«Menempuh asa tanpa garis miring, melalui garis bawah kita semua tahu bahwa tanda tersebut sudah dapat dipastikan akan terjadi.»
★
Melompat dengan lembung, seakan tubuhnya melayang tanpa gravitasi. Tangan yang mungil dan gemas kian berayun ke depan dan belakang, menari dengan alunan angin yang menerpa dedaunan.
"Jingmi kemarilah!"
Wanita paruh baya memanggilnya, lalu memetik sekuntum bunga Lilly Merah yang ada di kebun bunganya.
"Ada apa, ma?"
Gadis kecil itu menghampiri, dengan raut wajahnya yang selalu polos dan penasaran.
Dengan lembut bunga Lilly Merah terselip di telinga kanannya, berkat sang ibu yang menyelipkannya. Sang gadis kecil menyunggingkan senyuman indah, nampak manis dengan hiasan bunga Lilly Merah tersebut.
Kini sang ibu mengusap pipi mungilnya dengan ibu jari, menatap dengan penuh kasih sayang.
"Berjanjilah pada mama untuk tetap hidup, Jingmi."
"Mama?"
"Tetaplah hidup demi mama!" Sang ibu menangkup kedua pipi putrinya, meminta dengan netra yang nyaris tergenang air mata.
Tangis bergema, melihat pipi indah sang ibu yang digenangi tetesan cairan air mata membuat hati si putri kecil meringis.
Ibu jari yang mungil nan gemas mengusap pipi sang ibu, menghilangkan jejak tangisan. Bibirnya tersungging senyuman manis dan hangat sambil mengatakan, "Jingmi berjanji untuk mama..."
Tawanya yang gemas bergema di dalam kegelapan, suara yang lebih indah namun satu-satunya jejak masa lalu yang paling kelam baginya.
★
ᴘɪᴄᴛ ʙʏ ᴘɪɴᴛᴇʀᴇsᴛ
Hamparan bak kanvas berwarna biru gelap dengan beberapa bintang bagai Kunang-kunang, di tepi sungai Jingmi hanya menatap ke arah arus yang terus mengalir tanpa henti.
Bayangannya sendiri sudah menjelaskan bagaimana dirinya saat ini. Kosong, hening, gelap, bahkan dingin. Refleksi diri sendiri yang jelas sudah ia miliki sejak kepergian mendiang ibunya. Kini yang ia lakukan hanya hidup dengan raga namun seolah jiwanya telah pergi jauh.
Angin hilir menerpa dirinya, membuat rumput di sekitarnya menari. Dinginnya suhu angin bahkan tidak kalah dari sikapnya selama ini terhadap orang-orang, sunyinya malam tidak kalah dari caranya bicara, namun bagaimana dengan kekosongan?
Ia merebahkan tubuhnya di hamparan rumput hijau yang menari, netra kelabu menatap langit dan bintang. Dengan perlahan ia mendesah, untuk mengusir penat yang dilaluinya selama ini.
Tangannya diangkat ke udara seolah ingin menggapai bintang, lalu ia merentangkan jemarinya. "Kira-kira mama bintang yang mana?"
Saat sedang memperhatikan beberapa bintang, ia menyadari ada cahaya yang berkedip diantaranya mereka.
"Mama?"
Bintang itu berhenti berkedip. Tidak mungkin ibunya memberi tanda seperti itu, lagipula ibunya bukan sekedar menjadi bintang. Sang ibu sudah memiliki tempat yang istimewa dan lebih tenang sekarang.
Sang gadis pun bangkit, ia kembali duduk dan tertawa hambar. "Bodohnya aku!"
Ia segera beranjak dan melanjutkan perjalanan untuk pulang.
★
Langkah yang pelan dengan suasana hati yang hampa ia terus berjalan hingga sampai di dekat sebuah halte bus, tidak mau membuang waktu untuk duduk dan meratap lagi ia segera turun dari trotoar untuk menyeberangi jalan raya di zebracross.
Ia mendengar suara aneh seperti besi yang bergerak, namun saat ia berhenti dan menoleh suara itu tidak ada. Jadi ia tetap melanjutkan perjalanannya.
PLANG!
Tepat saat ia melihat ke atas, sebuah besi rambu lantas sudah patah dan terjatuh. Tidak memiliki kesempatan untuk menyelamatkan diri, besi tersebut menghantam kepalanya dengan keras dan semua hal menjadi gelap setelahnya.
★
[Date : September, 12 2024]
KAMU SEDANG MEMBACA
JINGMI
FantasyLi Jingmi, gadis yang memiliki banyak rahasia dituntut untuk bungkam dan terus hidup dalam raga yang jiwanya sudah tidak jelas apakah masih ada atau tidak. Hidupnya seolah memiliki benteng setinggi langit ketujuh, tidak harus mengetahui siapapun ata...