Ika
Hari ini adalah hari sabtu dimana sama sekali tidak ada aktifitas perkuliahan, sehingga aku, nia dan aliyah hanya beraktifitas di rumah. Aku dan nia memasak untuk makan siang pada hari ini. “Ika, nih obat yang kamu maksud” ucap nia memberikan satu sachet obat perangsang dosis tinggi kepadaku. Obat perangsang tersebut kami rencanakan untuk menjadi pemicu awal mula proses penjebakan aliyah yang akan kami eksekusi pada hari ini. Akhirnya masakan kami telah siap untuk disantap, “Aliyah..aliyah..makanan sudah siap, mari makan!” teriak nia memanggil aliyah.“Iyaa sebentar mbak!” sahut aliyah dari dalam kamarnya. Saat aku sedang membagikan porsi makanan, tepat di piring yang akan aliyah gunakan aku taburkan obat perangsang dosis tinggi yang nia berikan padaku tadi, lalu aku aduk dengan makanan tersebut agar tak menimbulkan rasa curiga pada diri aliyah. Kami menghabiskan makan siang seraya membicarakan banyak hal, setelah aliyah menyelesaikan makanannya ia terlihat tergesa-gesa mencuci piringnya dan bergegas ke kamarnya “Makasih makan siangnya mbak” ucapnya singkat.
Aliyah
Hari ini akhirnya kami bertiga dapat berkumpul bersama dan makan siang bersama, sudah lama kami tak berbicara banyak hal dan berbagi pendapat di meja makan ini. Makanan yang dibuat oleh mbak ika dan mbak nia memang tiada duanya, mereka sungguh ahli dalam soal masak memasak. Namun ada sedikit perbedaan pada makanan yang kali ini mereka buat, setelah aku menyelesaikan makananku, aku merasakan gejolak hasrat menggebu dalam diriku ditandai dengan meningkatnya suhu tubuh dan terasa gatal disekitar vaginaku, aku tak tau bagaimana hal ini bisa terjadi, yang jelas hal ini harus lekas aku salurkan agar tidak menimbulkan migraine pada kepalaku. Aku lekas pamit untuk kembali ke kamarku kepada mbak ika dan nia untuk segera menuntaskan hasrat yang menggebu ini.
Kuambil posisi yang sama seperti biasa, dimana kuturunkan cd putihku dan kunaikkan gamis bawahan berwarna merah marunku sebatas paha lalu kuselempangkan jilbab biru tuaku ke bahu, aku lekas berbaring terlentang dengan kedua kaki mengangkang lebar, aku benar-benar sudah tidak tahan, sehingga jari-jariku sedikit kasar menggesek bibir vaginaku, aku tak peduli jika aku akan tertangkap basah oleh mbak ika yang penting sekarang adalah aku harus menyemburkan cairan vaginaku dengan segera, tangan kiriku asyik memainkan bibir vaginaku dan tangan kananku asyik meremas kedua payudaraku bergantian, “Akhh sshh akkhh” desahku tanpa malu.
Sesaat ketika aku hampir meraih puncak kenikmatan, “Kreaak” suara pintu kamarku terbuka, ternyata mbak ika memergoki perbuatan zinaku ini, betapa malunya aku, ia yang menyadari aku yang sangat ketakutan lekas menutup pintu kamarku dan mendekatiku, aku lekas bangkit dan merapikan pakaianku, “Mbak aliyah lagi ngapain?” Tanya mbak ika yang masih terlihat kaget. “Enngg iii ini mbak…” aku benar-benar tak sanggup untuk menjawab pertanyaannya. “Ssstt…sudah jangan gugup, saya paham kok apa yang mbak aliyah perbuat, ini ndak salah kok, ini alamiah” ucapnya yang mencoba untuk menenangkanku. Mbak ika menggenggam tanganku seraya berkata “Sudah berapa sering mbak aliyah begini?” tanyanya. “Eeenngg beberapa kali mbak..hiks” ucapku yang tak mampu menahan tangis. “Ssstt sudah sudah, jangan nangis, jangan sesali, jika itu dapat memenuhi kebutuhan mbak ndak apa-apa asalkan kehormatan dijaga, saya sering juga kok” jelasnya, mendengar kata-kata mbak ika yang “saya sering juga kok” seketika rasa malu dan takutku memudar.
“Sering mbak?” aku memberanikan diri bertanya. “Iya mbak, saya sering kok, asalkan terjaga itunya” jelas mbak ika. Mbak ika lalu mengelus tanganku lalu bahuku dengan maksud untuk menenangkanku. Namun elusan tangan mbak ika mulai berubah menjadi pijatan lembut, dari bahu dan mulai turun ke payudaraku. “Punya mbak aliyah besar juga ya..” ucap mbak ika singkat. “Enngg mbak ika ngapain mbak..sshh” tanyaku seraya menikmati pijatan lembut mbak ika pada payudaraku.