Chapter 9

142 10 0
                                    

Tidak ada satu orang pun yang menyadari kehadiran Alaric di tengah-tengah mereka. Pria itu tiba-tiba datang layaknya hantu. Bahkan sepertinya tidak ada yang mendengar suara langkah kakinya.

Alaric mendekat ke arah Laura. Tanpa aba-aba, di langsung menggendong Laura yang terbungkus selimut tebal ala bridal. Tentu saja hal itu membuat Laura kaget dan reflek mengalungkan tangannya ke leher Alaric.

"Kau mengejutkanku."

Alaric tidak menanggapi protestan Laura. Pria itu memalingkan wajahnya ke arah Emanuel. Mata merahnya menatap tajam pria tua yang umurnya hampir satu abad.

Tatapan tajam Alaric yang menghunus bak pedang ke arah Emanuel berhasil membuat tubuh tuanya bergetar ketakutan. Keringat sebesar biji jagung mulai keluar dari pelipisnya.

"Jadi kau akan lepas tangan, Imam Besar?" Alaric bertanya ulang pada Emanuel.

Emanuel menggeleng panik. "Tidak, Baginda. Kami pasti akan bertanggung jawab dengan kejadian ini."

"Apa pertanggungjawabanmu?"

"Kami akan mengirim pendeta setiap hari ke istana untuk memastikan keadaan Permaisuri baik-baik saja."

"Hanya itu? Setelah membuat Permaisuri dalam bahaya bahkan kematian, hanya itu bentuk pertanggungjawaban dari pihak kuil?"

"Apa yang Baginda inginkan?" Emanuel sangat tau kemana arah percakapan ini. Kaisar pastinya menginginkan sesuatu dengan memanfaatkan kesalahan kuil.

Alaric tersenyum ponggah mendengarnya. Akhirnya. Akhirnya para tikus liar ini masuk ke dalam jebakan juga. Jika semudah ini menaklukkan orang-orang kolot ini dengan satu kesalahan, Alaric pasti akan melakukan hal ini sejak dulu.

"Kesepakatan. Aku ingin di antara Kekaisaran Adelphine dan Kuil Suci membuat kesepakatan tertulis di atas kertas."

"Baiklah," balas Emanuel cepat membuat senyum Alaric semakin mengembang lebar mendengarnya.

"Imam Besar!"

"Kuil tidak bisa membuat kesepakatan dengan pihak luar, Imam Besar."

Tentu saja persetujuan Emanuel mendapat pertentangan dari seluruh pendeta. Terutama para pendeta yang seumuran dengan Emanuel sangat amat menentang keputusan pria tua itu.

Emanuel melirik para pendeta yang tengah menatapnya dengan raut tak percaya dan khawatir. Pria tua itu mengangguk pelan dengan bibir tersenyum tipis. Isyarat seolah meminta mereka untuk bersikap tenang dan percaya kepadanya.

Setelah itu Emanuel kembali menatap Alaric, dan berkata, "Saya setuju membuat kesepakatan dengan Kekaisaran Adelphine. Tetapi dengan syarat, kesepakatan itu hanya berlaku saat saya dan Anda masih bernapas."

Emanuel tidak mungkin semerta-merta langsung menyetujui tawaran kesepakatan yang diajukan sang kaisar. Walaupun sudah tua bukan berarti dirinya bodoh. Dia justru memanfaatkan umurnya untuk menjadi syarat kesepakatan, dan hal itu sukses membuat Alaric kesal.

Senyum Alaric seketika menghilang. Di dalam hatinya, pria bermata merah itu tengah kesal setengah mati. Persyaratan apa-apaan itu?

Sengaja sekali pria bau tanah itu mengajukan persyaratan yang tidak menguntungkan baginya. Hanya berlaku saat mereka berdua masih hidup? Hah sialan! Imam Besar disenggol sedikit saja dengan ujung pedang Alaric sepertinya akan langsung terkapar tak berdaya.

"Bagaimana, Baginda?"

"Baiklah. Tidak masalah."

"Kalau begitu mari kita bahas mengenai isi kesepakatannya."

"Besok saja kita membahasnya. Sekarang waktunya tidak tepat. Apa kau tidak lihat keadaan istriku sekarang sudah seperti tikus yang tercebur sungai?"

Pertanyaan Alaric membuat Laura seketika menjadi pusat perhatian. Laura yang mendengar dirinya disamakan dengan hewan berbulu menggelikan itu juga sontak melototkan matanya tak terima.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 12 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Become A Queen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang