Remorse

8 1 0
                                    

Jungwon berjanji pada ibunya hari ini akan pulang lebih cepat. Ia ingin menunjukkan resep baru roti buatannya kepada sang ibu. Senyum tiada luntur dari wajahnya yang berseri, menandakan bahwa dirinya dilingkupi perasaan senang. Ia menaruh tas selempangnya di kursi, lalu berjalan kearah balkon kamar menemui ibunya yang sedang duduk memandangi langit sore. Jungwon tersenyum teduh, sembilan belas tahun ia hidup bersama ibunya dan saat saat seperti ini selalu menjadi salah satu pemandangan favoritnya. Ibunya yang duduk tenang memandangi langit sore seperti tanpa beban, sebuah senyum lebar ia dapatkan saat mata ibunya bersitatap dengannya.

"Jungwon?" pemuda yang dipanggil namanya tersenyum simpul, "Mengapa hanya berdiri disana? Kemarilah."

Ya, Jungwon hanya berharap segala hal baik untuk ibu dan dirinya, berdoa ia akan diberi waktu banyak oleh Tuhan agar terus bersama dengan wanita yang paling ia sayangi di dunia ini.

Jungwon menghampiri ibunya kemudian memeluk dan mencium keningnya. Rasa lelah letihnya menguap seketika. Ia banyak bercerita apa saja yang terjadi hari ini, dan ibunya selalu mendengarkan dengan seksama, walaupun yang Jungwon utarakan adalah hal yang sama dan itu itu saja setiap harinya. Biarlah, waktu senggang seperti ini akan ia rindukan ketika tua nanti. Ibunya terkadang usil menanyakan sesuatu seperti apakah kau tadi bertemu seseorang yang menarik perhatianmu? Apa kau menemukan seseorang yang kau suka? Seperti apa tipemu? Dan beberapa berondongan pertanyaan yang membuatnya mendengus geli juga dengan rona samar merah muda dipipinya.

Kembali pada pagi hari tadi...

.
.

.
.

Pukul lima pagi Jungwon sudah bangun dari tempat tidurnya membereskan buku buku tentang makhluk mitologi dan buku resep masakan yang berserakan dilantai kamarnya, menaruhnya kembali ke rak buku sesuai dengan tema buku tersebut. Ia keluar kamar menuju kedapur berniat memasak sesuatu sebagai sarapan sebelum pergi bekerja dan bekal nanti. Mengeluarkan selada hasil hidroponiknya dan sekaleng daging dari lemari pendingin, Marc bersiap dengan memasang celemek dan mengambil panci penggorengan. Mungkin hari ini nasi hangat dengan daging giling bumbu lada hitam terdengar mudah. Dimulai dari memasak nasi di rice cooker terlebih dahulu lalu meninggalkannya, ia menumis bumbu halus siap pakai hingga tercium bau harum memenuhi dapur. Kemudian menuangkan sekaleng daging, lada hitam halus, penyedap rasa, lalu mengaduknya hingga matang. Marc mencuci selada, menaruhnya di mangkok yang kemudian disajikan bersamaan dengan daging lada hitamnya tadi.

Jungwon membuka celemeknya dan mencuci peralatan masak yang baru saja dipakai. Lalu pergi untuk membangunkan ibunya yang masih terlelap, pulas. Ia menepuk pelan lengan ibunya mencoba membangunkannya perlahan. Jungwon membuka tirai dan jendela, membiarkan sinar matahari pagi juga udara baru masuk kedalam kamar. Suara decitan ranjang mengalihkannya dari matahari yang masih malu malu menampakkan dirinya.

"Selamat pagi Jungwon"

"Selamat pagi juga bu. Apa tidurmu nyenyak?"

Wanita berumur empat puluhan itu mengangguk mengiyakan pertanyaan anak laki lakinya lalu tersenyum hangat. Jungwon merangkul ibunya, mengantarkan ibunya kedepan pintu kamar mandi. Sebenarnya ibu Jungwon tidak apa apa, walaupun sudah berumur hampir setengah abad ia tetap sehat dan langkah kakinya juga masih mantap. Hanya saja, Jungwon memperlakukan ibunya dengan istimewa— tapi menurut wanita itu berlebihan.

Jungwon menunggu ibunya di meja makan sambil menyiapkan sepiring nasi dan sendok di samping piring. Ia mengambil kotak makan untuk bekal, mengisinya dengan makanan yang cukup. Mereka berdua makan dengan tenang, tak ada pembicaraan, manner.

Pukul tujuh kurang Jungwon pergi bekerja dengan diantar oleh ibunya sampai depan pintu, mengecup kedua pipi anaknya dan mengucapkan beberapa kata penyemangat. Jungwon tersenyum hingga cekungan dipipinya muncul, "aku akan pulang cepat. Aku ingin menunjukkan sesuatu pada Ibu. Ibu jaga diri dirumah ya" setelah itu pergi sebelum ibunya sempat membalas. Wanita tua itu menggeleng maklum, lalu menutup pintu dan tak lupa menguncinya.

Ring RoadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang