BAB 1

3 0 0
                                    

BAB 1, BAGIAN 1, HALAMAN 1





"Lik, gausah latihan lah ya? Selasa depan aja lah males bet sekarang mah" Wulan berucap santai seakan akan 'bolos latihan' itu bukanlah suatu kesalahan.

"Lu mau dimarahin Pak Lili, nyet?" Gadis yang diajak bicara oleh Wulan menjawab dengan nada nyolot, melarang rencana rancangan kegiatan 'bolos latihan' yang merupakan ide Wulan itu.

"Bae atulah sekali sekali mah bolos aja, sering teing latihan yeuh " Rayu Wulan agar teman latihannya itu mengiyakan ajakan sesatnya itu.

"Sok dijajanan pempek ku urang " Kini ia menambahkan penawaran yang sangat menggiurkan bagi pecinta mati pempek yang sedang duduk di sampingnya itu.

"Tah kitu, gaskan"

Pada dasarnya remaja memang masih memiliki pemikiran labil. Jangan, jangan salahkan para remaja yang memiliki pemikiran labil itu karena ini merupakan siklus hidup.

Mana ada manusia yang baru saja lahir langsung memiliki kemampuan berpikir setara para filsafat filsafat jenius diluar sana? Ada, tapi bohong haha.

Remaja itu masih menjalani seperempatnya bagian dari kehidupan, mereka belum memiliki pengalaman hidup yang sangat dalam. Wajar jika mereka memiliki pemikiran yang labil toh pengalaman hidup saja masih secuil, ingin berharap apa?

Tapi sebenarnya masa remaja adalah masa disaat kita harus mencari jati diri. Bukan, bukan melakukan tawuran antar geng atau mabuk mabukan dengan embel embel 'mencari jati diri' apa apaan itu bilang saja ingin menjadi salah satu narapidana luar penjara.

Yang dimaksud mencari jati diri itu adalah disaat kita bersikap kepada orang lain menurut pengaruh lingkungan dan didikan. Namun faktor itu pun tidak akan membantu jika pola pikir kita sendiri itu tidak beres, sia sia jika kamu berteman dengan ketua Osis ataupun organisasi yang green flag tetapi pola pikir mu masih seperti pola pikir anak komunitas pembawa rusuh.

Tetapi akan sangat jenius jika kamu bergaul dengan anak komunitas pembawa rusuh namun pemikiran mu sudah seperti Bapak Mohammad Hatta, sangat jenius. Memang kalimat "Pemilik minyak wangi tidak akan merugikan kita, kita bisa membeli minyak wanginya ataupun jika kita tidak membelinya minimal kita akan terbagi dengan wanginya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika kita tidak mendapatkan badan yg hangus terbakar ataupun baju terbakar, minimal kita akan mendapat baunya yang tidak enak."

Tetapi bukankah tidak semua pemilik minyak wangi tidak secara cuma cuma menyemprotkan minyak wanginya? Bukankah tidak semua tukang pandai besi membiarkan orang yang mendekatinya hangus terbakar?

Jika saja kita berteman dengan orang pintar, tidak selalu dari mereka ada yang secara rela memberikan ilmu yang mereka miliki kepada kita.

Jika saja kita berteman dengan orang bejagulan, tidak selalu dari mereka akan membiarkan orang yang dekat dengan mereka agar melakukan hal yang sama dengannya.

Namun itu semua kembali bergantung pada pola pikir kita sendiri, jika kita memiliki teman orang pintar seperti itu ada baiknya kita berpikir "Aku harus berusaha belajar dan mencari tahu sendiri." Jika kita memiliki teman bejagulan ada baiknya kita berpikir "Aku berteman dengannya tidak harus mengikuti sikapnya."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 14, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

54HQ+6HH, 11R, 09S, Y2024Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang