Bocah

104 21 4
                                    

"Landasan pacu sore-sore ngabuburit!"

Radit menghela nafas kasar. Ia bangun dari tidur sorenya. Pergi ke kamar mandi lalu membasuh wajah. Tak peduli dengan raut wajah khas bangun tidurnya. Maupun tubuh berbalut kaos kutang serta celana pendek batik panjang yang sering dipakai menjadi pengganti piyama. Ia berjalan membuka pintu Rumahnya.

Sudah tiga bulan kejadian ini sudah terjadi. Agaknya, setiap tiga kali dalam seminggu sudah Ia alami. Kejadian dimana akan ada seorang bocah bau kencur yang mengklaim kalau hanya dia seorang yang layak menjadi pacar bocah baru puber tesebut.

Iya, Radit memanggil bocah tersebut bocah puber mengingat bocah itu usianya masih delapan belas tahun dan baru lulus Sekolah Menengah Atas. Bahkan Radit tidak yakin bocah itu sudah mempunyai kartu tanda pengenal. Selayaknya dirinya sebagai warga negara yang baik dan taat.

Biar Radit bantu kenalkan, nama bocah itu Sena, Nawasena lebih tepatnya. Bocah baru lulus Sekolah Menengah Atas yang tanpa sengaja Radit tolong karena suatu hal. Semenjak itu Sena selalu berusaha mendekatinya.

Kalau begini ujung ceritanya. Radit mengaku menyesal sudah berbaik hati merelakan waktu dan sedikit uangnya untuk menolong bocah puber yang berakhir selalu mengganggu waktu tidur siangnya.

Ada saja tingkah bocah puber itu untuk menarik perhatiannya. Dari cara yang paling halus sampai unik. Seperti ini salah satunya. Mentang-mentang Radit ini ada darah Jawanya dan suka pergi kemana-mana pakai motor gede. Sena dengan sengaja menyanyikan lagu jedag-jedug cinematic langganan fyp tikitoko setiap kali melewati Rumahnya.

Iya, nasib apes Radit yang lain adalah fakta kalau Ia memiliki Rumah yang berjarak hanya lima Rumah saja dari Rumah Sena. Hal sederhana yang berhasil membuat Radit selalu menghela nafas setiap kali bocah tengil itu berulah.

Iya, sekali lagi, berulah untuk menarik perhatiannya.

Pemandangan pertama yang Radit lihat adalah Sena yang sedang memesan siomay keliling tepat didepan Rumahnya. Bahkan bocah itu membawa sendok besi juga piring biru bening hadiah dari pembelian salah satu produk pembersih pakaian.

Demi Tuhan, kenapa Sena tidak memesan didepan rumahnya sendiri sih? Kenapa harus tepat didepan rumahnya?

Sengajakah? Untuk membuat Radit kesal karena terpaksa bangun dari tidur siang.

"Eh ada mas Radit!" Sapanya polos tak berdosa. Seolah lupa kalau tadi berteriak kencang didepan empunya Rumah.

Sabar Radit, sabar, orang sabar murah rezekinya, sabdanya didalam hati.

Radit hanya bisa tersenyum kecil, "Sena jangan dibiasain, ya. Mas baru aja tidur sejam. Mas tadi malam gak tidur. Semalaman suntuk begadang buat laporan yang baru juga mas kumpul sejam yang lalu."

Tentu Radit tidak berbohong. Ia bekerja sebagai administrator disebuah perusahaan Jasa editor. Ia diminta untuk membuat daftar pemesan jasa bulanan untuk direkap oleh divisi keuangan. Siapa sangka ketika selesai berjuang dan berniat untuk istirahat malah diganggu oleh bocah dihadapannya.

"Ah, maaf mas aku gak tau," balas Sena sendu. Bocah itu tampak menunduk lesu seolah bersalah dan Radit hanya bisa mendumal kecil karena rasa lelah dan kantung yang menyerangnya disaat yang bersamaan.

"Iya gak apa-apa. Mas maafin tapi jangan diulangi lagi, ya-" imbuh Radit dengan nada lembut.

Ia juga tak tega hati untuk memarahi Sena. Lagi pula, anak itu juga terlihat menyesali perbuatannya. Ia tak sejahat itu untuk membentak bocah tersebut hanya karena permasalahan yang tak seberapa.

"-Pakde, satu bungkus ya. Punya Sena sekalian saya yang bayar."

Radit tidak begitu tahu apa yang terjadi. Yang Ia ingat, Ia membayar sejumlah uang dan mengambil sebungkus siomay hangat lalu kembali masuk kedalam Rumah. Meletakan siomay kedalam mesin penanak nasi sebelum kembali tidur keatas kasurnya.





Bocah [HyukHwan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang