Bab 17: Bram Hampir Ketahuan oleh Penggemar

20 9 0
                                    

Setelah pengakuan Bram malam itu, suasana rumah menjadi sedikit canggung. Meski Sari sudah mulai menerima kenyataan bahwa suaminya adalah Arga, perasaan kecewa karena tidak diberitahu sejak awal masih ada di hatinya. Namun, ada kesepakatan baru yang mereka buat bersama: tidak ada lagi rahasia di antara mereka. Sari bahkan mulai merasa tertarik untuk tahu lebih banyak tentang proses kreatif Bram sebagai Arga.

Meski begitu, Sari tetap memilih untuk menjaga jarak dari hal-hal terkait "Arga" untuk sementara waktu, sebagai bentuk penyesuaian diri. Dia tidak ingin terburu-buru terjun ke dalam dunianya yang baru saja dia ketahui. Bram pun memahami hal itu dan tidak memaksa. Ia juga mulai terbuka tentang kesulitan dan tekanan yang ia rasakan sebagai penulis terkenal, yang selama ini ia sembunyikan.

Namun, di luar hubungan mereka yang mulai membaik, tantangan lain muncul di hadapan Bram. Ketika dia sedang berjalan-jalan di taman untuk mencari inspirasi dan menenangkan pikirannya, seorang penggemar Arga yang sangat antusias—yang ternyata juga kenalan Sari—secara tidak sengaja mengenalinya. Namanya Rina, salah satu anggota aktif klub buku Arga yang sering mengunjungi rumah mereka untuk pertemuan.

"Oh, Bram! Tumben sekali kamu di sini!" sapa Rina dengan ceria. "Kamu tahu tidak, tadi aku lihat seseorang yang mirip Arga di kafe dekat sini. Aneh banget, sih! Wajahnya mirip, tapi dia pakai topi dan kacamata hitam."

Bram berusaha keras menahan ekspresinya tetap tenang. "Oh ya? Mungkin itu hanya orang yang mirip. Arga tidak mungkin muncul begitu saja di tempat umum, kan?"

Namun, Rina tetap curiga. "Iya, tapi setelah aku perhatikan lebih dekat, dia benar-benar mirip denganmu. Sebenarnya, ini agak lucu sih. Kamu dan Arga punya banyak kesamaan, kamu tahu?"

Bram tertawa gugup. "Ah, masa? Mungkin hanya kebetulan saja."

Namun, Rina tampak tidak yakin. "Kamu tahu, aku mulai merasa ada yang aneh sejak aku melihat kamu dan Sari di acara festival buku beberapa waktu lalu. Kalian terlihat sangat tertarik ketika Arga tampil meskipun kamu berusaha menghindari keramaian."

Perasaan Bram semakin waspada. "Yah, itu karena Sari penggemar beratnya. Aku hanya menemani dia."

Meskipun begitu, Rina tidak menyerah begitu saja. "Tapi kemarin, aku juga lihat kamu bertemu seseorang di kafe. Dan dia terlihat seperti... editor Arga, kan?"

Mata Bram langsung membesar. Dia harus berpikir cepat. "Oh, itu! Sebenarnya dia juga editor untuk beberapa penulis lain. Aku sedang mempertimbangkan menulis buku juga, jadi aku bicara dengan dia untuk mendapat masukan."

Rina terlihat terkejut dan sedikit kagum. "Wow, serius? Kamu mau jadi penulis juga? Itu keren sekali!"

Bram tersenyum, merasa lega karena berhasil mengalihkan pembicaraan. "Iya, mungkin hanya proyek kecil-kecilan. Siapa tahu, kan?"

Namun, sebelum dia bisa merasa terlalu lega, seorang pria lain menghampiri mereka. Bram langsung mengenali wajahnya; dia adalah salah satu moderator forum penggemar Arga yang terkenal dengan ketelitian dan investigasi online-nya. Bram menyadari bahwa posisinya semakin terpojok.

"Maaf, aku tidak bisa tidak mendengar percakapan kalian," kata pria itu. "Kamu benar-benar mirip Arga, tahu. Aku sering melihat foto-foto penulis di acara buku, dan aku cukup yakin kamu adalah orang yang sama."

Jantung Bram berdetak lebih cepat. Jika mereka semakin mencurigainya, identitas rahasianya bisa terbongkar. Dia harus segera melakukan sesuatu.

"Ah, itu pasti kesalahan besar," kata Bram dengan tawa palsu. "Mungkin aku hanya beruntung punya wajah yang mirip dengan penulis terkenal."

Pria itu tampak belum puas. "Hmm, aku tidak yakin. Tapi jika kamu bukan Arga, mungkin kita bisa buktikan dengan cara yang sederhana."

Bram mengerutkan kening, merasa situasi ini akan semakin sulit. "Bagaimana maksudmu?"

Pria itu tersenyum licik. "Aku ada ide. Kamu tahu, di forum penggemar, kami sering melakukan kuis trivia. Jika kamu memang bukan Arga, kamu seharusnya bisa menjawab beberapa pertanyaan ini dengan salah, kan?"

Bram langsung tahu ini adalah perangkap. Dia tidak bisa menjawab dengan benar atau salah tanpa menunjukkan sesuatu yang mencurigakan. Namun, dia mencoba untuk tetap tenang dan menghadapinya.

"Baiklah, ayo kita coba," kata Bram, meski dia tahu risikonya. "Tapi aku tidak bisa menjamin aku akan tahu semuanya."

Rina tertawa dan bertepuk tangan. "Wah, ini akan seru!"

Pertanyaan pertama cukup sederhana, tentang judul buku pertama Arga dan inspirasi di baliknya. Bram dengan mudah menjawabnya, karena dia tahu ini adalah informasi umum yang diketahui banyak orang.

Namun, pertanyaan berikutnya semakin sulit dan lebih spesifik—berfokus pada detail-detail kecil dari buku-buku Arga yang hanya diketahui penggemar berat atau... penulisnya sendiri. Bram merasa terjebak. Jika dia menjawab dengan benar, kecurigaan mereka akan semakin kuat. Jika dia menjawab salah, mereka akan tahu dia berbohong karena kesalahannya bisa terlihat disengaja.

Bram berusaha menjawab dengan samar dan mengalihkan topik setiap kali pertanyaan menjadi terlalu spesifik. Namun, dia tahu ini hanya masalah waktu sebelum mereka benar-benar menyadari ada sesuatu yang aneh.

Tepat pada saat itu, ponsel Rina berdering, dan dia tampak terganggu. "Ah, maaf, sepertinya aku harus pergi. Tapi ini menyenangkan, Bram. Kita harus bertemu lagi dan ngobrol lebih banyak soal buku!"

Bram merasa lega setengah mati. "Tentu, kapan-kapan saja," katanya sambil tersenyum. Pria moderator forum itu juga tampak kehilangan minat begitu Rina pergi.

Setelah mereka pergi, Bram langsung mengambil napas panjang. Itu adalah salah satu momen paling menegangkan dalam hidupnya. Hampir saja dia ketahuan. Ia menyadari bahwa bermain-main dengan identitas ini semakin berbahaya, dan dia harus lebih berhati-hati di masa depan.

Ketika Bram pulang dan menceritakan semuanya kepada Sari, ia langsung tertawa kecil. "Yah, setidaknya sekarang kamu merasakan bagaimana rasanya jadi diriku," candanya. "Selalu waspada, takut-takut ketahuan sesuatu."

Bram tersenyum pahit. "Aku rasa, inilah balasan untuk semua rahasia yang pernah aku sembunyikan darimu."

Sari hanya tertawa. "Mungkin saja. Tapi jangan khawatir, aku ada di pihakmu sekarang."

Di tengah tawa mereka, Bram tahu bahwa meskipun rahasianya semakin sulit dijaga, ada satu hal yang membuatnya merasa lebih tenang—Sari, istrinya, sekarang adalah sekutunya dalam menghadapi dunia yang penuh misteri ini.

Penulis di Balik Pintu KamarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang