01 ー Pertemuan Kita

21 3 1
                                    

Seseorang melintasi jalanan sendirian sambil membawa buket mawar merah yang wangi serta harum yang dapat membuat semua orang terpikat. Seseorang yang memakai kemeja abu-abu dengan jaket populernya yang berwarna coklat itu sedang kebingungan melihat bagaimana banyaknya makam yang ada di sana. Sangat bervariasi, ada yang menggunakan keramik putih yang menambah kesan mewah, ada juga yang hanya menggunakan kayu sebagai penyangga tanah. Walaupun begitu, lingkungannya masih bisa dibilang cukup bersih dan sehat.

Seorang tua itu mencari makam yang petinya sudah dikubur 25 tahun lalu. Violetta Irenna Adeline, seseorang yang telah membuat hidup seorang lelaki tua itu berwarna dan bermakna. Irenna adalah seorang perempuan yang mati muda sebab kecelakaan. 25 tahun lalu, Irenna memiliki seorang kekasih yang ia tidak sebutkan. Seseorang itu ialah orang yang hari ini sedang mengunjungi makamnya. Lelaki tua itu menemukan makam Irenna di barisan ke-12 makam ke-10. Dengan hanya melihat makam kekasihnya, seorang tua itu menangis.

Namanya Daniel, Kornelius Daniel Ellazar, seseorang yang sangat beruntung dapat dicintai oleh seorang Irenna walaupun secara diam-diam. Air mata demi air mata membasahi pipi Daniel, membuat Daniel merasa ingin bertemu dengan Irenna kembali. "Ren, jikalau kita diberi kesempatan kedua untuk hidup, apakah kamu masih akan mencintaiku?" Tanyanya dengan berat hati. Kemudian, angin berhembus sebanyak tiga kali. Daniel mengerti apa maksudnya. Daniel menganggukkan kepalanya dengan senyum tipis.

Ia berlutut. Dengan tangan yang bergetar akibat tangisnya, ia meletakkan bunga mawar merah itu untuk terakhir kalinya. Sebelum ia meninggalkan tempatnya itu, ia sempat berdoa untuk mendoakan kekasihnya yang sudah lama meninggal. Tidak ada peziarah lain yang mengunjungi tempat pemakaman itu selain dirinya membuat tempat itu sunyi. Itu terjadi karena pemakamannya ini dapat telah ditinggalkan dua puluh tahun lalu membuat tanaman liar merambat dimana-mana. 

Tempat itu sangat indah dan sangat segar, dapat membuat mata siapa pun terpikat. Daniel berdiri dan meninggalkan tempat itu dengan berjalan lambat. Sesampainya ia di rumah, ia menemukan cucu semata wayangnya berlari menuju dia. Dengan senyum, cucunya menyapa. "Kakek, nanti kakek main sama Livya ya!" Ucapnya dengan menunjukkan gigi kelincinya. Daniel mengangguk, ia menerima ajakan bermain cucu pertamanya. Livya mengambil kotak mainan yang sudah disusun rapi di dekat TV. Livya dan kakeknya mulai bermain.

Livya mengamati kakeknya dengan seksama. "Kakek habis nangis?" Tanya Livya tiba-tiba. Daniel terkejut mendengar pertanyaan cucunya. Ia berusaha untuk menutupi tangisannya itu. "Tadi kakek melihat suatu tempat yang bagus banget. Sampai mata kakek berair," bohongnya. Untungnya, Livya masih kecil dan belum mengerti apa-apa. Livya hanya mengangguk dan menerima jawaban itu. Dalam kesunyian mereka lanjut bermain.

Tok Tok Tok..

Seseorang mengetuk pintu depan dan membukanya lalu masuk ke dalam. Rupanya, dia adalah putri semata wayang Daniel, Violetta Irana Ellazar. Nama Irana ia ambil dari pelesetan nama kekasihnya yang terdahulu, Irenna. "Aku pulang," ucap Irana sambil membawa banyak buah-buahan serta sayuran ke dapur dekat ruang keluarga. Sambil menaruh buah-buahan dan sayuran itu Irana bertanya, "Ayah tadi mengunjungi makan ibu ya?". Sentak Daniel terkejut, bisa-bisanya anaknya menebak.

Sebutan ibu hanya Irana berikan pada dua orang, Bunda Maria dan Irenna. Selain mereka berdua, tidak ada yang dapat membuat Irana memberi gelar ibu. Walaupun Irenna bukanlah ibu kandung Irana, ia tahu kalau Irenna lah yang patut ia panggil ibu. Kembali dengan Daniel, ia tersenyum tipis kepada anaknya itu. "Kok tahu sih?" Tanya Daniel dengan nada lelucon. Irana tertawa tipis mendengar jawaban ayahnya. "Kelihatan dari raut wajah ayah, seperti habis nangis. Selama ini, sesuatu yang dapat membuat Ayah menangis hanya ibu," jawabnya.

Daniel kembali tersenyum melihat anaknya yang sudah mengerti apa itu cinta bagi Daniel. Bagi Daniel, cinta adalah satu-satunya hal yang dapat membuat kita menangis. Jika kita tidak dapat merelakan sesuatu itu pergi, sudah dipastikan itu adalah bentuk dari cinta. "Livya, bagaimana kalau kamu lanjut bermainnya bersama ayah saja?" Tanya Irana pada anaknya. Livya mengangguk dan membawa seluruh mainannya ke lantai dua tempat ayahnya berada. Sekarang di ruang tamu hanya ada Daniel dan anaknya, Irana.

I Will Reject You, Maybe? (Season II)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang