Freen Sarocha!

439 17 0
                                    

Gadis jangkung ini tersenyum riang, setelah sekian lama ia akhirnya dapat pulang lebih cepat dari biasanya. Seingatnya terakhir kali menikmati padatnya jalanan sore kota Bangkok, dua tahun yang lalu? Kala itu ia masih sama sibuknya dengan berbagai pekerjaan sampingan yang tak banyak membantu mengisi tabungannya. Pagi hingga siang ia harus sekolah, siang hingga sore mengambil pekerjaan sebagai model dan figuran kelas bawah, malamnya ia harus bekerja part-time di minimarket dekat rumah.

Hei itu tak semenyedihkan kedengarannya. Jangan lupakan weekend favoritnya, ia akan tidur hingga panas matahari menampar mukanya, atau air cucian beras menerjangnya saat ia tengah di puncak mimpi. Ya, Ia bukan anak penurut, meski tidak bisa dibilang tidak baik juga. Perdebatan antara anak dan ibu bukan hal yang harus disayangkan. Gadis ini tau sang ibu begitu mencintainya, begitupun sebaliknya. Karena mereka hanya dapat mengandalkan dan memiliki satu sama lain.

Tidak, tidak! Sekali lagi tak semenyedihkan kedengarannya. Ia suka kehidupannya baik dulu maupun sekarang. Ia bukan tipe anak yang murung dan lemah. Gadis ini tumbuh dengan baik, semua orang menyukainya. Ia juga selalu menjadi dirinya sendiri, tak ada hal yang ia tutup-tutupi. Semua serba apa adanya, namun tetap dalam batasan tertentu. Tutur katanya pun menghibur, tak membosankan. Pribadinya begitu menyenangkan hingga siapa saja akan dengan mudah memberi atensi lebih padanya, meski terkadang orang-orang akan segera tau saat ia sedang dalam mood yang buruk.

Tidak ada yang akan menolak berteman dengannya bahkan jika hubungannya lebih dari itu. Ia begitu mudah mencuri hati orang-orang di sekitarnya, meski itu tak berlaku sebaliknya. Gadis yang hangat di luar ini layaknya matahari. Cerah, menghangatkan, namun begitu sulit digapai. Seolah jaraknya begitu dekat dirasakan, membuat semua orang meyakini kesempatan semu itu.

Hanya satu kekurangannya.

Ia tak bisa berkomitmen dalam hubungan. Membuatnya nampak seperti pemain handal. Sebenarnya ia tak terlalu mempedulikan bagaimana pandangan orang tentangnya, nyatanya ia hanya berbuat baik ke semua orang. Dan yang terpenting ia tak pernah menjanjikan apapun.

Ddrrtt..

Getaran ponsel menyadarkan lamunannya. Mengernyit dahi kala menatap layar gawainya.

“Halo, ada apa phi?”

“Dimana kau?”

“Aku?” Sang gadis mengedarkan pandangannya ke kanan dan ke kiri. Oh, sudah sampai di stasiun ternyata. Ia segera menyerahkan kartu kereta usangnya ke penjaga.

“Aku sedang di stasiun”

“Apa?!”

“Stasiun, se-ta-si-un, stasiun!” Ujarnya lebih jelas lagi.

“Untuk apa?!” Ia mengenyitkan dahinya. Menjauhkan ponsel dari telinga. Menatap layar itu heran sebentar, memastikan ia berbicara dengan orang yang ia kenal. Lalu kembali melanjutkan pembicaraan.

“Ada apa dengan pertanyaanmu phi? Tentu saja untuk naik kereta” jawabnya sembari mempersilahkan penumpang lain memasuki kereta terlebih dahulu.

“Aku tau itu, bodoh! Maksudku kenapa harus naik kereta?” Ia membuka mulutnya, melafal huruf A panjang tanpa bersuara sembari mengangguk-angguk. “Aku akan pulang ke rumah sebentar, mungkin besok akan kembali lagi” jawabnya.

“Lalu kenapa harus dengan kereta?! Kau bisa berkendara sendiri atau memintaku untuk mengantarmu dengan mobil. Demi apapun rumahmu hanya di kota sebelah, dan kau memilih menggunakan transportasi umum yang tidak aman itu?” Ia mengangkat alis kirinya. Bagian mana yang tidak aman? Hei, Thailand tak seburuk itu untuk menyediakan transportasi umum yang nyaman bagi warga negaranya.

Gadis itu mengedikkan bahunya, “Kau terlalu berlebihan phi, lagi pula lebih hemat dan tidak merepotkan banyak orang. Aku sudah terbiasa dengan transportasi umum. Dulu aku selalu menggunakannya, kau ingat ka-” ujarnya sembari memainkan kuku sebelum orang di seberang memotong pembelaannya.

“Kau yang harusnya ingat, kau sekarang artis” Gadis itu berhenti, mematung seketika, menegapkan badannya.

“Auw! Aku lupa aku artis!” Pekiknya sembari mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Dan benar, semua orang memandang ke arahnya. Ia hanya tersenyum kikuk sembari mematikan sambungan telepon.

Tangannya terangkat, dengan ragu-ragu melambai “h-haii..” mencoba menyapa.

“FREEN SAROCHA!”

The Untitled UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang