10 : membasuh

222 17 0
                                    

Langkah kakinya terus berlanjut sampai pada makam milik anaknya yang paling kecil, yang selalu ia sebut di setiap doanya.

Ia mengelus nisan bertuliskan Mia Eleanor itu, nama yang cantik, bukan? Namun tak sepatutnya secepat itu bisa terukir pada batu nisan.

Ia taruh sebuket bunga mawar putih di makam milik anaknya, ia kecup batu nisan milik anaknya sebelum akhirnya meneteskan air mata. Tak pernah ada orang yang akan bisa melihatnya meneteskan air mata, kecuali sang anak dan juga wakilnya.

Dengan deru nafasnya yang sangat berat berusaha mati-matian untuk menahan tangisannya yang luar biasa sulitnya, tetap berusaha untuk terlihat tegar walaupun dirinya hancur berkeping-keping.

"maafin papi, andai aja waktu itu papi bisa lebih cepet. mungkin dedek gak bakal kayak gini." Gumamnya sembari mengelus batu nisan milik sang anak, saat ini ia berjongkok dan hanya bisa melihat kearah rumput-rumput yang tinggi.

Namun penyesalan sudah tidak bisa menyelesaikan semuanya, walaupun sekarang dendamnya sudah terbalas akan Cosa Nostra yang sudah runtuh dan fraksi mereka yang sudah entah kemana jalannya.

Basecamp atau bahkan anggota Cosa Nostra yang menjadi saksi bisu kemurkaan Rion Kenzo itu, sudah menghilang dari peredaran setelah peperangan terbesar yang terjadi di Tokyoverse.

"tenang, dendam adek udah selesai kan? tugas adek sekarang cuman perlu istirahat aja." Gumamnya sekali lagi dengan senyuman palsu terukir diwajahnya, ia berusaha untuk tetap menjaga kewarasannya disaat mengetahui sang anak sudah tak berdaya di tangan anak-anak putih itu.

• • Flashback • •

"pak, lu kalau kayak gini terus Mami gak bakal pernah betah sama lu. seenggaknya kontrol emosi lu lah." Ujar Key kepada sang bapak, sebagai anak pertama yang akan selalu membawa setengah beban dari sang bapak adalah kewajibannya.

"kalau lagi badmood, mendingan lu nepi dulu." Orang yang selalu memimpin keluarga tersebut hanya bisa mengangguk mendengar curhatan dari sang anak, sadar bahwa ia juga salah di posisi seperti ini.

"minta maaf entar ya sama Mami kalau udah reda, nanti gua juga coba bicara sama beliau." Gin yang sedaritadi hanya mampu duduk, merasa takjub akan kesabaran sang kakak yang bisa menenangkan sang bapak di saat-saat seperti ini.

Karena sejujurnya, Gin juga terlibat dalam masalah mereka beberapa menit tadi. Tak kuasa menahan emosinya bahwa sang wakil sekaligus sosok figuran ibu baginya di pukul dan tak bisa membalas apapun, akhirnya ia turun tangan.

"si adek mana?" Tanya Elya secara tiba-tiba, membuat lamunan dari pria bersurai putih itu seketika hancur.

Raut wajahnya tak bisa berubah, takut dan khawatir sudah menjadi satu. Kini ia hanya larut dalam pikirannya sendiri, dimana adiknya? dimana perempuan malang yang selalu ia sayangi itu?

"tadi kan dia langsung kabur, entah kemana.." Selia ikut mengangkat bicara, oh astaga bertambah lah masalab mereka sekarang.

Radio. Hanya itu yang terpikirkan dalam pikiran Mako sekarang, dengan cepat ia meraih radio yang berada di saku celananya dan mengarahkannya kepada Mia.

"mi? mia?" Panggilnya berkali-kali, membuat yang lain mengarahkan atensinya penuh kepada pria bersurai putih itu.

Berkali-kali ia memanggil nama sang adik, namun tak ada jawaban sama sekali. Membuatnya semakin larut dalam kesedihan dan kekhawatiran, tak ada pilihan lain selain duduk di depan komputer dan melacak sang adik.

The Noir. || TNFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang