Cerah pagi di hari weekend mendukung kegiatan Argio, Retta, dan Cherly di luar ruangan.
Cherly memakai dress putih dipadukan pita baby blue di pinggang, Retta berkemeja panjang selutut berwarna senada, dan Argio berkemeja biru langit dengan bawahan celana putih selutut.
Ya, setelah acara haru tadi malam, Retta menginginkan besoknya berpakaian senada seperti saat ini.
"Kita breakfast dulu ya."
Cherly mengangguk di kursi samping kemudi.
"Di Mall aja, sayang."
Selain ke tempat spesial yang dibicarakan tadi malam, mereka akan mengunjungi Mall hari ini.
Lagipula mereka sudah lama tidak menghabiskan waktu di luar.
Jika keluar pun hanya Cherly dan Retta yang membeli belanjaan bulanan, sementara Argio lebih berdiam diri di rumah.
"Habis ini ke kuburan Papah ya, Ma."
Cherly melirik Argio yang sepertinya semangat sekali menyambut minggu ini.
Bisa dilihat ada secuil senyuman dan berbinar senang di wajah tampannya.
"Sama Kak Crisya," lanjut Argio mencuri lirikan ke Cherly yang belum membuka suaranya selama perjalanan.
"Iya, Gio," jawab sang mamah dari kursi penumpang.
Cherly memilih memperhatikan pemandangan jalan yang sebenarnya tidak menarik di matanya.
Energi pagi harinya hilang entah kemana, padahal seharusnya cewek itu senang karena bisa keluar bersama Retta dan Argio.
"Cherly," panggil Argio yang tidak menyukai keterdiaman Cherly.
"Iya?"
"Semalam mimpi apa?" tanya Argio yang terdengar basa-basi. Padahal cowok itu sedang mencari topik agar cewek disebelahnya tidak diam selama bersamanya.
Cherly menatap lurus, "Semalam mimpi makan es krim. Om mau beliin aku es krim gak?"
Argio menatap sejenak Cherly yang menuntut jawaban.
"Boleh aja sih. Tapi ada syaratnya."
Posisi tubuh Cherly menyamping, "Apa? Aku harus apa? Beli yang banyak ya," desaknya tak luput matanya berubah berbinar menginginkan sesuatu.
Argio menyukai tatapan berbinar daripada tatapan kosong Cherly.
"Ci–"
Belum selesai berbicara suara kecupan menyapa telinga Argio dan Retta.
Cup!
Bukan hanya sekali dua kali tapi berpuluh kali sampai seisi mobil menggema suara kecupan Cherly di pipi Argio.
Tatapan Retta tidak ada rasa senang, melainkan khawatir melihat kelakuan Cherly.
"Cherly. Gio."
Bukannya menjauh Cherly semakin merajalela memeluk leher Argio sambil menciumi pipinya.
"Cherly. Gio."
Tubuh Cherly terpaksa dijauhkan oleh Retta.
"Kalian dengar Mamah gak sih?!"
Cherly langsung duduk terdiam di kursinya sambil menunduk bersalah di depan Retta.
Sedangkan Argio mengelap wajahnya menggunakan tisu. Sesekali menghembuskan nafas kasar karena tidak menyangka jika Cherly akan menciumi pipinya brutal di depan sang mamah.
"Cherly, Gio, jangan seperti itu. Mamah gak suka. Terutama kamu Cherly jangan cium Argio sembarangan."
Cherly mengangguk tanpa suara.
"Kamu juga Gio, tolak ciuman Cherly. Gak sepantasnya kamu mendapat kecupan dari ponakan yang sudah besar."
Tentunya Argio tidak terima atas perkataan Retta.
"Kalo nolak kita bakal celaka, Mah. Aku lagi nyetir dan Cherly cium aku tiba-tiba."
Iya kah? Apa itu hanya alasan semata? Entah lah, pastinya Argio sama kesalnya seperti Retta.
Retta memijit pelipisnya pusing akibat kelakuan cucu dan putra bungsunya.
"Cherly kamu dengar Oma kan?" tanya Retta merubah intonasinya kian melembut.
Cherly mengangguk.
"Gunakan suaramu, Cherly."
Akurasi mood Cherly semakin merosot turun tak terkendali di minggu pagi.
Ya, Tuhan.
Cherly paling malas di dekat Argio saat pria itu memunculkan sifat otoriter layaknya komandan peperangan.
"Iya Oma."
Retta tersenyum lembut ke sang cucu satu-satunya.
Akhirnya kendaraan roda empat memasuki parkiran basement Mall.
Mereka keluar mobil. Berjalan sebentar. Lalu memasuki gedung pusat belanjaan.
"Langsung ke resto aja, Mamah udah laper."
Mereka melipir ke restoran yang menu utamanya daging.
Argio mengambil meja di posisi sedikit tertutup.
Retta duduk berdamping sama Cherly dan Argio berhadapan sama Cherly.
Buku menu datang. Mereka langsung memesan makanan yang bukan lagi disebutkan sarapan di jam 11 siang.
Karena bosan hanya melihat orang lalu-lalang, Cherly lebih membuka ponselnya berupaya moodnya balik cepat di hari weekend.
"Sebisa mungkin taruh hp kalo lagi sama Oma."
Lagi? Dude c'mon.
"Oma aja gak masalah. Kenapa Om yang bermasalah sih? Om gak liat kalo Oma juga main hp?" tukasnya menunjukan ekspresi tidak terima menjadi sosok yang terus disalahkan.
"Om juga gak sadar kalo main hp juga? Apa aku harus bawain cermin biar Om sadar diri?"
Maaf, tapi Cherly kesal sekali ke Argio.
"Cherly udah ya. Gio cuma iseng. Gio minta maaf ke Cherly."
Tidak akan.
Cherly bisa melihat angkuhnya Argio di matanya. Pria itu tidak akan minta maaf kalo tidak merugikan diri sendiri.
"Gak usah Oma. Cherly gak butuh permintaan maaf dari Om Gio. Memang Cherly serba salah di mata Om Gio."
...
KAMU SEDANG MEMBACA
Fate
Teen Fiction"Perhatiannya dia itu gak lebih dari seorang Om ke ponakan. Apalagi ibu lo, kakaknya dia. Jadi, apa yang lo dapatin dari dia itu gak jauh dari rasa sayang seorang adik ke anak kakaknya." ... "Aku rela jadi simpenan Om Gio." © narrberry_ , 2024