Tanganmu dengan lincah menulis sesuatu di sebuah kertas. Aku tidak tahu apa yang sedang kamu lakukan, namun itu membuatku terkejut karena keberanian.
Kau mengungkapkan perasaan di tengah lapangan, membuat semua yang ada di sana bersorak. Aku terdiam, tidak menyangka. Surat yang kamu tulis itu ternyata surat ungkapan perasaanmu terhadapku.
"Terima! Terima!" Sorakan demi sorakan menghampiriku.
Melihat wajahmu yang berseri dengan senyuman manis dari bibir kecilmu, membuat jantungku semakin berdegup kencang. Serangan apa yang telah kamu lakukan padaku.
Tanpa ragu aku mengangguk karena ini lah yang aku tunggu. Perasaanku terbalaskan.
Dia Aksa.
Siswa populer di sekolah SMA Negeri Bangsa. Aku sudah lama tertarik dengan siswa berkacamata dengan postur tubuh tinggi itu. Ingin mengubur rasa ini dalam-dalam karena sadar bahwa aku tidak pantas menjadi kekasihnya. Namun, serasa dunia berpihak padaku, dia ... ternyata dia juga menyukaiku."Jadi pacarku?" tanya Aksa lagi tepat di depanku.
Aku mengangguk lalu menjawab dengan suara yang lebih besar. "IYA, AKU MAUUUU!" Tepukan tangan menghampiri kami berdua. Senyumanku berkembang dengan pandangan yang tidak teralihkan dari raut wajah Aksa.
Aksa memelukku dengan perasaan bahagia, begitupun denganku. Tawa dari mulut kami menggema di tengah lapangan itu.
.
.
.Terdengar bisik-bisik bahwa kami berdua sangat cocok. Ahh~ senyumku mengembang bahagia mendengar bisikan-bisikan Siswa maupun Siswi itu.
"Jadi sekarang panggilan kita apa?" tanya Aksa. Kami bergandengan tangan menuju kelas, romantis bukan?
Aku tersenyum lalu menatap wajah tampan pacarku itu. Rasanya masih tidak menyangka akan menjadi pasangannya. "Bagaimana kalau sayang?"
Aksa tersenyum lalu menggeleng. "Aku tidak setuju, panggilan sayang itu khusus saat kamu sudah menjadi istriku." Aku mengangguk paham.
"Baiklah. Bagaimana kalau Na saja." Aksa mengangguk setuju. "Yah, aku setuju. Dan kamu panggil aku Sa." Anjani mengangguk.
Padahal aku sungguh berharap bisa di panggil sayang sama kamu, Sa. Tetapi, aku juga tidak bisa memaksa.
.
.
.Aku menjalani hari pertama dengan status pacaran dengan lancar di sekolah. Banyak yang memuji dan mencocokkan mereka berdua. Rasanya sungguh bahagia.
"Pulang naik apa?" tanya Aksa, yang berjalan di sebelahku.
"Hmm, aku tidak tahu," jawabku dengan gelengan kecil.
"Gojek?" Aku menggeleng tidak tahu. "Aku periksa di apk semuanya tidak ada yang bekerja. Aneh kan?" Aksa mengangguk setuju. "Yah, aneh."
"Bagaimana kalau kamu bersama Devano saja, Na?" Aku sedikit terkejut mendengar tawaran Aksa.
"Kenapa tidak kamu saja?" tanyaku, dengan langkah terhenti. "Aku tidak bisa, Na. Jina minta tumpangan tadi." Hatiku tiba-tiba nyeri begitu saja, pandangan mataku menurun menatap tanah. "Jina?" Aksa mengangguk lalu berucap, "Tidak enak menolaknya, Na. Jangan marah."
Aku melihat ke arah parkiran, dan mendapati Jina di atas motor Aksa. Senyumku mengembang menatap wajah pacarku itu. "Tidak apa-apa, hanya sekedar numpang kan?" Aksa mengangguk dengan cepat.
"Baiklah, hati-hati."
"Terimakasih, Na." Saat mau memelukku, tubuh Aksa tiba-tiba menjauh saat panggilan dari arah parkiran terdengar.