Part 24

153 42 1
                                    

Pertemuanku dengan teman vampir ku yang pertama nggak istimewa. Aku cuma sedang duduk. Menunggu dosen datang sewaktu, Linggar,-yang saat itu belum kukenal namanya tiba-tiba duduk di sampingku di salah satu kelas yang SKS nya baru kumasuki.

Aku langsung menoleh karena aroma Linggar mirip dengan aroma keluargaku. Aroma yang sulit di jelaskan. Aroma campuran antara banyak manusia. Menjadi satu.

Linggar ikut menoleh menatapku. Nyengir. Dengan lidahnya ia menunjuk Gigi taringnya sendiri.

Aku mematung kaget. Ini pertama kalinya aku melihat vampir lain yang seusiaku. Aku tidak sepintar kakakku saat mendeteksi sesama vampir. Kak Dante bisa langsung tau dalam sekali tatap di tengah kerumunan. Tapi aku jarang bisa.  Jarang memperhatikan dan dasarnya tidak tertarik untuk tau juga.

Penampilan Linggar menarik. Basic dasar penampilan vampir. Cantik dengan rambut panjang sepinggang yang sengaja di cat coklat dan di kriting ombak ala salon. Pakaiannya juga fancy, celana panjang ketat dan baju bermerk yang sekali lihat pun tau itu mahal.

Aku masih ingat Linggar berkata haiii dengan nada keras namun tiba-tiba suaranya lambat pelan memanggilku vampir dalan satu tarikan senyum.

Aku yang masih belum terbiasa. Lagi-lagi hanya bisa mematung. Linggar yang tampaknya tidak peduli aku shock malah langsung mengenalkan diri. Percakapan basa-basi jauh dari dunia pervampiran. Aku mengobrol dengan nya sebagai manusia. Namun ketika jam kelas berakhir, sebelum Linggar bangkit berdiri untuk pindah ke kelas selanjutnya. Linggar berbisik di telingaku, "Bau darahmu enak. Siapa orang terakhir yang kamu minum?"

Baru setelah itu aku loncat berdiri. Adrenalinku terpacu bersamaan dengan insting teritorialku, "Apa bau ku terlalu mirip manusia?"

"Anehnya iya. Tapi aku tau kok. Kamu bukan manusia." Jawab Linggar ia ketawa ngikik. Tanpa menungguku, ia malah melenggang pergi. Meninggalkanku setelah menjatuhkan bom nuklir rasa takut campur penasaran untukku.

Esoknya aku berusaha mencari Linggar lagi. Mengikuti aromanya. Setengah mati mencari kesana kemari. Akhirnya aku menemukan Linggar. Sibuk merokok di halaman belakang gedung fakultas ekonomi, di gazebo dekat parkiran motor di bawah pohon-pohon rindang.

Aku menoleh kanan kiri. Memastikan situasi aman sebelum aku duduk di samping Linggar.

"Nggak usah setakut itu. Kalaupun ada yang nggak sengaja dengar percakapan kita. Kita bisa langsung ngilangin ingatan mereka."

Masalah, aku yang nggak bisa.

"Kamu nyari aku dari kemarin?" Linggar meletakan rokoknya di atas kayu gazebo. Memainkan rambutnya melirikku, "Kenapa?"

Serta merta aku menjelaskan semuanya. Kalau ini pertama kalinya aku bertemu dengan sesama vampir yang seumuranku,  seumur hidup aku hanya pernah melihat beberapa vampir selain keluargaku dan mereka individual, jarang suka berinteraksi.

"Hah?" Linggar ketawa ngakak. Aku di ketawain olehnya, "Kamu aja yang main nya kurang jauh!" Serunya geli.

"Di kampus ini banyak ya?" Tanyaku penasaran.

"Iya. Banyak. Mau kuajak ketemu mereka semua? Boleh." Tawar Linggar santai tapi kemudian ia mendekatkan hidungnya padaku, "Tapi baumu agak manusia. Kamu sadar nggak sih? Apa kamu setengah manusia? Ayah atau ibumu salah satunya manusia?"

"Nggak, dua-duanya vampir."

"Terus kok baumu aneh? Terlalu manusia. Cuma bau satu manusia. Akhir-akhir ini kamu cuma minum satu darah manusia tanpa ganti?"

Tepatnya aku minum satu sumber darah yang sama selama bertahun-tahun, Emir.

"Iya. Dua tiga kali." Aku berbohong sementara jantungku mulai berdetak terlalu cepat seperti hampir lompat keluar.

"Bohong." Linggar mendekatkan hidungnya di rambutku, aku buru-buru memundurkan wajah canggung, "pasti bukan cuma tiga kali. Lima ? Sepuluh kali?"

Aku meringis malu sudah berbohong idiot di depan vampir profesional, "ya orang yang sama beberapa kali."

"Wow. Apa orang yang sama kamu hisap terus menerus itu nggak mati? Minimal pingsan?"

Aku terkesiap, nafasku semakin memburu aku benci mendengar kalimat menghisap sampai mati," Apa harusnya gitu?"

"Jadi mangsamu nggak pingsan? Kamu minumnya dikit banget atau manusia yang kamu minum manusia super?"

"Emang selain vampir ada manusia super juga ya?"

"Nggaklah bego."

"Terus?"

"Ya nggak tau. Emang selama ini kamu minum nya gimana? Dikit doang? Emang bisa? Apa dia bener-bener nggak pingsan? Nggak sakit?"

Aku menggeleng, "Nggak... Emir nggak akan pernah kubiarin sakit."

"Oh ya? Hebat dong. Seharusnya tuh orang sejak lama mati."

Kini kembali ke kedamaianku di dalam mobilku yang gelap. Aku menatap Emir sungguh-sungguh, tidak peduli Emir masih sibuk menyetir mobil dengan wajah di tekuk seribu. Mendadak cemberut setelah kalimat terakhir yang kulontarkan dan cerita yang kulanjutkan. Aku menceritakan semuanya, pertemuanku dengan Linggar dari awal hingga akhir pada Emir, "Aku nggak akan pernah biarin Emir mati. Janji."

"Aku tau." Emir diam sesaat lalu menghela nafas.

"Aku juga nggak akan biarin Linggar gigit kamu."

"Iya." Emir mengangguk, tatapan matanya semakin berat dan garis rahangnya keras.

"Aku juga nggak akan lupa janjiku dulu, bertahun-tahun lalu dengan Emir. Aku nggak akan gigit orang lain selain Emir sebelum aku bisa menguasai kemampuanku. Janji."

PeronaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang