gula aren

5 2 3
                                    

Halo guys !!!
Kenalin aku author baru, kalo ada yang harus di revisi, komen aja yaa 😁
Semoga kalian suka sama ceritanya, Aammmiin.
Bantu support yaa, di share di vote di komen
jugaa, tengkyuu.

Enjoy the story gaess🙃

__________________________


***

Angin sepoi berhembus dari belahan rimba yang lebih rimbun, sore memerah di pesawahan hijau dengan padi yang masih muda, gemericik saluran air, penghubung antara bidang sawah satu ke bidang yang lain, suara kodok dan serangga malam membuat suasana sore itu semakin hangat. Bebek, itik, ayam, dan beberapa gerombolan burung pipit beranjak pulang ke sarang mereka masing-masing, beberapa petani terlihat sedang membersihkan diri di aliran sungai kecil pekarangan sawah, beberapa ada yang baru pulang dari kebun menuju dangau mereka membawa sayur dan buah hasil petikan di kebun siang tadi, di tengah kehangatan suasana sore itu, tampak dua orang anak kecil yang sedang menunggu kepulangan ayah mereka, duduk termenung, bergunjing, sekali-sekali mereka menunjuk ke arah langit menghitung keluang yang lalu-lalang melintasi mega merah yang perlahan menghilang.

"Mbak hitung yang dari sana ke sini, ade hitung yang dari sini ke sana ya, yang paling banyak hitungannya, boleh minum air lahang lebih dulu" ujar gadis kecil dengan rambut setengah bahu yang di kuncir dua itu.

"Oke, tapi ade ngga mau kalo cuman minum air lahang doang. Maunya, nanti yang menang boleh ambil dua telor bebek pas makan malem, hehe." Sambil mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya anak kecil dengan kaos Superman itu terlihat begitu bersemangat, ia menyeringai ke arah kakaknya seolah ia bisa melihat masa depan.

"Oke, siapa takut!?"

Mereka mulai menghitung bagian masing-masing, Si adik sekali-sekali berdiri, melompat menunjuk keluang yang ia hitung, selang beberapa menit setelahnya.

"Sembilan belas, sepuluh belas. yey ade menang!?" Anak kecil itu melompat jingkrak-jingkrak kegirangan, si kakak hanya bisa tersenyum menahan tawa melihat tingkah laku adiknya tersebut.

Tak lama setelah itu, sosok yang mereka tunggu-tunggu akhirnya tiba, seorang pria paruh baya itu muncul dari belukar seberang sawah, membawa dua lodong besar air nira, tampak sumringah di balik lelah yang ia hiraukan, perawakan yang sedikit lebih muda di banding kebanyakan pria berkepala sembilan pada umumnya, rambut lurus sedikit beruban membuatnya tampak begitu gagah di hadapan anak-anaknya, pria itu kemudian menghampiri kedua anak kecil yang tampak begitu senang menyambut kedatangan nya.

"Bapaaaak, peluuukk" teriak si adik sembari berlari ke arah pria itu.

"Udah mau malem, ko masih di luar?"

"Kan nungguin bapak, ade sama mbak Nur mau minum air lahang, hehe"

"Owalaah, yasudah sebentar yaa, bapak bersih-bersih dulu. Nanti ade sama mbak minta air lahang nya sama emak yaa, oke" setelah mengecup kening kedua anaknya, si bapak menyenderkan kedua lodong air nira itu di gubuk kecil depan dangau, kemudian berlalu menuju sumur di pekarangan sawah.

"Emaaaak, mau minum air lahangggg" teriak si adik.

Sejurus setelah itu, wanita paruh baya turun dari dangau tua beratapkan seng hitam penuh karat, berlari kecil menuruni anak tangga, membawa saringan dan centong kayu, mengenakan daster lusuh khas ibu-ibu desa, ia tampak sedikit tergesa-gesa.

"Sabar yaa sayang, emak bersihin dulu, Elyas sama Nur naik ke atas yaa, mbak Herma sama mbak Shinta udah nyiapin makan malem, nanti habis makan baru minum air lahang, oke" bujuk perempuan itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 28 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SEHANGAT DO'A EMAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang