Tubuhku kaku. Seluruh sel di dalam diriku seakan membeku. Clifford yang pertama kali memecah kebisuan di antara kami. Dia mengambil handuk dari tanganku, melilitkannya di sekeliling pinggang setelah keluar dari bak mandi.
"Dengan siapa?" tanyaku saat akhirnya menemukan suaraku kembali.
"Belum tahu. Tapi Yang Mulia Ratu sudah lama mendesakku. House of Adler butuh pewaris," jelas Clifford. Dari nada bicaranya, dia terdengar kesal. Pantas saja Clifford terlihat uring-uringan setiap kali pulang dari kota. Dia pasti mengunjungi istana atas undangan ratu dan mendapat perintah menikah ini di sana. Ratu kami yang murah hati, selalu berusaha memastikan bahwa garis keturunan bangsawan di negeri ini tidak akan terputus. Mengingat Clifford adalah satu-satunya penerus kastil Adler dan dia telah mencapai usia menikah, tidak heran jika desakan itu makin kuat setiap waktunya.
"Apakah Yang Mulia Ratu sudah memberikan rekomendasinya... Master?"
"Belum. Untungnya. Kabar buruknya, aku harus mulai mengadakan pesta dansa di kastil dan mengundang beberapa calon potensial. Jubah kamarku, Muriel."
Tangannya terulur padaku yang masih berdiri tak bergerak. Kesadaran menghampiriku hingga aku langsung bergerak cepat, mengambil jubah kamar dan memakaikan pada Clifford dari balik punggungnya. Dia memberiku handuk yang basah setelah selesai mengikat jubah tersebut, mengamatiku yang sedang menyibukkan diri dengan pakaian kotornya yang berserakan.
"Kapan Anda ingin pesta dansanya diadakan, Master?" Butuh seluruh pengendalian diriku untuk menanyakan hal tersebut padanya.
"Dalam minggu ini. Setidaknya Yang Mulia Ratu akan berhenti mendesak, kalau dia mendengar aku sudah mengadakan pesta untuk mencari pasangan."
"Anda tidak berniat benar-benar mencari istri?" tanyaku terkejut.
"What do you think?"
"Pendapat saya tidak penting."
Ada jeda sejenak. Keheningan yang menyiksa. "Tidak penting? Atau kau tidak peduli?"
Aku tidak tahu bagaimana harus menjawab. Clifford pasti merasakan kegundahanku. Perlahan, dia menghilangkan jarak di antara kami. Debaran jantungku kembali tak menentu. Apalagi saat yang Clifford lakukan hanya menatapku dalam tanpa bicara. Dia kelihatan marah. Oleh alasan yang sama sekali tidak aku mengerti.
"Kau tidak peduli siapapun Nyonya yang akan kau layani nanti, Muriel?"
Oh. Itu maksudnya. Aku menundukkan kepala. Lebih suka memusatkan konsentrasi pada tumpukan baju dalam pelukanku.
"Siapa pun pilihan Anda, saya akan melayaninya dengan baik. Sama seperti saya melayani Anda, Master."
Hening. Sama seperti sebelumnya. Dia masih tidak beranjak dan aku berusaha tidak melihat kaki telanjangnya yang berada tepat di depanku. Hampir saja aku mengembuskan napas lega ketika Clifford berbalik, mengambil langkah menjauhiku.
"You may take your leave now."
Perintahnya diucapkan dengan nada dingin yang tidak pernah kudengar. Namun, aku tidak membuang waktu untuk mematuhinya. Meninggalkan kamar Clifford seperti kelinci yang ketakutan.
***
"Why His Lordship never asking for you again?"