11 | Salju di Bulan Desember

34 12 8
                                    

Nadean membuka tirai jendelanya dan mendapati pagi musim dingin yang sunyi, bahkan tak ada sehelai daun pun yang berdesir di luar. Suara telepon berdering membuat fokusnya teralihkan dari pemandangan yang sedang dinikmatinya.

Nadean mengambil ponselnya yang berada di atas nakas. Sebuah panggilan dari Indonesia.

"Halo, Bro!" jawab Nadean yang sudah tidak asing lagi dengan suara seseorang yang ada di panggilan tersebut.

"Nad, lo jadi balik besok, kan?" tanya seseorang di seberang tanpa basa-basi karena memang sesering itu mereka berkomunikasi. Dia adalah Jeremy.

"Jadi, jadi. Gue lagi prepare nih. Baru mau masukin baju ke koper sama barang-barang pesenan lo juga," kekeh Nadean.

"Pesenan istri gue kali maksudnya," jawab Jeremy sedikit menekankan.

"Iya, pokoknya pesenan keluarga lo, deh. Lagian, nih, istri lo bisa-bisanya kepikiran buat dibawain udara gunung Fuji segala, Jer."

Jeremy menghela napas panjang. "Gak tau, nih. Ngidamnya aneh-aneh banget! Untung aja dia gak minta dibawain gunungnya sama lo sekalian. Berabe nanti kalo Jepang kehilangan salah satu destinasi wisatanya," ujarnya yang lebih terdengar sebagai gerutuan.

"Ya, itu mah judulnya lo yang ngehamilin, Jepang yang direpotin," Nadean kembali terkekeh.

"Eh, ngomong-ngomong, lo berangkat dari sana jam berapa? Gue sama Duta udah janjian mau jemput ke bandara nih," ujar Jeremy semangat.

"Besok gue terbang dari sini jam tujuh pagi."

"Oh, berarti nyampe Indonesia jam setengah tiga sore, ya?"

"Ya, sekitar jam segituan. Kok, lo tau?"

"Iyalah! Gue search dulu kali durasi penerbangan Jepang ke Indonesia itu berapa jam. Kan, biar tepat waktu jemputnya," jelas Jeremy.

Nadean tertawa. "Oke, oke. Pokoknya sekitar jam segitu gue tiba di Indo. Eh, tapi gak apa-apa, nih, lo sama Duta jemput gue?"

"Gak lah! Kan, udah janjian. Kita sekalian temu kangen, bro!" ucap Jeremy begitu antusias.

Nadean tertawa lagi mendengar antusiasnya Jeremy. "Ya udah kalo gitu. Thanks, ya, Jer."

"Santai. Eh, ya udah, kalo gitu lo lanjut aja packing-nya. Gue mau anterin istri gue senam bumil dulu, nih. Udah manggil-manggil dia. Dari tadi berisik. Gue tutup teleponnya, ya, Bro. Bye! See you tomorrow," ucap Jeremy, dan tak lama memutus panggilannya.

"Ish! Ini anak kebiasaan banget! Belum juga dijawab, udah main matiin aja!" sungut Nadean sembari menggelengkan kepalanya pelan.

Embusan angin dingin dari jendela membuat kening Nadean mengerut mengekspresikan rasa dingin yang menelusup ke wajahnya.

"Huhhh! Dingin banget hari ini," gumamnya sambil menutup kembali jendela kamarnya.

🌺🌺🌺

Keesokan harinya, tepat pukul 14.20 WIB, pesawat dari Jepang baru saja mendarat di terminal tiga Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta. Duta dan Jeremy menunggu di pintu kedatangan sambil mencari sahabatnya yang sudah mereka tunggu selama kurang lebih lima belas menit lalu.

"Jer, itu Nadean!" pekik Duta sambil menunjuk ke arah seseorang yang baru saja keluar dari pintu kedatangan.

Benar. Itu memang Nadean.

"NADEAN, DI SINI!" teriak Duta heboh.

Melihat kedua sahabatnya berteriak dan melambaikan tangan padanya, Nadean tersenyum sambil menghampiri mereka. "Bro!" sapanya sambil memeluk satu per satu sahabatnya itu.

VIEIL AMOUR | HOSEOKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang