PROLOG

2.1K 199 17
                                    

Mata gadis itu perlahan mulai terbuka, indra penciumannya menangkap bau yang sangat menyengat membuat dahinya berkerut. Iris biru muda itu akhirnya terlihat, dia menatap heran ruangan serba hitam dengan botol-botol aneh di rak.

Tatapannya terkunci pada seorang pria yang tengah menulis sesuatu di meja kerjanya. Dia merasa familiar dengan pria itu, tapi dimana?

Pria itu mengangkat kepalanya, sedikit terkejut melihat gadis kecil di depannya selamat setelah tertimbun badai salju.

"Kamu baik-baik saja?" Tanya pria itu dengan suara berat membuat gadis itu sedikit merinding. Dia mengangguk pelan dan melihat ke sekelilingnya dengan penasaran.

"Ini, dimana?"

Pria itu bangkit dari kursinya dan memberikan coklat hangat. Gadis itu menatap cangkir susu di tangannya dan menyesapnya dengan nikmat. Rasanya benar-benar enak membuat tubuhnya menghangat dalam sekejap.

"Beruntung bahwa kamu bisa selamat dari badai salju." Celetuk pria itu dan duduk di samping gadis itu. "Dan juga, apa yang dilakukan anak kecil sepertimu di tengah badai salju lebat di luar sana?"

"Mencari makan." Jawabnya singkat dan kembali menyesap susu coklatnya dengan nikmat. "Aku kelaparan." Gumamnya pelan sambil memegang perutnya yang sedikit berbunyi.

Sejenak pria itu terdiam dan mengangguk mengerti, menatap intens gadis kecil beriris biru muda ini. Jarang-jarang melihat mata sejernih ini, pikir pria itu.

"Oh ya paman, siapa namamu?"

"Severus Snape."

Dan saat itu juga, gadis itu spontan menyemburkan susu panasnya karena terkejut. Severus langsung berdiri ikut kaget dengan gadis kecil ini yang tiba-tiba menyemburkan minumannya yang membuat dirinya juga terkena semburan coklat panas itu.

"Are you nuts?!" Bentaknya tanpa sadar dan berbalik pergi mengganti bajunya meninggalkan gadis kecil itu yang memegang pipinya yang pucat dengan tangan kecilnya.

Tidak, tidak, tidak, tidak!

Tidak mungkin terjadi, kan?!?!

Dia memperhatikan tangannya yang kecil dan pucat, rambut hitam acak-acakan dan tubuh sekecil ini bahkan bisa angin terbangkan dengan mudah!

"Kenapa aku bisa masuk ke dalam cerita Harry Potter?!" Pekiknya pelan tanpa sadar dan turun dari sofa mencari cermin untuk melihat bagaimana rupanya sekarang.

Astaga.. berapa umurnya sekarang? Tubuh ini terlalu kecil dan rapuh.

Severus kembali setelah mengganti pakaiannya. Dia menatap gadis kecil yang tengah bercermin sambil memegang pipi tirusnya dengan terkejut.

"Aneh." Katanya datar membuat gadis kecil itu berbalik menatapnya dengan penasaran. "Siapa namamu?"

Keheningan melanda selama beberapa saat, Severus heran sedangkan gadis kecil itu diam berfikir.

"Raven." Ucapnya pelan.

"Raven?" Ulangnya sedikit ragu dan melihatnya dari atas sampai bawah. "Hanya Raven? Tidak punya nama belakang?" Tanyanya lagi untuk mengkonfirmasi.

Dia mengangguk mengiyakan.

"Baiklah Raven. Aku ingin berbicara beberapa hal denganmu."

"Tentu, paman."

Severus membawa gadis itu duduk di sofa dan menanyakan siapa dirinya dan dari mana asalnya. Raven hanya menjawab hal yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan keluarga.

"You know where you are now?" Tanya Severus memastikan.

Raven spontan menjawab. "Ini di London?" Jawabnya asal dengan lugas.

"Tidak. Ini bukan London." Balasnya dan membuat sekitarnya menjadi tembus pandang. Salju lebat di luar kini bisa dilihat jelas dari dalam rumah ditambah badai besar yang kini tengah turun deras. Melihat wajah takjub sekaligus kebingungan, Severus menarik kesimpulan bahwa gadis kecil ini seorang Muggle.

"Wow! Apa itu? Kamu bisa melakukan sihir?" Raven bertanya antusias. Dia memang membayangkan bagaimana sihir itu tapi tidak ia sangka akan sekeren itu.

"Yes, I can. It's because I'm a wizard." Katanya pada Raven yang hanya dibalas tatapan takjub. Yah, dia tidak kaget karena sudah tau hal itu tapi tetep saja, itu sangat keren!

Satu tarikan bibir yang begitu tipis muncul di wajah datar Severus. Wajah takjub gadis ini terlihat sangat lucu namun ada sesuatu yang membuat gadis ini nampak sedikit menarik. Untuk membuktikan hal itu, Severus coba untuk mengajarinya mantra sederhana dan tentu saja, ia mengizinkan Raven menggunakan tongkatnya.

Dia ternyata mengajari Raven mantra Wingardium Leviosa, mantra untuk menerbangkan sebuah objek.

"Nah, kamu coba. Tapi jangan memaksakan diri dengan tubuh itu, bisa-bisa kamu akan mati." Sarkas Severus membuat Raven mencibir. Dia hanya kekurangan nutrisi, sialan.

Dengan menggunakan tongkat sihir Severus, Raven berhasil menerbangkan sebuah bulu dan dengan pelan kembali meletakkannya. Raven menatap Severus yang sedikit terkejut.

"Seorang Muggle yang punya bakat penyihir. Tidak buruk untukmu, bocah." Severus merampas tongkat sihirnya dari Raven dan menyimpannya.

"Apa lagi yang bisa kamu lakukan?" Tanyanya membuat Raven menoleh heran.

"Ha?" Beo Raven. Dia sendiri saja tidak tau. "Kamu bertanya hal aneh, paman. Aku juga tidak tau sih."

Raven cengengesan tak bersalah dan melihat badai salju di luar sana dengan ngeri. Sangat disayangkan bahwa jiwa pemilik tubuh ini sudah tidak ada. Hal itu sedikit membuat Raven sedih.

"Paman, kamu sudah menikah, ya?" Tanya Raven polos membuat Severus tersedak. Dia memberikan tatapan tajam pada Raven yang langsung membuang muka ke samping berusaha tidak bertatapan langsung dengan pria suram itu.

"Kasian, cinta bertepuk sebelah tangan, beda alam lagi." Batin Raven meringis ngilu. Nangisnya dapet, sakitnya juga dapet. Double kill.

"Itu bukan urusanmu, bocah. Lebih baik kamu duduk diam dan minum coklat panasmu." Katanya dingin dan berbalik menulis tanpa menghiraukan Raven yang tengah duduk santai di depan perapian sambil menyesap susu coklat panasnya. Raven hanya diam tak banyak berbicara dan kembali duduk, bersandar di sofa sambil melihat tungku api yang menyala untuk menghangatkan ruangan.

Keheningan melanda hampir dua jam, Severus tiba-tiba bangkit dari kursi dan mendekati Raven yang setengah tertidur karena merasa nyaman sekaligus kelelahan.

"Aku punya penawaran." Celetuk Severus membuat Raven membuka matanya, menatap tak mengerti. Raven yang setengah sadar berusaha duduk untuk mendengarkan ucapan pria sadboy di sampingnya ini.

"Bagaimana kalau kamu anak angkatku?"

Raven tersentak sejenak dan kemudian mengangguk saja membuat Severus tersenyum puas

Tapi sebenarnya, gadis itu sama sekali tidak mendengar kalimat yang diucapkan Severus karena sudah terlalu mengantuk ditambah, suasana hangatnya membuat Raven semakin terlelap.

Dengan hati-hati dan kaku, Severus mencoba menggendong Raven. Sedikit canggung karena ini pertama kalinya Severus menggendong seorang anak.

"Dia kecil." Gumam Severus saat merasakan ringannya tubuh gadis kecil di rengkuhannya. Sedikit aneh saat tangannya mengusap surai hitam Raven yang sedikit kasar, walaupun begitu Severus juga sedikit senang dengan keberadaan Raven. "Selamat tidur."

Di lantai dua dimana ada satu kamar di sebelah tangga, Severus membaringkan Raven yang sudah lelap dan menarik selimut menutupi tubuh kecil anak itu.

"Apa yang tadi ku ucapkan?" Batin Severus yang menepuk dahinya pelan, menyesal mulutnya yang berucap tanpa perintah. Dia tidak perlu anak, kenapa juga dia menawarkan itu pada Raven? Pekerjaannya lebih penting dibanding merawat anak yang datang entah dari mana.

Tapi, tatapannya kembali jatuh pada Raven yang tertidur lelap di kasur.

Pada akhirnya, Severus memilih keluar dari kamar dan mengunci dirinya diruang kerjanya dari pada harus pusing dengan pikirannya yang tak sinkron dengan tubuhnya.

𝐓𝐇𝐄 𝐖𝐀𝐓𝐂𝐇𝐄𝐑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang