44

10 4 3
                                    

Pencarian tempat Mara melakukan ritual tetap berlanjut. Namun, bukan mereka semua yang mencari. Ralu, Siel, dan Kae bertugas mencari Hima. Sedangkan Linn, Ola, Zev dan Noe bertugas mencari tempat ritual itu.

Beberapa kali kaki Linn tak sengaja terluka karena terkena akar pohon dan beberapa ranting tajam. Linn tidak terlalu mempedulikannya karena tidak terlalu sakit.

Mereka sudah berjalan cukup jauh, tapi belum menemukan tanda-tanda tempat yang mereka tuju. Sang mentari akan terganti oleh sang rembulan, hal itu tidak menurunkan semangat mereka. Walau cukup kesulitan karena pencahayaan, mereka menemukan suatu tempat yang cukup menarik.

"Ku... il?" celetuk Ola setelah melihat tempat dengan pilar-pilar putih yang berdiri dan sebagian temboknya telah hancur.

Kuil putih yang terlihat suci di tengah-tengah hutan di daerah Krystallo. Noe, sebagai pemimpin mulai menelusuri kuil itu.

"Tempat ini kelihatan gak asing," ucap Linn sambil melihat sekelilingnya, dia mulai mengingat setiap ingatan yang bersangkutan dengan bangunan ini.

"Darah." Zev menunjuk salah satu pilar yang terlihat terkena percikan darah yang sudah mengering.

"Ah, aku ..., ingat." Linn mematung beberapa detik setelah mengingat tempat ini.

"Tempat ditemukannya mayat seorang pria, Pak Gion...." lirih Linn di akhir kalimat.

"Gila," celetuk Ola, Ola mulai menggerakkan kepalanya ke kiri dan ke kanan untuk mencari petunjuk lainnya.

Ola terus berjalan, hingga berada di belakang kuil itu. Ola melihat sesuatu yang tidak biasa, dia menyipitkan matanya sejenak dan melihat suatu gubuk tidak jauh dari kuil itu.

"Hei! Lihat itu!" teriak Ola pada teman-temannya sambil menunjuk gubuk itu.

"Ini seperti sesuatu yang penting?" Secara bersamaan Noe mngucapkan kalimat itu setelah melihat semacam pilar patung yang tingginya sebatas perut Noe.

Mereka berkumpul terlebih dahulu ke dalam gubuk itu, mencari suatu hal yang dapat membantu mereka menemukan suatu hal penting. Suara ranting yang terinjak meramaikan suasana sepi. Matahari mulai menghilang, mereka menggunakan cahaya senter ponsel mereka sebagai sumber cahaya.

Sesampainya di depan gubuk itu, Zev memasukinya terlebih dahulu, lalu disusul oleh tiga temannya. Auranya cukup mencekam, dengan keadaan angin malam yang dingin serta suara lantai kayu yang diinjak terdengar nyaring di kesunyian.

Linn menutup mulutnya dengan kedua tangannya, dia tidak bisa menghilangkan perasaan takutnya. Tepat di bawahnya, dia melihat lingkaran sihir dengan bau anyir yang tersisa.

"Mau keluar aja?" tanya Noe setelah melihat keadaan Linn, Linn menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.

"Berkas-berkas dengan aksara aneh ini kelihatan mencurigakan." Pandangan mereka beralih pada Zev yang tengah mencoba memahami isi berkas-berkas itu.

Ola menghampirinya, Zev memberikan kertas-kertas dengan tulisan pudar itu ke Ola. Terlihat kerutan di dahinya, aksara-aksara itu sudah tidak bisa dibaca lagi, benar-benar pudar.

"Oke, jadi, kita dalam masalah besar," celetuk Noe sambil menatap lingkaran sihir yang tadinya sempat diinjak oleh Linn mulai menyala.

Linn mundur dengan gerakan cepat, keluar dari lingkaran itu. Ola dan Zev mendekat ke arah mereka untuk memastikan hal itu.

Darah kering itu berubah menjadi pekat dan memancarkan sebuah cahaya pudar di setiap garisnya. Semua pasang mata menatap lingkaran sihir itu dengan penuh dugaan. Sebuah asap hitam berkumpul di tengah lingkaran sihir itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 24 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

EDELSTENEN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang