Akibat menangis tadi siang, Cherly diharuskan istirahat dan meminum obat sesuai anjuran dokter yang memeriksanya di rumah.
Rencana ke tempat spesial pun gagal karena Retta lebih mementingkan kesehatan Cherly dibandingkan memenuhi keinginannya.
"Oma, Cherly minta maaf."
"Istirahat ya. Gak usah dipikirin. Kita bisa lihat tempatnya pas hari ulang tahun Oma."
Cherly tersenyum sebelum menyapa alam mimpi.
Retta keluar menemui Argio yang berdiri di depan kamar Cherly. Pria itu menguping daripada menemani Retta menemui Cherly.
"Gimana keadaannya, Mah?"
Retta memutar bola matanya malas, "Gak usah bertanya, kalo udah tau jawabannya."
Argio tersenyum tipis. Berdiri di depan pintu yang menunjukkan sesosok perempuan terbaring di bawah selimut tebal.
"Kamu terlalu keras, Gio. Ubah sikap kamu. Dia ponakan kamu."
Kepala Argio menurut saja daripada memperpanjang urusan.
Pria itu menuntun Retta menuju kamar wanita itu.
"Mamah istirahat. Jangan merajut."
Retta tersenyum sembari mengecup pelipis Argio. Lalu Argio keluar setelah mengucapkan selamat malam ke sang mamah.
Pria itu ke dapur sebentar mengambil susu yang dibuatnya selagi mamahnya memeriksa Retta. Lalu berjalan ke kamar Cherly untuk memastikan cewek itu istirahat.
Cklek.
"Saya kira kamu sudah tidur."
Cherly langsung menyembunyikan hp di bawah bantal dan menarik selimutnya sampai dagu.
Argio masuk sambil membawa susu hangatnya. Tanpa persetujuan pemilik kamar, Argio duduk di kursi yang diseretnya pakai kaki.
"Rupanya kamu membohongi Oma."
Cherly menggeleng ribut seraya melirik malas Argio menyeruput susu hangatnya dengan tenang. Tanpa merasa bersalah telah melukai hati Cherly melalui perkataannya.
"Keluar."
Tuk.
Bukannya tersinggung, Argio melemparkan pertanyaannya.
"Kenapa terbangun?" tanya Argio sambil menaruh secangkir susu di meja dekatnya.
Kelemahan Argio itu rasa penasaran yang berhasil menganggu pikirannya. Contohnya saat ini.
"Aku gak marah sama Om Gio. Aku cuma kesal," jujur Cherly tanpa menatap Argio.
Cewek itu menghembuskan nafasnya kasar, "Aku gak bisa tidur. Aku gak tau kenapa," adunya menutup wajah menggunakan tangannya.
Argio melirik jam tangannya, "Kamu lapar?"
Cherly menatap Argio sejenak memastikan pertanyaannya.
Apakah iya? Tapi Cherly sudah makan banyak sebelum minum obat.
Cherly menggeleng sambil memiringkan tubuhnya ke arah Argio. Maniknya memperhatikan pria yang seharusnya tengah bahagia bersama keluarga kecilnya. Bukan duduk di kursi menjaga keponakannya yang tengah sakit.
"Om gak ada niatan buat nikah?" Cherly tidak dapat menyembunyikan rasa penasarannya lebih dalam lagi tentang Argio.
Satu alis Argio menaik, "Kenapa tanya saya seperti itu?" Direspon senyuman kecil Cherly.
"Harusnya Om udah bah–"
"Bahagia saya tidak bisa terbagi jika sudah berkeluarga. Saya akan memfokuskan kehidupan saya bersama istri dan anak saya," potong Argio. Terlihat sekali pria itu serius sama perkataanya. Terdapat tekad kuat di mata pria mapan itu.
"Kenapa saya tidak menikah? Karena saya ingin menghabiskan waktu bersama Mamah dan kamu, sebelum diambil semua sama keluarga kecil saya," jelasnya yang mampu membungkam mulut Cherly.
Tangan Argio terangkat mengusap lembut rambut Cherly, "Istirahat lah. Besok kamu kuliah."
Tatapan Cherly terangkat ke tangan Argio. Diambil dan digenggamnya diarahkan ke pipi hangatnya.
Jemari Argio mengusap punggung tangan Cherly sedangkan satu tangannya digunakan mengusap rambut cewek itu.
"Om gak benci aku kan?"
Jari telunjuk Argio menurun ke pelipis Cherly. Mengelusnya pelan dan memberikan tanda.
"Saya tidak akan bisa membenci kamu, Cherly."
Cherly tersenyum lembut. Kemudian merubah posisinya menjadi duduk menghadap Argio.
Tanpa disangka Cherly memeluk leher Argio. Membawa kepalanya ke bahu besar pria matang itu. Indera penciumannya dengan sadar menghirup aroma khas Argio.
"Cherly minta maaf soal cium Om sembarangan di mobil tadi siang."
Argio tidak bisa melakukan hal lain selain mengelus punggung dan rambut Cherly.
"Iya, saya maafkan."
Cherly membawa satu tangan Argio ke pinggangnya. Dan Argio hanya menyentuh pinggang ramping Cherly.
Kepala Cherly menegak di depan Argio yang menyorotkan tatapan penuh arti.
Pandangan sayu Cherly turun ke bibir yang suka sekali memerintahnya layaknya komandan ke pasukan.
Jemari lentik Cherly bergerak dari belakang rambut ke pelipis, alis, hidung, rahang, dan bibir Argio.
Argio menatap bergantian mata sayu dan bibir merah Cherly.
Kemudian merebahkan tubuh Cherly ke kasur dalam keadaan posisi menguntungkan bagi Argio.
"Tidurlah. Keadaan kamu tidak membaik."
Argio meraba mengambil hp Cherly dari bawah bantal. Lalu menaruhnya di meja.
Cup.
"Cherly sayang Om Gio."
....
KAMU SEDANG MEMBACA
Fate
Teen Fiction"Perhatiannya dia itu gak lebih dari seorang Om ke ponakan. Apalagi ibu lo, kakaknya dia. Jadi, apa yang lo dapatin dari dia itu gak jauh dari rasa sayang seorang adik ke anak kakaknya." ... "Aku rela jadi simpenan Om Gio." © narrberry_ , 2024