Bab 19: Akhir dari Penyamaran

22 9 0
                                    

Suasana di rumah Bram dan Sari setelah acara amal terasa tenang. Meskipun acara itu sukses, Bram masih merasa cemas karena kejadian-kejadian yang hampir mengungkap rahasianya. Sari, yang telah kembali ke rutinitas sehari-hari, tampak tidak terlalu memikirkan kejadian tersebut, tetapi Bram tetap waspada.

Hari itu, Bram duduk di ruang kerja sambil memeriksa beberapa catatan dan draft buku. Saat itulah dia mendengar ketukan di pintu. Ketika dia membuka pintu, dia melihat teman-teman Sari—Rina dan beberapa anggota klub buku—berdiri di depan.

"Selamat pagi, Bram!" sapa Rina ceria. "Kami datang untuk membahas buku terbaru Arga. Apakah kamu punya waktu?"

Bram tersenyum. "Tentu, ayo masuk. Aku baru saja menyelesaikan beberapa pekerjaan."

Ketika mereka duduk di ruang tamu, percakapan seputar buku Arga dimulai. Namun, Bram merasa semakin tegang karena salah satu dari mereka—teman Sari yang sering terlibat dalam diskusi online tentang Arga—tampaknya mengamati sesuatu yang aneh.

"Sebenarnya, kami datang karena ada satu hal yang ingin kami tanyakan," ujar teman Sari, Dewa. "Kami baru-baru ini mendengar sesuatu yang menarik di forum. Ada yang mengklaim melihat Bram di acara amal dan merasa ada sesuatu yang tidak sesuai dengan 'Arga' yang kami lihat di sana."

Bram merasakan jantungnya berdegup kencang. "Oh? Apa yang mereka katakan?"

Dewa melanjutkan, "Mereka merasa bahwa ada kemiripan antara Bram dan 'Arga', dan beberapa detail dari penampilan 'Arga' juga terlihat aneh. Aku rasa mereka mulai mencurigai sesuatu."

Bram berusaha tenang, meskipun dia merasa ketegangan mulai menguasai dirinya. "Aku rasa mungkin itu hanya kebetulan. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan."

Namun, Rina menatap Bram dengan tatapan penasaran. "Kami sebenarnya tidak tahu apa yang harus dipikirkan. Kami hanya ingin memastikan bahwa tidak ada yang salah."

Bram tahu dia harus segera mengambil tindakan. Jika dibiarkan lebih lama, rahasianya bisa terbongkar. Dia memutuskan untuk mengambil langkah yang agak ekstrem. "Baiklah, aku rasa ini mungkin saat yang tepat untuk berbicara lebih terbuka," katanya. "Sebenarnya, ada sesuatu yang ingin aku sampaikan."

Rina dan Dewa saling bertukar pandang dengan penasaran. "Apa maksudmu?" tanya Rina.

Bram menghela napas dalam-dalam. "Sebenarnya, aku adalah Arga."

Suasana di ruang tamu seketika berubah menjadi hening. Rina dan Dewa menatap Bram dengan mata terbuka lebar, seolah-olah tidak percaya dengan apa yang baru saja mereka dengar. "Apa? Maksudmu, kamu benar-benar Arga?" tanya Dewa, masih mencoba mencerna informasi tersebut.

Bram mengangguk. "Ya, aku memang Arga. Selama ini, aku menyembunyikan identitasku karena aku ingin menjaga kehidupan pribadiku dan tidak ingin mengganggu kehidupan sehari-hariku."

Rina dan Dewa masih tampak terkejut. "Tapi, kenapa kamu tidak memberitahu kami?" tanya Rina dengan nada agak terluka. "Kami selalu ingin mendukung dan menghargai karya Arga."

Bram merasa bersalah. "Aku minta maaf jika ini mengecewakan kalian. Aku tidak berniat untuk menipu atau menyembunyikan kebenaran. Aku hanya ingin menjaga jarak agar bisa menikmati hidup dengan tenang."

Rina dan Dewa saling memandang, lalu Dewa akhirnya berbicara. "Aku mengerti. Mungkin kami terlalu penasaran dan terlalu fokus pada detail-detail kecil. Tapi, aku pikir kami perlu memberitahu yang lain tentang ini."

Sementara mereka membahas bagaimana mengatasi situasi tersebut, Sari muncul dari dapur dengan secangkir kopi. "Ada apa? Aku mendengar pembicaraan yang cukup serius," tanyanya.

Rina dan Dewa menjelaskan kepada Sari tentang pengakuan Bram dan bagaimana mereka merasa terkejut. Sari mendengarkan dengan tenang dan kemudian beralih kepada Bram. "Aku sudah mendengar semuanya. Mungkin sekarang adalah saat yang tepat untuk mengatasi ini bersama. Kamu tidak sendirian dalam hal ini."

Bram merasa lega bahwa Sari memahami situasi tersebut. "Terima kasih, Sayang. Aku tahu ini bukan hal yang mudah, tapi aku ingin kalian tahu betapa berartinya dukungan kalian."

Rina dan Dewa akhirnya menerima penjelasan Bram dan merasa lebih memahami mengapa dia memilih untuk menyembunyikan identitasnya. "Kami menghargai kejujuranmu, Bram," kata Rina. "Kami hanya ingin yang terbaik untukmu dan karya-karyamu."

Dengan perasaan lega dan rasa terima kasih, Bram mulai memikirkan langkah selanjutnya. Dia tahu bahwa rahasianya akhirnya terungkap, tetapi dia juga merasa bahwa kejujuran ini bisa membawa hubungan yang lebih baik dengan orang-orang di sekelilingnya.

Setelah pertemuan itu, Bram dan Sari duduk bersama untuk berbicara tentang masa depan. Mereka memutuskan untuk membuat rencana untuk menghadapi reaksi penggemar dan bagaimana mengelola eksposur publik dengan lebih baik. Bram tahu bahwa meskipun penyamaran telah berakhir, dia masih memiliki dukungan dan cinta dari Sari serta teman-temannya untuk membantu menghadapi tantangan yang akan datang.

Dalam waktu singkat, berita tentang identitas Bram sebagai Arga mulai tersebar. Namun, reaksi dari penggemar lebih positif daripada yang dia bayangkan. Banyak yang merasa senang bisa mengetahui identitas sebenarnya dari penulis favorit mereka dan memberi dukungan lebih besar untuk karya-karyanya.

Bram dan Sari menyadari bahwa meskipun mereka menghadapi tantangan baru, mereka juga memiliki kesempatan untuk membangun hubungan yang lebih baik dengan orang-orang di sekitar mereka. Dengan dukungan dari teman-teman mereka dan cinta yang kuat di antara mereka, mereka siap menghadapi masa depan bersama.

Penulis di Balik Pintu KamarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang