Bianca sengaja bangun pagi-pagi sekali, bahkan langit di luar sana masih sangat gelap tapi ia sudah mandi dan berdandan sangat cantik. Untuk menutupi wajahnya yang terlihat pucat karena semalam ia memang susah tidur, Bianca memoleskan riasan tipis di wajahnya.Selanjutnya ia pergi ke dapur untuk memasak. Untung saja kemarin ia sempat berbelanja, bahan-bahan untuk membuat makanan kesukaan Arlo tersedia lengkap di dalam kulkas.
Dengan cekatan Bianca mulai mengolah bahan-bahan tersebut. Ia sempat menoleh ketika mendengar deritan pintu kamar yang terbuka, terlihat jika Arlo keluar dari kamar yang semalam pria itu tempati kemudian masuk ke dalam kamar mereka. Bianca memilih cepat-cepat menyelesaikan masaknya. Ia mau saat Arlo selesai mandi, makanan sudah siap ia sajikan hingga mereka bisa memiliki waktu bicara lebih lama sebelum suaminya itu pergi bekerja.
Tapat saat ia sedang menyusun makanan di atas meja, Arlo keluar dari kamar. Pria itu sudah terlihat sangat rapi dan wangi.
"Sarapan dulu, Ar" ucap Bianca, menyiapkan nasi ke piring Arlo.
"Hari ini aku masak banyak, kamu mau bawa bekal?" Tanya Bianca. Arlo memang jarang membawa bekal, tapi di waktu-waktu tertentu Arlo tak menolak jika ia sengaja menyiapkan bekal makan siang untuk suaminya itu.
Tapi, Arlo hanya diam, berdiri di ujung meja makan. Melihat tatapan datar yang Arlo merikan akhirnya Bianca menyerah juga. Bianca menyimpan dengan kasar sendok yang semula ia pegang ke atas meja, kemudian ia berjalan menghampiri suaminya itu.
"Salah aku apa?" Tanya Bianca dengan suara rendah. Matanya menyorot setengah frustrasi pada pria dihadapannya.
"Aku kurang apa sebagai istri?"
"Bicara, Ar. Jangan buat aku bingung!" Kedua tangan Bianca mencengkram erat kemeja yang Arlo pakai. Diamnya pria itu semakin membuat dadanya sakit.
"Aku selalu turuti semua mau kamu. Kamu mau tunda anak aku setuju, tapi kamu enggak tau gimana sakit hatinya aku setiap orang-orang bilang aku mandul. Kamu minta aku fokus jadi istri di rumah aku turuti, tapi kenapa ini balasan yang aku dapat?" Tanya Bianca, berteriak marah. Beberapa tetes air mata menetes turun tanpa bisa ia cegah.
"Maaf, Bi" ucap Arlo, lirih. Ia mencoba melepaskan cengkraman tangan Bianca pada dadanya kemudian mencoba membawa tangan wanitanya itu untuk ia genggam.
"Kamu terlalu baik untuk aku"
"Jadi aku harus bunuh kamu supaya aku kelihatan jadi orang jahat? Itu mau kamu?" Jerit Bianca, tak bisa membendung lagi amarahnya.
Bianca meraih sebuah vas bunga dari atas meja kemudian ia lemparkan vas tersebut ke arah Arlo. Tapi, Arlo bisa dengan mudah menepisnya hingga kini vas berbahan kaca tersebut hancur berantakan berdebam dengan kerasnya lantai.
"Kalo kamu enggak terima dengan semua sikapku, kamu bisa ajukan gugatan cerai" ucap Arlo. Mendengar kalimat tersebut lagi-lagi keluar dengan mudahnya dari mulut Arlo, semakin membuat perasaan Bianca tak karuan.
"ARLO!"
"Aku enggak tau kalo kamu bisa sejahat itu sama aku" ucap Bianca, dengan frustrasi ia mengacak rambutnya sendiri. Bianca benar-benar semakin tak mengerti dengan perubahan Arlo yang tiba-tiba ini.
"Siapa perempuan yang mau kamu nikahi itu? Siapa selingkuhan kamu?" Tanya Bianca, menjerit marah.
Bisa Bianca lihat jika Arlo masih memberikan tatapan datar padanya. Kemudian tanpa ada kata apapun pria itu pergi begitu saja.
Melihatnya lagi-lagi Bianca menjerit marah. Bianca benar-benar tak mengerti dengan apa yang terjadi pada suaminya itu, kenapa Arlo sikap bisa tiba-tiba berubah dratis seperti itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Heartbreak Anniversary
Romance"Aku bosan!" Ujar Arlo. "Bosan apa?" Tanya Bianca, kening Bianca sampai mengkerut belum mengerti apa maksud ucapan sang suami. "Bosan sama kamu" balas Arlo, dengan mudahnya kalimat itu keluar dari mulut Arlo. "Ha?" **** Tak ada lagi Bianca yang dik...