24

3.3K 183 18
                                    

[Sebelum Anna di panggil ke ruangan kerja Prabu]

"Bapak memanggil saya?"

Prabu yang sedang berdiri menghadap dinding kaca ruangan kerja nya yang menampilkan suasana perumahan menoleh saat mendengar suara Ajudan nya. Ia tersenyum lalu berbalik sambil berjalan menuju kursi kekuasaan nya, "Masuk, Theo."

Theo menutup pintu sebelum melangkah mendekat lalu menatap Prabu yang duduk di kursi kekuasaan nya. Dia tampak besar dan penuh kuasa di kursi tersebut. Theo berdiri dihadapan nya hanya berpisah meja yang penuh dengan kertas yang berderet rapi.

"Kamu ...," Prabu diam beberapa saat, ia bahkan tak menatap Ajudan nya. "Salah satu Prajurit terbaik, kata Jendral Wira. Setiap kali saya bertemu dengan nya, dia selalu melambungkan nama mu."

Theo menunduk sekali, "Itu hanya sanjungan, Pak."

"Kamu juga sudah mendapatkan Kualifikasi untuk naik pangkat, jauh lebih cepat ketimbang teman-teman seangkatan mu di Akademi." Prabu tersenyum kecil. "Saya selalu bertanya, kenapa prajurit sehebat kamu malah ditugaskan menjadi Ajudan saya."

"Kamu lebih cocok menjadi Komandan pasukan atau Ajudan Jendral Wira."

Theo hanya diam, dia masih mencoba menebak jalan pikiran atasan nya ini.

Prabu menarik napas akhirnya menatap Theo sambil bersandar ke kursinya. "Tapi takdir selalu menemukan cara nya, bukan?" Prabu tersenyum kecil namun penuh maksud. "Mungkin memang ada takdir yang tergariskan saat kamu jadi Ajudan saya."

"Menjadi Ajudan Bapak adalah moment terbaik dalam hidup saya, Pak." Ujar Theo mencoba menghibur.

"Mungkin kamu menjadi moment terbaik dalam hidup Anna."

D E G !

Theo mengepalkan tangan nya seketika ia mendengar atasan nya berbicara dengan senyum kecil dan mata nya menatap Theo mengejek. Theo bisa merasakan napasnya tersekat. Bagai maling ketahuan di siang bolong, kaki Theo gemetar. Ini mengingatkan nya saat pertama kali ia terjun ke dalam medan perang. Beda nya, yang ia hadapi bukan musuh, melainkan pria yang menjadi Ayah dari gadis yang ia inginkan dalam hidupnya.

Ternyata benar, lebih baik menghadapi seribu perang daripada menghadapi Ayah seorang gadis.

"Yang saya tahu, Anna memang menyukai mu dari SMA, dia selalu kesenangan saat melihat mu." Prabu diam sejenak. "Yang saya tidak tahu, kamu juga begitu."

Theo menelan ludahnya kasar.

Prabu tersenyum geli, "Atau karna kamu selalu dibelakang saya, makanya saya tidak melihatnya."

"Saya baru menyadarinya saat kalung yang kamu beli dikunjungan dinas saya ada di leher Anna." senyuman Prabu memudar.

Theo menyatukan kedua tangannya didepan tubuh lalu menunduk, "Maaf, saya lancang—"

"Kamu ga perlu minta maaf, Theo." Prabu memotong. "Ga ada yang salah ketika kita jatuh cinta."

Theo masih menunduk, ia merapalkan sumpah serapah ke diri nya sendiri. "Saya melewati batas saya. Sebagai Seorang prajurit dan sebagai Ajudan, saya melanggar kode etik yang tertera." Theo mengangkat kepala nya menatap Prabu yang masih menatapnya, menantang. Mengingatkan Anna pada tatapan Anna yang sama. "Saya siap menerima semua hukuman." Theo menatapnya tegas.

HIS SECRET SINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang