Bab 11

19 4 0
                                    

"papa..". Panggil Fani pada suaminya yang tengah mengamati berkas-berkas didepan nya.

Pria paru baya itu langsung menghentikan aktivitas nya dan melihat kearah sang istri yang tengah menemani nya diruang kerjanya.

Sudah menjadi kebiasaan jika Dirga bekerja diruang kerjanya, maka sang istri dengan setia menemani hingga selesai.

"Ada apa sayang?". Jawab Dirga dengan lembut.

"Aku merasa jika putri kita sudah jauh dengan kita pa". Balas Fani membuat dirga mengerutkan keningnya.

"Maksud mama apa? Putri kita tidak jauh kok. Buktinya sesha selalu bermanja sama kita".

Wanita paru baya itu menghela nafas panjang. "Bukan Sesha maksud aku pa, tapi Nara putri kandung kita. Sikapnya sudah berubah bahkan seperti tak menganggap kita sebagai orang tuanya. Mama iri jika Nara berinteraksi dengan bi Marni. Dia nampak ceria dan terlihat santai tapi lihatlah jika berhadapan dengan Kita nara seperti menganggap kita ini adalah orang asing. Mama sangat sedih melihatnya.

Bagaimana pun dulu kehadiran Nara sangat dinantikan pa, mama susah payah melahirkannya tapi setelah dewasa anak itu malah dekat dengan pembantu kita yang bukan siapa-siapa nya. Mama sakit hati pa hiks...". Jelas  memukul dadanya yang terasa sesak.

Apalagi membayangkan anak nya yang selalu berpamitan dengan bi Marni membuatnya sering bersedih, karena Nara tidak pernah lagi berpamitan dengannya semenjak pulang dari rumah sakit.

Dirga membawa sang istri masuk dalam pelukannya, diusapnya nya lembut punggung sang istri sesekali pria paru baya itu menenangkan Fani.

"Mama mau memecat bi Marni?". Tanya Dirga yang menyerahkan semua keputusan pada sang istri.

"Aku tidak tahu pa, kasihan juga Bi Marni yang sudah lama ikut dengan kita. Masa kita memecatnya tanpa ada kesalahan". Fani menggeleng kan kepalanya pelan.

Dirga bukannya sadar tapi menyalahkan orang lain, seharusnya sebagai pemimpin keluarga dia tahu mana yang benar dan tidak.

Seharusnya Fani dan Dirga introspeksi diri kenapa bisa putri kandungnya seperti itu. Apa mereka tidak sadar? Setelah mereka membawa anak yang entah kemana orang tua nya masuk ke dalam rumah mereka, saat itu juga kebahagiaan Nara langsung terenggut sepenuhnya karena dikuasai oleh Sesha yang terlihat rapuh dan juga lemah lembut.

"Papa juga bingung ma apalagi menghadapi sikap Nara akhir-akhir ini yang bertambah n*kal dan sangat susah diatur".

Sepasang suami-istri itu terdiam cukup lama dengan pikiran mereka masing-masing. Entah apa yang mereka pikirkan hanya mereka lah yang tahu.

"Kenapa yah pa keluarga kita berantakan ? Zora juga tidak pernah datang kesini lagi padahal mama sangat rindu dengannya dan cucu mama". Ucap Fani ketika pelukan sang suami mulai melonggar.

"Mama tahu sendiri kan jika Zora sangat tidak menyukai Refa, apalagi pertama kali kita membawanya kerumah ini. Zora orang pertama yang langsung menolak nya dengan keras". fani menganggukkan kepalanya mendengar penjelasan sang suami.

"Biarkan saja dulu, pasti juga Zora akan kesini lagi kalau dia tidak marah lagi dengan kita". Lagi-lagi Fani hanya mengangguk mengiyakan saja ucapan suaminya.

Setelah mengerjakan beberapa pekerjaan nya, sepasang suami istri itu akhirnya keluar dari ruangan kerjanya menuju ruang tamu untuk sekedar menikmati siang mereka sambil menunggu anak-anak nya pulang.

Dirga sengaja tidak datang ke perusahaan nya hari ini karena menemani sang istri yang merasa kurang enak badan, jadi pekerjaannya harus dikerjakan dirumahnya saja.

Tak lama mereka duduk, suara mobil terdengar dari luar berhenti didepan dan benar saja Bima dan Sesha sudah pulang, keduanya segera masuk kedalam rumah langsung menyalami kedua orang tuanya.

fani yang tidak melihat Nara celingak-celinguk mencari keberadaan putri nya.

"Kalian tidak pulang dengan nara ?". Tanyanya menatap reza dan Refa.

"Kami tidak melihat nya tadi ma, makanya kami pulang duluan". Jawab Reza seadanya.

"Loh kenapa tidak di tunggu sih, dia adik mu juga loh reza. Kasihan kalau pulang sendiri". Geram Fani pada sang anak.

Refa dalam diam ketar-ketir sebab Fani mulai menampakkan kekhawatiran nya pada Nara, gadis itu tidak ingin jika Fani menyayangi Nara karena hanya dialah yang patut di sayangi dalam keluarga barunya.

"Mama apaan sih, biasanya juga nggak gitu kok. Dia juga akan pulang sendirinya. Nara itu sudah besar ma tahu jalan pulang". Balas Reza tak terima karena hanya gara-gara Nara ibunya memarahi dirinya.

"Bukan begitu nak tapi mama...".

"Aku kekamar dulu pa, ma, kak Reza". Ujar Refa langsung berlari menuju kamarnya.

"Tuh lihat Refa ngambek kan. Bukannya ditawarin makan atau apa kek ini malah marah-marah gara anak tidak berguna itu". Reza juga beranjak dari sana sambil bersungut-sungut bahkan tanpa menghiraukan panggilan Dirga.

"Mama ke kamar Refa dulu yah pa, mama merasa bersalah sama dia". Dirga hanya mengangguk membiarkan sang istri.

Helaan nafas keluar dari mulut pria paruh baya itu, sejak tadi Dirga melihat kearah pintu menunggu kedatangan putrinya tapi hingga sore hari Nara tak menampakkan batang hidungnya juga.

"Nara kemana yah pa ?". Tanya Fani yang baru turun dari kamar anak angkatnya.

"Papa juga nggak tahu ma, dari tadi papa tunggu anak itu tapi belum sampai juga dirumah ini". Jawab Dirga memijit pangkal hidungnya.

Bahkan hingga jam menunjukkan pukul delapan malam Nara belum juga pulang. Tapi pendengaran mereka langsung tertuju pada mobil yang berhenti. Ternyata Davin yang pulang tanpa ada Nara.

Pria itu acuh tak acuh pada keluarganya yang tengah menatap nya. Tapi walaupun begitu Davin tetap menyalami kedua orang tuanya dan segera beranjak dari sana. Sedangkan Reza dan refa tidak disapanya, padahal meraka berdua baru keluar dari kamar nya.

"si*l, kak Davin kenapa tiba-tiba berubah sih. Ini tidak bisa di biarin karena keluarga dirumah ini harus menyayangi ku dan membenci Nara j*lang itu'. Batin Refa terus menatap kepergian Davin.

"CK kenapa sih kita harus nunggu dia, paling juga dia berkeliaran diluar sana cari om-om". Ujar Reza membuat mata kedua orang tuanya melotot.

"Reza jaga ucapan mu, papa tidak pernah ajarkan hal-hal semacam itu!!!". Bentak dirga membuat Reza memutar bola matanya malas.

"Loh memang benar kan, jika itu tidak benar bagaimana Nara bisa dapat uang setiap hari naik ojek dan pulangnya belanja makanan kalau bukan dari om-om nya"

Kedua orang tuanya terdiam, karena memang Dirga menahan uang jajan Nara karena anaknya itu suka melawan, jadi terpaksa Dirga melakukan itu agar Nara berfikir untuk tidak melawan orang tuanya.

"A-aku pernah lihat kak Nara jalan sama laki-laki ma seumuran dengan papa". Fani dan Dirga langsung melihat kearah refa.

"Kapan kamu melihat nya sayang". Tanya fani penasaran.

"Bukan aku sih yang melihatnya lebih tepatnya teman refa ma, waktu kak Nara pulang terlambat juga yang membawa kantong kresek penuh Snack".

"Maksud nya?".

Gadis itu langsung mengutak-atik ponselnya dan memperlihatkan sesuatu didalam sana membuat Dirga menatap nyalang gambar tersebut.

'yes berhasil'. Batin refa bersorak ria.

Bersambung...

Y.A.K.A.D Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang