22. Katakan & Dengarkan

876 154 113
                                    

Rutinitas sibuk membuatku nggak sempat berlama-lama meromantisasi perhatian Bang Sabda setelah sesi deeptalk yang nggak disengaja berhari-hari lalu.

Pasca kejadian sore indah di Indomaret itu, dia jadi cukup sering mengantar jemputku lagi, sebisa mungkin menemani dan membantuku mengerjakan tugas kuliah, beberapa kali membawakan masakan Tante Ratih, dan yang terakhir agak menyebalkan sebenarnya. Bang Sabda memaksaku sering-sering video call dengan Papa Mamaku, dan dia akan selalu ada di sebelahku meski hanya diam saja.

Kalau semua tindakan Bang Sabda untukku adalah caranya mengungkapkan sayang, aku nggak percaya. Aku butuh dia menjelaskan dengan kata-kata, setegas semua tindakannya selama ini.

"Sayang, makasih ya udah bantu event siang ini. Lo selalu jadi favorit Gue." Orang lain bisa salah paham kalau nggak tahu siapa Kak Rizal dan kebiasaannya. Program Director radio Hits.fm ini memang selalu memanggil semua teman atau rekan kerja perempuannya dengan panggilan 'sayang'. Laki-laki itu mengklaim sebagai sosok penyayang dan ramah, karenanya kalimat yang keluar dari mulutnya begitu manis dan nada bicaranya selalu lembut.

Saat ini aku ada jadwal manggung di ITC Depok, dalam satu acara yang disponsori Hits.fm. Kak Rizal sebagai penanggung jawab, sering berhubungan langsung denganku selama kontrak kerjasama kali ini, itu semua karena Bang Sabda terdoktrin opini Mas Jevan dkk. Gerombolan laki-laki itu menganggap Kak Rizal aneh dan berbahaya setelah Mas Jevan merasa ternodai, diamati terang-terangan oleh Kak Rizal saat kencing di toilet Hits.fm. Kejadian traumatis itu sudah cukup lama, tepatnya saat aku tampil langsung untuk promo single keenamku.

Dari situ, aku nggak pernah menerima kerjaan yang berhubungan dengan Hits.fm, sampai akhirnya hari ini aku dapat tawaran manggung lagi, itupun karena Kak Rizal menghubungiku langsung. "Kak, makasih ya. Jangan sungkan-sungkan ya Kak kalau ada event dan butuh bantuan lagi. Kalau jadwalku free, pasti aku usahain."

Kak Rizal menepuk pundakku, lalu mendekat ke telingaku untuk berbisik. Aku mencoba nggak berpikir macam-macam, sekitar lagi rame kalau nggak bisik-bisik aku nggak bakalan denger, yakinku dalam hati.

"Salam buat Sabda ya, udah lama Gue nggak lihat dia nongkrong di The Pallas."

"Oh iya Kak, nanti aku sampein ya. Ini nggak tahu tadi Bang Sabda langsung buru-buru mindahin alat sama barang ke mobil sama anak-anak yang lain. Kita mau geser langsung soalnya."

"Oke Sayang, ati-ati ya baliknya. Makasih sekali lagi." Kak Rizal mengajakku cipika cipiki yang nggak bisa kuhandari.

"Iya kak." Aku meringis menahan risih, tindakan cipika cipiki tadi agak berlebihan. Bukan cuma pipi menempel pipi, aku merasakan bibir kering Kak Rizal sedikit menyentuh pipiku. 

Besok harus berani ngehindar, dorong aja bila perlu Ta.

Duh, goblok. Nyesel deh aku.

Saat berjalan ke parkiran, di mana Bang Sabda menunggu dengan teman-teman lain, aku terus merutuki kebodohanku sendiri. Kugosok pipiku berulang kali, merasa gagal menjaga batas dan jarak sampai membiarkan pipiku dicium lawan jenis. Kejadiannya begitu cepat, aku nggak sempat menghindar.

Begitu sampai di depan mobil Bang Sabda, aku melihatnya sedang tertawa-tawa dengan anak-anak lain. Membuat kekesalanku punya pelampiasan. "BANG SAB, PROFESSIONAL DONG. MANA ETIKA KERJANYA? Kamu itu manajerku atau bukan sih? bisa-bisanya ninggalin aku sendiri buat ngadepin Kak Rizal."

"KALIAN JUGA, nggak usah pengecut deh ngatain orang lain bencong. Padahal kalian juga cuma bisa kabur dan ngumpet di parkiran. Nggak cowok banget! PROFESSIONAL DONG!" Semprotku ke Mas Jevan, Mas Ilham, Mas Bumi, dan Rifki.

SABDA TITAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang