Hari Keduapuluh Sabila untuk Lian

8K 821 89
                                    

Semakin jauh saya melangkah
Semakin besar rasa gundah
Apakah ini sebuah tanda
Jika rasa takut itu mulai tiba
- Lianda Sanjaya -

Semakin jauh saya melangkahSemakin besar rasa gundahApakah ini sebuah tanda Jika rasa takut itu mulai tiba- Lianda Sanjaya -

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah perdebatan panjang tentang penjemputan di Bandara.  Rey yang awalnya menjemput Sabil dan Fernan menjemput Lian, kini menjadi satu di dalam mobil. 

Ulah siapa lagi ini, jika bukan Lian.  Berdalih supaya hemat bensin padahal jelas dia hanya tidak mau Sabil berduaan saja dengan abangnya.

"Happy ngga nih di Bali, kerja nyambi liburan?"
Rey yang tampak bahagia dengan kehadiran Sabila pun seakan ingin tahu perasaan yang Sabila rasakan.

Fernan menyambar jawaban dari pertanyaan Rey, bahkan sebelum Sabila buka suara.

"Ehm Ehm ini Kerja? Liburan? Apa honeymoon nih?

Sontak Lian yang betepat berada dikursi belakang Fernan menarik rambut pirang laki-laki itu.
"Mulut lo emang berbisa ya, mau dipecat?"

"Anjir ngga seru bang, main pecat-pecat aja adek lo"

Sabil yang menyasikan kedua orang sahabat itu hanya bisa tertawa.

"Eh kemarin janji loh ditelpon mau bagiin hasil foto polaroid selama disana?" Fernan menangih janji Sabil untuknya.

"Iya buat gue juga loh Sab. Gue mau yang sunset"
Fernan ikut serta tak mau ketinggalan

"Yang sunset ngga ada, keburu abis kertasnya.  Tapi yang file ada di Hp pak Lian kalo mau"

"Ngga ah, yg polaroid aja.  Dari Sabila ngga mau yang Lian.  Pokoknya mau itu gambar pasir, umang-umang, jempol kaki, lobang hidung gue mau yang dari lo Sab"  Fernan melirik sekilas ke arah Lian seakan menyatakan kalo dia tidak tertarik apapun yang berhubungan dengan shabatnya itu.

"Iya besok saya bawa ya ke kantor"

(Awas aja lo Fer, balik ke Jakarta hidup gue ngga aman lagi ini)
___________________________

Lian memutuskan untuk pulang kerumah orang tuanya, selain melepas rindu dan ingin makan masakan mamanya. Tentu saja Lian malas jika harus mengurus pakaiannya setelah dinas, membongkar koper dan memilah milah pakaian yang akan diaundry.

"Maaa, tolong ya bantu pilihin baju-baju Lian"

"Iya sayang, kamu happy dinasnya?"

"Capek ma"
Lian membaringkan badannya dikasur, menatap langit-langit kamarnya.

"Ma, Lian mau tanya"

30 Hari Menaklukan Hati Pak Boss (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang