Dia mencari Solar.
Aku merasionalisasi alasan Gempa mencari Solar. Katak penghipnotis itu menanamkan paham aneh di otaknya Boboiboy. Mereka teracuni untuk menirukan sifat leluhurnya. Dan, Gempa, mengejutkannya tidak ada di Quabaq saat aku mencarinya, tapi dia malah mendatangi aku di Rimbara.
Gempa belum tentu mendatangi aku. Kurasa, Gempa mampir kemari untuk menanya-nanyai Rimba.
Dia menginginkan Solar, karena Hang Kasa juga dulu begitu, pada Retak'ka. Retak'ka tidak bisa dibiarkan berkeliaran di alam semesta, atau dia akan menghancurkannya dengan keserakahan. Mengingat sejarahnya, aku mengerti kenapa Hang Kasa memburu Retak'ka sebelum Retak'ka mengacaukan lebih banyak hal.
Di ujung hikayat, Hang Kasa bertarung sengit dengan Retak'ka, di antara bintang-bintang. Hasilnya, Hang Kasa berhasil menyihir Retak'ka. Retak'ka dipenjarakan dalam kungkungan zambrud pada perut planet penghasil kristal.
Aku menilik Boboiboy jenis itu. Gempa juga berencana membekukan Solar, sebagaimana Blaze dan Ice membawa dendam nenek moyang antara Puak Api dan Puak es, Solar dengan ambisi Retak'ka, dan Beliung dalam pengaruh keberkuasaan Kuputeri?
Ini bukan kabar baik, karena aku akan kesulitan menangani orang dimabuk amarah.
Bahkan perseteruan Blaze dan Ice dapat diuraikan karena aku dibantu baik oleh regu penjahat, Kokotiam, dan keberadaan Sopan. Tapi sekarang aku sendirian, dan bahkan Boboiboy rasa matcha itu juga bertendensi menjadi musuhku.
"Kamu mencari Solar?" Aku memandang Gempa dari pucuk rambut sampai ke ujung kaki. Dia berbeda dari apa yang digambarkan di tablet. Dia memakai zirah milik Hang Kasa, dan aku yakin, dia dia tidak akan bermurah hati untuk melepaskan Solar, titisan Retak'ka, kalau pun aku mengalahkannya di sini, dan lekas membawanya pulang.
Ular naga yang diperolehnya dari bongkahan tanah besar dari bekas kecelakaan pesawat luar angkasaku pelan-pelan terbang mendatar. Tubuhnya tidak lebih besar dari naga darkwoodnya Rimba. Mereka berukuran seimbang.
Naga darkwoodnya Rimba mengerang marah, merasakan energi permusuhan dari naga punyanya Gempa, karena naga itu muncul terlalu tiba-tiba, dan bentuknya mengancam.
Gempa tidak menjawab, dan justru menatapku penuh analisa. Gempa tidak mengenali aku. Dalan hidupnya, ini kali pertama dia melihat aku.
Jari telunjukku terangkat pada Rimba. Dengan penuh hawa pengkhianatan, aku mengulum senyum culas selagi tanganku menodong presensi Rimba.
Pria bermanik hijau terang itu ikut-ikutan memandangku. Dia bingung, kenapa aku mendadak menunjuknya, dan bahkan, sambil menampilkan seringai kecil.
"Dia yang menyembunyikan Solar." Aku menuduh Rimba.
Kejadiannya cepat. Mata Gempa melotot marah, merasa dibodohi, kemudian vibrasi di bawah telapak kakiku terasa seperti tanah hendak terbelah-belah menjadi saling separatis.
Politik adu domba itu memang mematikan. Aku yakin kurang lebih, Gempa mengingat jejak kredensial Rimba. Setidak-tidaknya Gempa tahu, bahwa Rimba merupakan bagian lain dari dirinya, makanya Gempa paham mengapa Rimba ada di sini—dan Gempa memutuskan untuk mewawancarainya.
Tekanan simultan timbul dari bawah tanah. Gundukan tanah-tanah lancip tercipta bak ratusan garpu makan yang mendadak timbul dari bawah tanah, dan menusuk siapapun dalam lintasan terjangannya. Bertubi-tubi, fenomena alam invasifnya terjadi. Terpaksa, Rimba, masih dengan mahkota bunga di atas kepalanya, menyingkir dengan naik ke tunganggan naga darkwoodnya.
"Jadi kamu memutuskan untuk memerangi aku, Gempa." Kata Rimba. Dia berdiri di atas punuk naga darkwoodnya tanpa goyah, meskipun gaya terbangnya naga itu cukup ekstrim, dan penunggang reguler pasti sudah akan jatuh karena faktor gravitasi.