Need U - 9

558 38 4
                                    

"Jin, kau tak apa?" Tanya manajernya. 

"Aku hanya gugup." 

Biasanya sebelum tampil begini jika ia gugup ada Namjoon atau member lain yang menangkannya. Tapi ia harus menghadapi ini sendirian sekarang. 

"Ini, semoga bisa sedikit membantumu." Jin menerima ganci RJ itu.

Ia bisa mencium feromon Namjoon dari sana. Jin menatap bertanya ke arah manajernya. 

"Dari manajer Namjoon. Dia juga memberikan beberapa pakaian seperti biasa. Kau bisa mengenakan jaket alphamu saat pulang nanti." 

Jin tersenyum mendengarnya. Dua atau tiga hari sekali mereka memang mengirim pakaian dan barang yang sudah discenting untuk Jin. Agar dirinya tetap merasakan presensi Namjoon melalui feromon alpha itu.

Ia tidak sabar mengganti isi nestnya dengan barang-barang yang masih fresh berbau alphanya. Pasti nyaman sekali.

"Ingin segera pulang kan?" Tanya manajernya menebak pikiran Jin. 

Jin mengangguk, tak membantah. "Maka ayo selesaikan ini dgn cepat. Agar hyung bisa segera mengantarmu pulang." 

"Bisakah kita menjemput Yoongi dulu nanti?" Jin sedang ingin memakan masakan Yoongi.

~~~~

"Hyung, pupmu bisa mengira aku alphanya jika kita terlalu sering bersama begini." 

Jin yang sedang mengamati Yoongi memasak jadi cemberut. 

"Tidak mungkin, bilang saja kau malas membantuku, 'kan? Tidak mau menuruti permintaan keponakanmu?"Tuduh Jin.

"Aish. Bukan tidak mau, aku hanya bosan melakukan ini. Kau tidak bosan makan masakanku sepekan 5 kali? Aku saja yang membuatnya bosan."Jin semakin cemberut.

Kalau saja Namjoon bisa membuatkan makanan untuknya tidak akan sudi dia menyuruh Yoongi yang pamrih ini.

"Sebentar lagi Hoba selesai wamil." 

Yoongi mengangguk. "Lalu?" 

"Aku akan menyuruhnya saja. Kau tidak ikhlas begini." Jawab Jin sengit. 

Yoongi berdecak tak terima. "Hei aku bukannya tidak mau memasak untuk keponakanku. Dan Hoseok tidak bisa memasak jika kau ingat."

Fakta itu membuat Jin semakin cemberut. 

"Yoon, kenapa nasib pupku sial sekali ya? Harusnya kan dia dpt perhatian dari ayahnya, bukan darimu begini. Bagaimana kalau ucapanmu benar? Bagaimana jika ia mengira kau alphanya?" 

Yoongi mematikan kompor lalu membawa masakannya ke meja makan.

"Hei aku tidak serius tadi. Mana mungkin bisa begitu. Tentu saja pup akan mengenali siapa alphanya. Namjoon juga selalu memastikan feromonnya melingkupi kalian kan? Jangan overthingking."

"Kau yg memulainya." 

Yoongi menghela napas. "Maaf hyung."

Jin menyuapkan makanannya dengan lesu. Yoongi yang melihatnya jadi merasa kasihan. Pasti berat sekali harus menjalani kehamilan sendiri. 

"Kau sedang rindu alpamu, ya?" 

Jin menggeleng. 

"Dia bahkan bukan alphaku."Jawab Jin dgn ekspresi sedih. Yoongi jadi merasa bersalah.

"Hyung." 

"Hidup memang lucu ya? Siapa mengira aku akan hamil anak Namjoon saat hubungan kami hanya sebatas rekan kerja begini." 

"Hyung." 

Jin memang tidak pernah secara eksplisit bercerita soal perasaanya pada Namjoon. Tapi sedekade bersama membuat Yoongi bisa membaca ketertarikan kakaknya ini.

"Jujur awalnya aku berpikir, mungkin pup ini bisa membukakan jalan untuk kami. Agar Namjoon tidak lagi hanya melihatku sebagai kakak tertuanya, sebagai membernya. Tapi sekarang aku justru takut Yoon." Ungkap Jin. 

"Bagaimana jika pada akhirnya Namjoon tetap melihatku sebagai membernya?"

Yoongi mendekati hyungnya. Ia bisa melihat mata berkaca Jin, tinggal sebentar lagi sampai air mata itu terbebas dari pertahanan yang Jin buat. 

"Bagaimana jika semua ini hanya karena rasa tanggung jawab? Bagaimana kalau pup kami nanti merasa bingung dengan hubungan orang tuanya?"

~~~~

Jin terbangun saat merasakan ada pergerakan dari belakang tubuhnya. 

"Sstt hyung, tidur lagi, ini hanya aku." Bisik suara yang sangat Jin kenal. 

"Joonie?" 

"Iya. Maaf mengganggu tidurmu. Sekarang lanjut tidur lagi ya." 

Jin mengeratkan RJ dipelukannya. 

"Kenapa bisa di sini?" Tanya Jin tanpa berbalik. 

"Aku merasakan distressmu. Komandan tahu kalau omegaku sedang hamil, jadi dia memberi izin asal aku bisa kembali sebelum apel pagi besok." 

'Omegamu ya?' pertanyaan itu hanya bisa Jin simpan dlm hati. 

"Jadi dia tahu?"

"Manajer hyung tdk bisa menemuiku sepekan 3x tanpa alasan." 

Itu masuk akal. Anggota wamil yang memiliki omega hamil atau baru saja melahirkan memang diberi sedikit keringanan jika ingin izin bertemu pasangannya.

"Hyung kenapa? Hari ini sedang sedih ya?" 

Pertanyaan itu bersamaan dengan tangan Namjoon yang memeluk pinggang Jin. Rasanyaa nyaman sekali berasa di pelukan orang yang kau rindukan. 

Tapi juga menyakitkan karena tahu orang itu bukan milikmu. 

Jin meneteskan air mata, dan Namjoon bisa merasakannya dari  perubahan feromon Jin. 

"Hyung?"

Dia tetap menolak untuk berbalik. Tidak ingin melihat Namjoon dan membuat tangisnya semakin menguat. 

"Hyung, ku mohon, biarkan aku melihatmu." 

Nada khawatir itu semakin menyakitkan untuk Jin. Seolah semakin membuatnya berharap sekaligus putus asa. 

"Omega." 

"Aku bukan omegamu." lirihnya.

Namjoon tertegun. 

Jadi Jin memang tidak ingin jadi omeganya, ya? Namjoon pikir hubungan mereka sudah semakin 'dekat' belakangan ini. Ternyata hanya ia yang mengira.

 Apa mungkin distress dan sedih Jin hari ini tak lain karena Jin merasa tertekan dengan keadaannya? Keadaan yang mengharuskan Jin membawa pup dari orang yang tak dicinta. 

Membayangkannya membuat hati Namjoon tercubit. 

Tapi ia tak boleh egois, Jin mempertahankan pup mereka saja sudah menjadi hal yang patut disyukuri. 

Jika bersamanya Jin hanya terluka, Namjoon bisa apa selain melepaskan?

"Mianhae hyung." Ucap Namjoon sembari menarik tangannya yang memeluk Jin.

Alpha itu mundur, memberi jarak walau tetap berada di nest Jin. Yang ada di pikirannya sekarang, pup mereka membutuhkan kehadirannya. Tapi Jin tak menyukai kedatangannya.

Semua jadi serba salah. Apalagi saat Namjoon mendengar tangis pilu Jin. Ia makin merasa bersalah. 

Jin sedih sekali sepertinya, dan itu karenanya. 

Namjoon tidak tahu kalau tangis Jin itu karena sang omega mengira Namjoon tak menginginkannya. Isak Jin ini karena spekulasi bahwa Namjoon terpaksa saat bersamanya.

Mereka berdua sama-sama hanya mengira. Menduga yang menyakiti diri sendiri. 

Tapi mereka takut untuk mengonfirmasi. Takut spekulasi yang dibuat memang berunjung benar yang menyakiti. 

Juga merasa takut, jika kebenaran yang didapat nantinya memang lebih menyakitkan bagi yang lain.

Need UTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang