- 19

1.3K 254 175
                                    

"Bagaimana dia bisa ada di Rimbara?" Ying berkacak pinggang sembari memerhatikan tubuh Gempa yang terbaring di ranjang dengan strap di anggota geraknya.

"Dia mencari Solar sebegitu nafsunya." Yaya menyahut. "Astaga. Bahaya."

"Kamu ..." Gopal menganalisis aku dari ujung ke ujung. Dia seperti detektif yang berusaha menemukan kecurangan dalam diriku. Seolah tak ingin percaya, aku membawa pulang Gempa dan Rimba, Gopal tak berhenti mencari tahu dimana aku mengakalinya.

Kemudian, Gopal menghela napas berat. Kedua bahunya merosot, dan ekspresinya lesu. Gopal meletakkan jemarinya di pinggiran ranjang milik Rimba, ranjang dimana Rimba terbujur kaku dengan napas konstan dan tanda-tanda vital normal. Tekanan darahnya sempat naik, dan saturasinya turun. Pendarahan menjadikannya hampir mati jika saja aku tak segera menghubungi Kaizo melalui sinyal darurat dari kalung metal di leherku.

Tapi untungnya Rimba selamat. Kalau Rimba tidak selamat, aku juga tidak selamat. Aku tidak menusuk ke bagian tubuh yang rawan menyebabkan kematian. Aku menghunuskan pedangnya melalui celah intercostal bagian kanan, supaya tidak ada fraktur tulang rusuk. Aku tak menyentuh jantungnya, aku hanya mengacaukan lalu lintas peredaran darahnya.

"Boboiboy itu bikin pusing." Gopal mengelus kepalanya. "Dari SD sampai sekarang."

"Yang penting mereka sudah ketemu." Yaya berusaha berpositif ria. Kalau aku jadi Yaya, aku malah akan mengompori Gopal supaya Gopal semakin ingin menendang bokongnya Rimba dan Gempa, mengajari mereka caranya tidak merepotkan orang.

"Bagaimana dengan Halilintar?" Aku menyandarkan tubuh di tembok. Aku letih, namun aku tak sempat beristirahat, karena keadaan Rimba yang semulanya kritis juga bisa mengancam nyawaku—jadinya aku menunggunya tanpa bisa bernapas lega sebelum rekam mediknya dirilis dan unit kesehatan TAPOPS. Untungnya Rimba terselamatkan. Kalau enggak, waduh.

Lelah-lelah begini, aku masih mendoakan agar keburukan terjadi pada regu para penjahat. Semoga mereka disetrum Halilintar habis-habisan. Waktu memang berlalu. Jugglenaut tak lagi lemah. Dia berkembang. Tapi Halilintar pun bertambah kuat dari sejak dia masihlah bocah kencur SMP yang mendatangi Jugglenaut di Planet Circus bertahun-tahun silam. Anggapan bahwa Jugglenaut bisa mengungguli Halilintar betul-betul kecil. Itu presumsi, tapi landasan logikanya kuat.

Kuharap mereka mengalami kejadian lucu. Entah apapun itu. Andaikata Halilintar bertransformasi menjadi Voltra di tengah-tengah pertempuran, pasti akan asik ditonton. Entah mau jadi apa Kapten Separo nantinya.

"Halilintar tidak ketemu." Jawab Yaya.

Ying mendudukkan tubuhnya di kursi yang ada, di samping ranjangnya Gempa. Dia juga capek. Ying dan regu Kokotiamnya mencari Gempa kemana-mana di setiap sudut Quabaq. Mereka tak kenal lelah. Mereka bermalam sampai hampir seminggu, yang pada setiap malamnya, mereka tentu disulitkan oleh keberadaan Kang Kong liar berbulu anggora.

"Dinasti Santriantar setuju untuk membantu. Tapi tak satu pun ada jejak dari Halilintar," Kata Fang. Dia baru saja datang untuk mengonfirmasikan keadaan kesehatan Rimba pada petinggi-petinggi TAPOPS. Bagus. Fang ada di sini, dan dia tidak mengabarkan soal hukumanku atas dasar pencederaan fisik pada Rimba. Artinya, aku aman. Kepalaku akan tetap tersambung di leher.

"Menurutu apa yang ada di otak Si Adada?" Gopal angkat bicara.

Fang nampak berpikir, kemudian dia berkata, "Semua Boboiboy bertingkah menirukan pemilik asal power spheranya. Halilintar bermuara pada Santriantar. Santriantar bukan manusia problematik seperti Kir'ana. Santriantar hanya pemimpin beretos kerja tinggi yang mengabdikan diri pada Gur'latan. Sebaiknya Halilintar pun bersikap demikian. Kecuali kalau dia malah mengkopi-paste Kir'ana. Kacau, nih."

Boboiboy x Reader | The VillainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang