delapan : berpelukan

167 8 2
                                    

Tok tok.

Cherly masuk membawa baskom berisi air hangat beserta handuk kecil khusus mengompres.

Cewek itu duduk di bibir ranjang lalu menyentuh pelipis dan leher Argio yang terasa panas di tangannya.

"Aku minta maaf."

Buat apa?

Karena Cherly tidak menuruti keinginan Argio tadi siang. Cherly lebih menuruti egonya tanpa memikirkan keadaan Argio yang membutuhkan posisinya.

Ah, Cherly bodoh.

Seharusnya menuruti keinginan pria otoriter itu daripada melihatnya tidur dalam keadaan cairan keluar dari ujung matanya.

"Ke dokter yuk. Tapi ke sananya pakai ojol ya."

Cherly tersenyum seraya menghapus lembut setetes air mata Argio. Lalu turun ke rahang tegas yang membuat Argio tampan paripurna.

"Om Gio," panggil lembut Cherly meletakkan kompresan di pelipis Argio.

Pelipis Argio mengkerut ketika mendengar suara halus dan sapuan hangat di rahangnya.

"Om, minum obat yuk."

Terlihatlah mata merah berair Argio yang tidak pernah Cherly lihat selain pria itu sakit.

Sepertinya jika terluka, Argio tidak akan selemah ini. Karena sejatinya cowok hanya lemah setiap terkena demam.

"Saya gak mau minum obat."

Badan panas dan mata memerah berair masih tidak mau minum obat? Cherly tidak bisa menerimanya.

Cherly menginginkan punggung keluarga itu sembuh sebelum Retta pulang.

Pasalnya Cherly tidak memberitahu Retta jika Argio sakit. Maka dari itu Retta tidak pulang dan memilih menginap di hotel setelah mengecek kesehatannya di luar kota.

Jauh sekali ya? Kata Retta sih sekalian jalan-jalan.

"Aku mau Om minum obat. Om gak mau sembuh? Gak enak tau sakit."

Argio menghela.

"Saya gak mau, Cherly."

Tidak. Kali ini Cherly tidak boleh mengalah dengan Argio yang jelas butuh obat pereda panas.

"Om Gio, minum sekali aja obatnya. Terus lanjut tidur."

Argio menelan salivanya melihat aura keibuan Cherly.

Tatapan, senyuman, beserta usapan lembut nan hangatnya Argio dapatkan hari ini.

"Saya maunya kamu memeluk saya selama tertidur."

Sangat keras kepala.

Cherly memejamkan matanya berusaha sabar menghadapi bayi besar sedang sakit.

"Pelukan itu gak mam–"

"Itu berhasil. Saya ingin kamu memeluk saya, Cherly." Argio terus memotong ucapan Cherly walaupun tubuhnya tidak fit.

Cherly berusaha tidak membantah seperti tadi siang. Karena Cherly menginginkan Argio sembuh dan kembali seperti semula.

Dengan perasaan ragu-ragu, Cherly merebahkan tubuhnya di dekat Argio. Kemudian memiringkan tubuhnya ke Argio yang menunggu pelukannya.

"Padahal lagi sakit, tapi Om terus buat aku kesal."

Argio mendekat dan memeluk tubuh mungil itu pertama kali di kasurnya.

Sang pemilik tubuh bergerak mematung mendapatkan pelukan erat Argio. Menetralisirkan degupan jantungnya yang terus memompa cepat. Membuat Cherly merasa malu jika Argio sampai merasakan pompaan jantungnya.

"Om, kalo Oma lia–"

"Saat ini hanya ada saya dan kamu di rumah ini."

Cherly tersenyum kikuk di bahu Argio ketika pertama kalinya merasakan usapan dan remasan lembut di pinggangnya.

"Sebenarnya tidak boleh aku sama Om berpelukan seperti ini di kasur."

"Apa peduli saya sama itu? Saya lagi sakit dan menginginkan kamu memeluk saya."

Faktanya Argio memeluk Cherly, sedangkan Cherly diam seperti guling yang dipeluk sang pemilik.

.....

FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang