Mettasha beranjak dari duduknya, lalu membuka gorden dan jendela kamarnya. Semilir angin malam menerpa wajahnya yang sembab. Rambutnya yang terurai melambai seiring dengan datangnya angin. Sejenak ia menghirup udara hingga rasanya memenuhi seluruh paru-parunya. Hatinya masih terasa sesak dengan kehilangan ibunya, lalu mengingat kembali bagaimana akhirnya menjatuhkan hati pada seorang pria yang kini sudah tidak ada di sampingnya lagi.
Kakinya melangkah dengan pelan ke arah lemari putih besar yang berada di samping meja riasnya. Tangannya terulur menyentuh beberapa pakaian yang ditinggalkannya sebelum pergi ke Swiss, lalu membuka sebuah laci yang berada di bawahnya.
Tanpa sengaja ia menemukan dua bingkai foto. Ia mengambilnya dan diperhatikan dengan lekat. Dengan menggunakan selembar tisu yang diambilnya dari meja rias, ia mengelap debu tipis yang ada di permukaan kacanya.
Foto itu adalah saat Maxim wisuda kelulusan dari Universitas. Hanya ada Adrian, Yuniar dan Milian. Mettasha tidak ikut karena diancam oleh Maxim, tentu saja, dan didukung pula oleh Milian dan Yuniar. Kehadirannya saat itu hanya akan membuat mood Maxim menjadi tidak bagus.
Kala itu, Mettasha pun berpura-pura sakit perut. Dengan dibantu oleh Bibi Yati, akhirnya Adrian tidak memaksa putri bungsunya itu ikut serta di hari bahagia Maxim. Padahal pria paruh baya itu sudah menyiapkan pakaian yang dibelinya secara khusus untuk putri satu-satunya itu.
"Bahkan baju itu belum sama sekali aku pakai," gumam Mettasha.
Mettasha mengambil sebuah dress di bawah lutut berwarna kuning muda dengan motif kotak-kotak kecil dan blazzer crop top berwarna nude yang masih tergantung rapi di dalam lemari. Saat diberikan oleh Adrian, ia sangat senang dan merasa sesuai dengan seleranya.
Mettasha menghela napas, lalu meletakkan kembali dress itu ke dalam lemari dan beralih pada sebuah bingkai satunya. Foto di mana dirinya ada di sebuah foto kelulusan Milian yang berbeda setahun dengan kelulusan Maxim. Saat itu, ia sudah lebih dulu menolak saat Adrian ingin membelikan dress untuk menghadiri acara kelulusan Milian. Ia takut apa yang sudah dibelikan hanya akan menjadi sia-sia.
Bukan Milian kalau tidak mengancam Mettasha. Dengan dibantu oleh Bibi Yati lagi, Mettasha pura-pura kakinya mengalami cedera karena terpeleset di kamar mandi. Tapi kebohongan Mettasha ketahuan oleh Adrian sehingga dia memaksa untuk Mettasha agar tetap ikut. Dengan pakaian simple berupa kemeja flanel berwarna cokelat muda dan celana jeans, ia selalu berada di belakang Adrian supaya tidak diintimidasi oleh Maxim dan Milian.
Mettasha benar-benar tidak bisa menolak lagi. Selama dalam perjalanan ke acara, ia hanya diam dan menghindar dari tatapan kedua kakak tirinya itu.
Mettasha terkekeh melihat dirinya yang berada di samping Adrian dengan senyum dipaksakan. "Jelek banget gue di sini. Untung aja gue berdirinya di pinggir," komentarnya.
Tok! Tok! Tok!
Suara ketukan pintu menyadarkan Mettasha yang sedang berbicara sendiri. Tuas pintu itu bergerak dan pintu terbuka. Muncullah Maxim bersama Milian di belakangnya. Mereka terlihat jauh lebih dewasa dari terakhir kalinya sebelum ia pergi meninggalkan Indonesia delapan tahun lalu.
Mettasha pun merasa terkejut dengan kedatangan mereka. Dengan cepat, ia berdiri dengan tegap serta membusungkan dadanya seraya menyembunyikan dua bingkai itu di belakang punggungnya.
"Aku nggak lama kok, Kak. Mungkin satu atau dua hari aku di sini, lalu aku balik lagi ke Swiss," ujar Mettasha tiba-tiba tanpa ditanya, lalu menghindar ke sisi ujung kamar itu.
"Semengerikan itukah aku dan Milian?" tanya Maxim dengan kedua tangannya melipat di dada.
"Tenang saja,Metta. Kamu mau tinggal lama juga gak apa-apa," timpal Milian dengan nada santai walaupun terlihat sangat canggung dari wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
VIEIL AMOUR | HOSEOK
Художественная прозаMettasha terlahir sebagai putri konglomerat ternama yang memiliki banyak hal yang diimpikan semua gadis seusianya. Namun, ia memiliki masa lalu kelam sehingga membuatnya harus menutup rapat dirinya dengan sifat keras dan introver. Sampai suatu har...