002. Tragedi di Hutan Perbatasan

8 5 0
                                    

00.32
Minggu, 08 September 2024
2437 kata

ENJOY!

🌒👑🌘

Angin semilir melintas. Memainkan padi yang mulai merunduk kuning. Pepohonan di sekitaran pula menari beriring. Remaja lelaki tampak berlarian di pematang. Tangannya terentang menantang angkasa. Tertawa riang dikejar teman sebayanya di belakang sana. Senyum merekah bebas tanpa beban.

"Arran! Kau tak bisa lari dariku!" teriak Ananias sembari terus mengejar Arran. Remaja bersurai pirang pucat itu tak mau menyerah. Padahal, Arran berlari sangat cepat. Melebihi rata-rata lari manusia.

"Coba sini tangkap aku, wlek." Arran membalik tubuh sebentar hanya untuk menjulurkan lidah.

Arran kembali berlari. Sayang sekali ia tak begitu memperhatikan pematang yang sempit. Kakinya tergelincir. Hilang keseimbangan, berakhir tercebur ke petakan sawah. Menindih padi yang siap panen.

"Aduh!" pekik Arran berusaha bangkit.

Ia menopang tubuh dengan telapak tangannya. Kemudian mengusap-usap pantat yang lebih dulu menghantam tanah basah. Pakaian Arran kotor oleh tanah sawah. Iris hijau cerahnya tenggelam separuh menahan perih.

"Ahahaha, makanya larinya tak perlu kencang-kencang, Ran. Habis basah bajumu." Ananias mengulurkan tangannya. Tanpa pikir panjang, Arran meraih tangan itu.

"Aku tadi lari biasa saja, kok," bela Arran sembari melangkah menuju rumah sederhana milik keluarganya. Ia harus membersihkan diri dan membantu orang tuanya memanen padi. Sudah cukup bermain-mainnya hari ini.

"Terserah apa katamu." Ananias berjalan di belakang Arran. Iris biru safir itu tampak beredar kemudian ia menepuk pundak Arran. "Ran, apakah kau tak takut jika Chloe mengamuk? Kau baru saja meratakan padi-padi itu," bisiknya kemudian.

Arran membalik tubuh sembari melambaikan tangan. Ia tertawa geli kembali mendekati Ananias. "Itu bukan masalah besar. Aku sudah biasa bertengkar dengan Chloe. Dan itu sangat mengasyikkan, asal kau tahu." Arran menaikkan bahu.

Arran berlari meninggalkan Ananias sembari berteriak, "Aku mandi dulu, ya! Kau pulanglah. Ini sudah sore. Setelah ini aku akan membantu orang tuaku memanen padi yang tersisa."

Ananias menatap kepergian Arran dengan heran. Bisa-bisanya anak itu sangat santai padahal jelas sudah melakukan kesalahan. Ananias menaikkan bahu tak peduli. Membalas ucapan Arran, "Baiklah, semoga sisa harimu menyenangkan, ya!"

Baru saja Ananias hendak berbalik pulang. Suara melengking terdengar memekakkan telinga. Chloe berjalan gusar sembari menarik kaus Arran yang kotor oleh tanah.

"Ayah! Bunda! Lihat apa yang Arran lakukan!" teriaknya sembari menahan amarah.

Mendekat ke arah orang tuanya yang masih sibuk memanen padi. Sawah mereka cukup luas. Sementara mereka tak mempunyai pekerja. Teknologi pun belum ada. Jadi wajar saja memanen padi bisa menghabiskan waktu berhari-hari.

"Ada apa, Chloe? Kasihan Arran kau seret seperti itu. Lihat, adikmu kesakitan." Alice meletakkan sabit. Ia beranjak berdiri kemudian mendekati putra-putrinya.

Alice menangkup kepala Arran lalu membawanya lepas dari cengkeraman Chloe. Segera Arran memeluk pinggang ibunya. Menyembunyikan kepala di sana. Tak peduli dengan pakaiannya yang kotor. "Ibu, Kak Chloe kasar. Arran tidak suka," adunya.

Chloe menatap masam wajah Arran yang bersembunyi separuh di pinggang Alice. Melengos hendak menyanggah ucapan Arran. "Tapi Arran nakal, Bun. Lihat, padi itu ambruk gara-gara Arran!" kesal Chloe karena ia merasa orang tuanya jauh lebih sayang pada Arran.

O1 || ARRAN : The Lost PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang