Bersama Hujan

361 37 12
                                    

Main cast: Rakha, (hujan)
           Gabriel (langit)
           Afan (Bagas)

Genre : hurt, angst, brother ship.

Happy reading ♥️

________________________________________

Pengen tau, penawaran macam apa yang Tuhan berikan dulu sampe gue bersedia lahir di dunia dengan garis takdir yang tak beraturan.

_________________________________________


Di hari yang terlihat menggelap karena hujan yang turun tiga puluh menit lalu, seorang pemuda dengan tas ransel di punggung nya tetap berjalan menerjang hujan tak perduli seragamnya yang sudah basah, hatinya sedang galau ngomong ngomong karena motor kesayangannya telah di rampas oleh lawan tandingnya.

Dia hujan, sedikit aneh namanya memang, entahlah, ia pun tak tau kenapa orangtuanya lebih memilih nama hujan di banding badai atau petir yang menurutnya lebih keren,

Tapi ya sudahlah, yang penting jangan tsunami.

Hujan melangkah memasuki rumahnya yang terdengar sangat ramai seperti biasa, sudah seperti rutinitas, kedua orangtuanya akan cekcok ketika ia pulang sekolah.

Hujan berfikir apa mereka tidak cape tengkar terus? Hujan aja cape dengernya.

Untung mereka bertengkar di dalam kamar, jadi hujan tak perlu khawatir akan terlibat di antara perseteruan mereka.

Hujan menghempaskan tubuh lelahnya di atas kasur, tidak perduli  dengan bajunya yang basah.

Brakk!!

Pintu kamar hujan terbuka lebar menampilkan seseorang dengan wajah tegas terlihat menahan amarah,

Dua hal yang hujan sesali hari ini,

Satu, menerima tawaran Bagas untuk balapan.

Kedua, lupa mengunci pintu kamar setelah masuk.

Srett!!

"Bangun kamu anak sialan!!" Indra menarik baju bagian depan hujan membuat remaja itu sontak berdiri.

Plakk!!

Satu tamparan melayang membuat pipi hujan terasa amat perih.

Hujan memejamkan mata tiba tiba kepalanya terasa pening bukan main, entah karena tamparan sang ayah atau memang kondisi tubuhnya yang kurang fit.

"Ayah.." lirih hujan mencoba untuk menghentikan aksi sang ayah.

"Diam kamu bocah!!"

Hujan sontak bungkam, karena ia masih memiliki rasa hormat untuk orang yang masih berstatus ayah di depannya, walaupun mungkin sang ayah tak pernah menganggap hujan sebagai anaknya.

"Kamu kemanain lagi motormu itu bocah!? Otak itu di pake!, kamu pikir kita orang kaya yang setiap Minggu harus ganti motor!?" Hardik indra.

"Cuman satu Minggu ayah, Bagas bakal balikin lagi"

"BODOH!!" Bentak indra.

"Harusnya kamu mati aja di lintasan bocah menyusahkan!" Geram indra sebelum pergi meninggalkan hujan yang memandang sendu Sang ayah yang sudah menghilang di balik pintu.

Hujan terkekeh, tangannya mulai merambat ke arah kepalanya yang terasa semakin sakit.

"Menyusahkan" gumam hujan lalu berdiri dari duduknya untuk mengganti seragamnya yang basah, ia akan tidur lebih awal, mungkin sakit kepalanya akan sedikit berkurang.

BARA dan semestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang