gol bunuh diri itu.

Sialnya, Jordan selalu punya dare nyeleneh di otaknya.

Seperti kali ini, dia menantang Aksa untuk mendekati adik kelasnya dan mencuri satu ciuman, lengkap dengan bukti berupa foto atau video.

Korbannya Jordan sendiri yang tentukan. Dalam tenggat waktu 3 hari, Aksa harus berhasil memenuhi tantangan ini, jika tidak, Aksa harus merelakan vespa antik miliknya jadi milik Jordan.

Dan sampai dunia kiamat, Aksa tak akan pernah membiarkan hal itu terjadi. Vespa itu terlalu langka, terlalu antik, terlalu berharga untuk diambil Jordan.

Aksa melirik kearah perempuan yang duduk dengan rapi, di jok sampingnya.

Sedari tadi, cewek itu diam saja sambil menghadap kedepan.

Suara dengung mesin mobil terdengar tanpa jeda. Mereka sekarang berada di parkiran sebuah Mall, masih memakai seragam sekolah lengkap.

Tadi, saat jam pulang sekolah, Jordan tiba-tiba menentukan cewek ini sebagai target tantangan kali ini. Dengan sedikit gertakan, Aksa berhasil memaksa cewek tak berdaya ini untuk masuk ke mobilnya. Untung saja mobilnya sudah terpasang dashcam, jadi Aksa tak perlu repot-repot menyeting kamera agar dapat merekam momen ini.

"Nama lo siapa tadi?"

Cewek itu terkesiap mendengar suara Aksa. Jelas sudah kalau dia sedang ketakutan. Aksa tak heran, karena kalau dia di posisi cewek itu, dia juga pasti merasakan hal yang sama.

"Alexandria Kak."

Kening Aksa mengernyit. "Alexandria?"

"Adhinata—Alexandria Adhinata, kak." Sambung cewek itu. Padahal Aksa bukannya menanyakan nama lengkapnya, tapi merasa heran dengan namanya yang mirip dengan nama lengkap Aksa—Alexander.

Aksa menghela napas, Jordan tolol, nemu aja dia.

"Kak, saya boleh tanya?"

Aksa menoleh, "Hm?"

Alexandria tampak gugup. "Ini... kita mau apa ya disini? Soalnya... soalnya saya jam 5 ada les, kak."

"Sebentar aja kok." jawab Aksa. "Gue minta satu hal aja, sih."

"Apa ya kak?"

"Ciuman. Sekali doang, kok."

Wajah cewek itu langsung pucat pasi. "Hah..?"

"Habis ini, gue nggak bakal gangguin lo lagi,"

Alexandria menelan ludah. Rasa takut yang teramat sangat seketika menyergapnya.

"Kenapa... kenapa saya kak?"

"Anggap aja lo lagi kena sial."

Tanpa aba-aba Aksa mendekatkan wajahnya ke arah Alexandria, yang langsung menutup matanya erat-erat.

Sapuan tipis di bibirnya terasa, sebentar saja, mungkin sekitar 2 detik, sebelum akhirnya Aksa menjauh sambil menghela napas lega.

"Udah. Thanks ya."

Alexandria membuka matanya perlahan dan menatap ngeri kedepan. Jemarinya yang gemetar masih menggenggam erat tas yang berada di pangkuannya.

Tanpa pikir panjang, Alexandria langsung membuka pintu mobil dan turun, berlari meninggalkan kakak kelasnya yang bejat sambil menangis ketakutan.

***

He Was My First KissTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang