Pram terlihat begitu khawatir. Ia baru saja menyaksikan bagaimana abangnya jatuh dan pingsan. Pram sangat ingin menemani abangnya di UKS sekolah, tapi kak Tama melarangnya. Pram harus mengikuti pelajaran selanjutnya, untungnya yang menjaga abang adalah kak Tama. Rasa khawatir Pram berkurang sedikit.
Pram tidak fokus dengan pelajarannya, pikirannya terus mengarah ke Gandy.
Ada apa dengan abang?
Kenapa tiba-tiba pingsan?
Abang sakit?Pram bertanya-tanya dalam benaknya. Hingga akhirnya bunyi bel istirahat memecahkan lamunannya. Ia segera berlari menuju ruang UKS untuk menemui abangnya.
"Abang?!" Pram membuka pintu UKS dengan cepat. Ia melihat abangnya berbaring di tempat tidur dan sedang diberi minum oleh kak Tama.
"Adek? Sini!" Gandy terkejut dengan kedatangan Pram tiba-tiba.
Pram langsung memeluk Gandy dengan cepat. Ia menangis di dekapan Gandy. "Abang... hiks.... jangan gini... hiks... abang... jangan sakit...."
Gandy terkekeh, ia elus punggung adiknya. "Maaf udah bikin adek khawatir. Maafin abang ya?"
Pram menggeleng, "Abang gak salah. Pram khawatir sama abang, makanya abang jangan sakit."
Kak Tama mengelus pucuk kepala Pram, "Abangnya lagi sakit, Pram bantu abang supaya bisa sembuh ya? Mau kan bantu kak Tama jagain abang?" Tanya Tama lembut.
"Mau!" Pram kembali mendekap Gandy. "Tapi abang sakit apa?" Tanya Pram penasaran.
Gandy memberi kode kepada Tama untuk tidak memberitahu Pram.
"Abang sakit, dan harus menjalani beberapa pengobatan mulai sekarang." Ucap Tama yang langsung membuat Gandy mendelik.
Pram langsung melepas pelukannya. "Jantung." Ucap Pram tiba-tiba.
Gandy dan Tama terkejut, "Maksud adek?" Tanya Tama bingung.
"Jadi benar kak Gandy sakit jantung? Benar apa yang ada ditulisan kertas itu?" Pram menunggu jawaban. "Kok gak ada yang jawab adek?! Abang bener?!" Pram tahu jawabannya, mata Gandy tidak lagi mau menatap Pram. "Abang kenapa gak bilang?! Adek liat surat itu ada di meja ruangan Ayah. Berarti kakak juga udah tau? Kakak kenapa gak bilang adek?! Adek dianggap apa sama kalian?!" Pram marah.
"Adek tenang dulu ya? Maafin abang gak ngasih tau adek tentang ini. Iya adek, benar. Abang sakit jantung. Sudah lama. Jangan salahin kak Tama juga karena kak Tama juga sama kayak adek, kak Tama baru tahu." Gandy menarik napasnya dalam-dalam. "Maafin abang yang gak cerita-cerita ke kalian. Maafin abang yang bikin kalian kecewa. Pram adiknya abang, kak Tama juga kakaknya abang. Abang sayang sekali sama kalian..." Gandy menangis.
Pram dan Tama langsung memeluk Gandy. Cukup lama mereka berpelukan. Saling menguatkan saling menyembuhkan.
"Kak Tama mau belikan makanan dulu untuk kalian berdua di kantin. Pram, kakak minta tolong jagain abang ya?" Tama berucap lembut.
"Kakak gak minta pun adek bakal jagain abang." Ucap Pram yang langsung mendapat senyum dari Gandy dan Tama.
Tama keluar dari ruang UKS dengan perasaan yang campur aduk. Bingung, takut, sedih semuanya menjadi satu. Ia bergegas ke kantin membelikan makanan untuk adik-adiknya.
"Abang?" Pram memanggil. "Jadi abang berat ya? Abang selalu gak mau kalo adek sama kakak khawatir? Abang boleh ceritakan bagaimana jadi abang?" Pram menatap lekat mata Gandy.
Gandy terdiam mendengar pertanyaan itu. "Jadi abang memang berat. Abang gak mau nambah kesulitan kalian dengan khawatirin abang. Abang selalu pengin jadi abang yang baik untuk adek dan jadi adik yang baik untuk kakak. Abang juga harus mengimbangi kakak dan adek dalam segala hal, biar Ayah dan Bunda senang." Gandy menarik napasnya. "Tapi, terlepas dari itu semua, abang sangat bahagia punya kakak seperti kak Tama dan adik seperti Pram." Gandy tersenyum.
Pram tersenyum, hatinya sedikit lega mendengar pernyataan Gandy. Tapi ia juga sakit dengan kalimat Gandy bahwa abangnya itu harus mengimbangi ia dan kakak untuk Ayah dan Bunda.
"Kalau adek bagaimana?" Tanya Gandy yang membuat Pram terlihat bingung. "Kalau jadi adek bagaimana? Berat juga? Boleh ceritakan ke abang?" Jelas Gandy.
"Berat sih bang. Adek harus selalu nurutin kak Ayah Bunda. Adek juga gak pernah dibolehin ngambil keputusan adek sendiri. Adek juga harus izin terus ke kalian, adek tau itu demi kebaikan adek. Tapi abang, adek paling suka jadi adek. Adek punya kakak dan abang yang sayang sekali dengan adek, yang perhatian dan selalu mementingkan adek. Abang sama kakak jangan tinggalin adek ya? Adek gak bisa tanpa kalian."
Gandy mengelus pucuk kepala Pram. Ia peluk Pram secara singkat. "Tapi dari beratnya kita berdua, lebih berat kak Tama." Pernyataan itu langsung mendapat anggukan kencang dari Pram.
Kak Tama selalu mementingkan adiknya tanpa ia sadari hal tersebut membuat ia melupakan dirinya.
Kak Tama terus memeluk kami berdua, tapi tidak dengan dirinya sendiri.--------------------------------------¤¤¤---------------------------------
Abang dan Adik sedang deeptalk.
~viaee☆
KAMU SEDANG MEMBACA
Keluarga Prahara
Ficción GeneralKeluarga bukanlah rumah yang nyaman bagi kami. Keluarga tidak memeluk ketakutan kami, tidak menguatkan hati kami, tapi meruntuhkan diri dan hati kami. Tentang si sulung yang terus menanggung semua derita, si tengah yang selalu berusaha kuat, dan si...