17. Halaman belakang 21+

63.2K 234 9
                                    

Setelah keluar dari kamar mandi, tubuh mereka masih hangat dari air dan uap yang melingkupi ruangan tadi. Ria melilitkan handuk di tubuhnya, melangkah pelan menuju kamarnya dengan Alex mengikuti di belakangnya. Ria membuka pintu lemari pakaian, bersiap untuk mengambil sesuatu untuk dipakai, tetapi tangannya terhenti ketika Alex dengan lembut menahan pergelangannya.

“Mb, tunggu sebentar,” bisik Alex, mendekatkan tubuhnya yang masih basah dan hangat ke punggung Ria. Ria bisa merasakan napas Alex di lehernya, membuat jantungnya berdebar lebih cepat.

"Apa, Lex?" tanya Ria, suaranya bergetar ringan. Dia merasa tangannya mulai melemah di bawah sentuhan Alex, tubuhnya secara otomatis menuruti setiap perintah pria itu.

Alex memeluk Ria dari belakang, menempelkan tubuhnya ke tubuh Ria yang hanya ditutupi handuk tipis. “Aku mau, Mbak... telanjang aja di rumah,” ucap Alex dengan suara rendah namun tegas, seolah-olah itu bukan sekadar permintaan, tetapi lebih seperti perintah yang tidak bisa ditolak.

Ria terdiam sejenak, mencoba memproses apa yang baru saja dikatakan Alex. “Tapi... Lex, bagaimana kalau Sheila tahu?” bisiknya, masih merasa ragu. Namun, hatinya tahu, ada bagian dari dirinya yang tak bisa menolak pria ini.

“Tidak usah khawatir, Mbak...,” jawab Alex, suaranya lembut namun mendominasi. Dia dengan perlahan membuka handuk yang menutupi tubuh Ria, memperlihatkan kulitnya yang halus dan sempurna. Tangan Alex segera meremas dada Ria, bermain dengan kelembutan dan kekuatan yang membuat tubuh Ria bergetar dalam kenikmatan.

Ria mendesah, matanya setengah tertutup oleh sensasi yang menyebar dari sentuhan Alex. “Lex... tidak usah...” ucap Ria dengan suara yang semakin lemah, tidak lagi terdengar sebagai penolakan, tetapi lebih sebagai permintaan yang setengah hati.

Alex membungkuk ke depan, mencium bahu Ria dengan penuh gairah. “Shhh... Mbak, tidak usah menolak...,” bisiknya, tangannya terus menjelajahi tubuh Ria, merasakan setiap lekuk dan sudut yang membuatnya tergila-gila. “Biar aku mudah masukinnya kapan saja...”

Ria menghela napas panjang, tubuhnya semakin meleleh di bawah sentuhan Alex. Tidak ada lagi kekuatan untuk melawan, tidak ada lagi alasan untuk menolak. Semua itu hilang di balik sentuhan lembut namun mendesak yang diberikan Alex. “Lex... kamu...,” Ria mencoba berbicara, tetapi kalimatnya terpotong oleh ciuman Alex yang mendarat di bibirnya, menyegel setiap keraguan yang mungkin masih tersisa.

“Mbak sudah milikku sekarang,” bisik Alex di antara ciuman mereka. “Dan aku tidak akan membiarkanmu pergi...”

Ria menutup matanya, menerima sepenuhnya keadaan yang sekarang ia hadapi. Tangan Alex yang kuat, ciumannya yang mendalam, dan gairah yang tak terpadamkan membuatnya menyerah sepenuhnya pada pria yang seharusnya hanya menjadi adik iparnya.

Mereka berdua tahu bahwa hubungan ini tidak seharusnya terjadi, tetapi hasrat dan keinginan telah mengalahkan semua batasan yang ada di antara mereka.

Ria berdiri terpaku di depan cermin, tubuhnya terbuka lebar, hanya dilindungi oleh hawa hangat yang tersisa dari kamar mandi.

Perasaan campur aduk berkecamuk di dalam dirinya—antara malu, terangsang, dan tak berdaya di bawah pengaruh Alex. Wajahnya memerah saat menyadari betapa terbukanya dia, tidak hanya secara fisik, tetapi juga emosional.

"Lex... Mbak malu," bisik Ria, suaranya penuh rasa enggan. Matanya menatap ke bawah, mencoba menghindari pantulan tubuhnya yang telanjang di cermin, tetapi Alex tidak membiarkannya.

Alex berdiri di belakang Ria, tubuhnya yang kekar menempel erat pada punggung Ria. Dia meraih tangan Ria dengan lembut namun tegas, menariknya lebih dekat ke arah cermin sehingga tubuh mereka berdua terpampang jelas di depan mata. "Lihatlah, Mbak," bisik Alex di telinga Ria, suaranya dalam dan menggoda. "Lihat tubuh Mbak yang indah ini."

Love & Lies : Affair With Brother-in-Law 21+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang