tiga : terharu

119 8 0
                                    

Setelah menghabiskan waktu bersama Sasa dan Digo di Mall, Cherly langsung pulang dan membersihkan tubuhnya.

Kemudian membaringkan tubuhnya di ranjang setelah melakukan ritual skincare malamnya.

Ah, lelah. Tapi seru.

Kalo tidak berteman dengan Sasa dan Digo mungkin Cherly memiliki malam minggu yang buruk diusia mudanya.

Tanpa izin Oma Retta dan bantuan finansial dari Om Argio, Cherly tidak akan mengenal kehidupan seru ini.

Mungkin Cherly akan menjadi bagian perempuan penyendiri yang suka sekali berdiam di kamar bersama dunianya sendiri dan pikirannya tidak luput dari rasa bersalah atas kehilangan keluarga yang dicintainya.

Ah, Cherly banyak-banyak mengucapkan rasa syukur atas rezeki yang diberikan sama Tuhan untuknya, Oma Retta, dan Om Argio.

Terima kasih banyak, Tuhan.

Cherly beranjak keluar kamar. Kakinya membawa sang pemilik ke dapur.

"Lah? Belum tidur Om?" Kaget melihat Argio duduk di kursi makan sambil fokus ke laptop.

Argio menggeleng tanpa menatap Cherly.

Karena memiliki jiwa penasaran akut, Cherly mengendap mendekati Argio untuk melihat jelas isi objek yang menjadi fokus Argio di malam hari.

Dan ya, tidak jauh soal pekerjaan pria matang, mapan, dan rupawan itu.

"Om mau aku buatin apa?" Cherly berinisiatif menawarkan minuman ke Argio. Karena dilihat-lihat pria itu membutuhkan suatu minuman yang menunjang kerja malamnya.

"Apa aja." Oh okay.

"Kopi?"

"Susu aja. Tapi coklat ya." Ugh, kecintaan sekali sama coklat.

Cherly segera membuatkan dua gelas susu coklat sesuai keinginannya dan Argio.

"Cherly, kalo udah buatin susu. Saya minta tolong panggil Mamah ya buat ke sini."

Tuk.

Satu gelas untuk Argio dan satu gelas lagi buat Cherly ditaruh di meja makan.

"Oma bukannya udah tidur ya?" tanyanya mengingat jam digital kamarnya hampir setengah sepuluh.

Argio menggeleng, "Belum. Mamah lagi baca buku di kasur."

Cherly pun menurut memanggil Retta sesuai permintaan Argio.

Tok!

"Masuk."

Pintu kamar Retta dibuka kecil hingga kepala Cherly bisa masuk melalui celah pintu.

Cherly menyengir melihat Retta yang tersenyum lembut ke arahnya.

"Ada apa sayang?"

Cherly melangkah masuk. Kemudian mengambil posisi dekat Retta yang duduk dibibir ranjang dengan lampu baca menyorot buku.

"Oma lagi baca buku ya?"

Retta menaruh sejenak buku dan kacamatanya di meja dekat kasur sebelum membalas pelukan Cherly.

"Iya dong. Tua kayak gini harus rajin baca buku."

Cherly tertawa pelan bersamaan perasaan hangat nan nyaman menjalar tubuhnya setiap Retta memeluk seraya mencium rambutnya.

Sejenak Cherly melupakan perintah seseorang yang membawanya ke kamar Retta.

"Oma sedikit lagi enam puluh tahun. Oma mau kado apa dari aku?"

Posisi Cherly berubah menjadi rebahan dengan berbantalan paha Retta. Kelopak matanya tertutup ketika tangan Retta mulai mengusap rambutnya.

"Apa ya? Oma gak minta apapun selain kamu sehat, bahagia, dikelilingi orang baik, sukses dan terus berdoa ke Tuhan."

Mata Retta berkaca-kaca setiap mengingat peristiwa kecelakaan yang merenggut nyawa putrinya, menantunya, dan cucu pertamanya.

"Oma sayang banget sama kamu.. kamu itu berharga bagi Oma.."

Cherly tersenyum dibalik perut Retta mendengar penuturan menyesakkan wanita yang telah kehilangan anak sulungnya.

"Oma gak boleh sedih. Nanti Cherly kadoin tas mehong ya."

Tok!

Tanpa izin Argio masuk bersama laptop ditangannya.

"Saya minta tolong apa ke kamu?"

Cherly lantas memukul pelipisnya, "Maaf kelupaan," Menunjukkan tanda perdamaian ke Argio yang jalan ke bibir ranjang dan duduk di kursi kecil.

"Lagian juga gak boleh suruh orang tua ke dapur, Om. Gak sopan."

"Bawel."

Retta tertawa pelan, "Emang ada apa suruh Mamah ke dapur malam-malam? Suruh Mamah masak gitu?"

Gak tua, gak muda, sama-sama membuat Argio pusing.

Argio langsung mengarahkan laptop ke Retta. Menunjukan sesuatu yang telah lama dirancangnya sedemikian rupa hanya untuk keinginan sang mamah yang baru terlaksanakan diusia barunya nanti.

"Bagaimana? Mamah suka?"

Reflek Cherly terduduk sambil menutup mulutnya tidak menyangka melihat rancangan Argio.

Retta tidak bisa berkata apapun selain menangis dan memeluk anak bungsunya yang telah mewujudkan keinginan di masa tuanya.

"Makasih banyak sayang.. makasih banyak.. udah wujudkan keinginan masa tua Mamah."

Argio menyingkirkan cepat laptopnya sebelum membalas pelukan sang mamah. Pria itu tersenyum haru merasakan bahu Retta bergetar akibat menangis.

"Besok kita bertiga liat bangunannya ya. Mamah pasti suka."

Pelukan pun terlepas.

"Kamu kok gak bilang ke Mamah sih?"

Argio tersenyum menyebalkan, "Kan surprise. Bukan begitu, Cherly?"

....

FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang