Tepat pukul sembilan malam akhirnya Nara pulang kerumah orang tuanya, gadis itu sedikit tersentak ketika melihat Dirga yang ternyata sedang menunggu nya.
Bukan cuman Dirga tapi fani dan kedua kakaknya tengah menatap kearah nya dengan tatapan tajam dan juga refa ada disana. Davin yang awalnya tidak percaya perkataan Refa akhirnya percaya karena adik angkatnya menyertakan bukti tentu sebagai kakak nya hal itu membuatnya emosi.
Nara sudah tidak memakai baju sekolah lagi tapi memakai baju santai karena gadis itu memang sengaja membawa baju ganti, agar tidak repot pulang balik kerumah nya.
"Apa sudah puas jalan-jalannya dengan bandot tua sampai baru pulang jam begini?". Tanya Dirga membuka suara, matanya tajam seperti elang.
Nara sudah menduga jika akan ada drama nantinya ketika dia pulang kerumah, padahal dia keluar bukan untuk keluyuran melainkan harus bekerja paruh waktu karena tidak mau merepotkan kakak tertuanya Zora.
Gadis itu terdiam, bukan takut untuk menjawab tapi rasanya percuma karena mereka juga tidak akan percaya dengan apa yang dijelaskan nantinya.
"Anggap saja seperti itu". Jawab Nara seadanya membuat Dirga mengepal tangannya kuat.
"Begitulah anak pembawa s*al, hidupnya selalu menyusahkan. Mungkin saja dia ingin hidup bebas sampai harus menggait om-om yang seharusnya menjadi papa nya". Timpal Reza membuat hati nara sakit.
Apa tidak ada lagi yang mempercayai nya dirumah ini, sampai tuduhan murahan saja sampai harus diladeninya.
"Kenapa? Itu hak saya dan kamu tidak perlu ikut campur. Cukup urus dirimu sendiri tidak usah mencampuri urusan saya".
Plak
Lagi-lagi tangan sang ayah mendarat di pipi mulus Nara, gadis itu tidak dapat menangkisnya karena begitu cepat Dirga m*nampar nya sampai mundur beberapa langkah.
Hanya senyum miring yang dapat diperlihatkan nya, bahwa hanya dengan t*mparan saja tidak akan membuatnya lemah.
"Jika kamu memang ingin bebas silahkan angkat kaki dari rumah ini tanpa membawa apapun dari sini. Aku menganggap mu bukan anak ku lagi".
Duar
Seperti nya langit menyetujui perkataan Dirga sampai petir tiba-tiba bergemuruh menandakan jika sudah tidak ada ikatan lagi antara dirinya dan sang anak.
Semua orang tersentak kaget kecuali Nara dan tentunya Refa yang memang menginginkan putri kandung dirumah ini diusir dan dia akan menjadi putri satu-satunya nya yang akan disayang di keluarga Mahendra.
"Pa..". Panggil Fani agar suaminya tidak benar-benar dalam berucap.
"Mama tenang saja, papa yakin jika anak tidak tahu d*ri ini tidak akan bertahan lama diluar sana. Papa pastikan dia akan kembali lagi kerumah ini". Jawab Dirga dengan sangat percaya diri.
Nara yang mendengar kalimat itu tersenyum kecut. Jangan terlalu pede tuan Dirga, karena saya pastikan kata-kata anda tidak akan pernah terjadi. Sekalipun saya m* ti saya tidak akan pernah menginjakkan kaki lagi dirumah terkutuk ini. Mulai sekarang saya melepas nama Mahendra pada nama saya. Kita bukan keluarga lagi seperti apa yang anda katakan tadi tuan. Saya sudah menganggap jika keluarga saya sudah meninggal".
Deg
Hati Dirga terasa nyeri seperti banyak ribuan jarum yang menusuk nya dari dalam, perkataan sang anak yang begitu menohok membuatnya hanya sekedar untuk bernafas pun sangat susah.
"Semoga kalian bahagia dengan keluarga anda dan kalian janga pernah cari saya lagi. Semoga penyesalan tidak menghampiri kalian semua karena jika sampai itu terjadi maka saya tidak akan pernah memberi maaf walaupun kalian berlutut dihadapan saya dan menangis darah sekalipun".
Nara menatap satu persatu keluarganya, sungguh gadis itu teramat kecewa dengan orang tuanya terutama sang ibu yang hanya diam ketika putrinya disakiti.
"Satu hal yang kalian harus tahu sebelum saya meninggalkan rumah ini. Jika saya pulang malam sehabis pulang sekolah bukan untuk bersenang-senang seperti yang kalian tuduhkan, tapi saya harus bekerja paruh waktu hanya untuk sekedar menyambung hidup saya karena tidak mendapat hak dari orang tua sendiri".
Setelah mengatakan hal itu Nara keluar dari rumah kedua orang tuanya setengah berlari, tak lama kepergian Nara tiba-tiba petir kembali menyambar dan hujan deras menghampiri.
Davin bergeming ditempat, pria dewasa itu tidak tahu jika orang tuanya menahan uang jajan sang adik, hingga Nara harus bekerja diusianya yang seharusnya menikmati hidup tapi terkuras dengan dunia.
"A-apa maksud Nara pa? Apa papa menahan uang jajan nya?". Tanya Davin dengan terbata-bata.
Dirga hanya bisa mengangguk pasrah, sungguh sebagai ayah dia sangat tidak becus dalam menjaga putrinya. Sedangkan Fani sudah menangis sejak tadi ketika kepergian putrinya.
Davin memejamkan matanya sesaat, menatap langit-langit platform yang berwarna putih. Seharusnya dia tidak percaya akan perkataan Refa dan sekarang hubungan nya dengan sang adik tidak bisa diperbaiki lagi.
"Apa papa sudah jatuh miskin sampai tidak bisa membiayai Nara lagi?". Tanya Davin dengan tangan terkepal.
"Papa tidak bermaksud, papa hanya memberi efek jera pada adik mu agar tidak terus-menerus menganggu Refa". Jawab Dirga menundukkan kepalanya.
Tatapan tajam langsung menghunus refa, bulu kuduk gadis itu langsung meremang. "Kamu...kamu berbohong jika Refa jalan dengan pria tua?".
Refa menggeleng dengan takut. "A-aku tidak berbohong bang, teman aku yang mengirimkan nya".
Fani terus menangis membayangkan sang putri kehujanan diluar sana dan kedinginan, apalagi Nara tidak membawa pakaian yang lain selain yang melekat pada tubuhnya dan juga tas sekolah nya.
Ketika Nara mendapat t*mparan dari suaminya, entah kenapa dia hanya diam tak membela sedikit pun. Dia juga ikut menghakimi seakan jika Nara adalah penjahat di rumahnya sendiri.
Refa yang melihat situasi sekarang berdecak kesal, ini tidak seperti yang dibayangkan nya. Seharusnya keluarga angkat nya senang ketika nara pergi tapi ini malah sebaliknya.
"Kenapa Abang harus menyalahkan refa, dia juga tidak tahu apa-apa". Bela Reza yang tak suka jika Davi memojokkan adik kesayangannya itu.
Dengan emosi yang memuncak Davin langsung berjalan kekamarnya dan kembali keluar dengan kunci mobil ditangannya. tujuannya kali ini akan mencari Nara apalagi diluar sedang hujan lebat dia tidak ingin adiknya kenapa-napa.
Pria dewasa itu tergesa-gesa masuk dalam mobilnya dan segera memutar kunci menyalakan mobilnya dan langsung menancapkan gas meninggalkan kediaman Mahendra.
"Maafkan Abang dek, maaf karena tidak mempercayai kamu dan membiarkan papa menyakiti kamu". Gumam Davin terus saja melajukan mobilnya.
Sepanjang perjalanan pria itu belum menemukan Nara, entah kemana perginya tapi Davin belum bisa menemukan nya. Ditambah lagi hujan lebat membuat laju mobilnya sedikit melambat.
"Kamu kemana sih dek, kenapa cepat sekali menghilang ". Ujarnya memukul stir.
Matanya terus menatap jalanan sesekali menoleh kanan kiri mencari Nara tapi nihil. Gadis itu sama sekali sudah tidak terlihat entah kemana dia sekarang ditengah hujan lebat.
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Y.A.K.A.D
Teen FictionIni bukan cerita transmigrasi tapi cerita dimana kekecewaan anak kandung yang sudah tidak bisa ditolerir lagi sebab keluarga nya lebih menyayangi anak angkat nya dibandingkan dengan dirinya yang notabene anak kandung dirumah itu. Hingga di sadar dan...