Boby
“Auuhhh uhhh sshh terusss” desah wanita yang tak lain adalah bu ecy. “Lebih dalem bob..ahhh sshh” desahnya memenuhi ruang kamarnya ini. “Citt..ciit…ciitt” suara deritan ranjang milik beliau juga menemani permainan panas kami. Kontolku yang sudah sekitar 10 menitan menggempur memek bu ecy, terasa sedikit lagi akan menyemburkan bibit unggulnya. “Aahh buu saya mau sampaihh” desahku menikmati himpitan dinding memek bu ecy yang terasa semakin menyempit dan hal itu menandakan bahwa beliau juga segera menggapai puncak kenikmatannya.“Aahh bareng-bareng bob..sshh” desahnya seraya meremasi bahuku, “Crot…crot..croot” ada sekitar 3 semburan hangat pejuku memenuhi liang memek bu ecy, “Aggghh iyaahh..uhh sayaahh” desah bu ecy menerima semburan pejuku yang lalu diikuti dengan semburan cairan cintanya yang begitu deras dari titik terdalam memeknya, setelah tadi ia sudah orgasme sekali namun semburan kedua ini cukup banyak hingga keluar dari liang memeknya yang masih disumbat oleh kontolku. Aku yang keletihan lekas merubuhkan tubuhku keatas tubuh bu ecy, kami sama-sama mengatur nafas kami dan sesekali bercumbu, saat kurasakan bahwa kontolku sudah melemas, kugeser tubuhku untuk terlentang disampingnya. “Ahh nikmat banget bu..uh” ucapku seraya mengatur nafas.
“Iyyaahh bob..ibu puas banget sama permainan kamu” ucap bu ecy memuji permainanku pada malam ini. “Bu, kalau sekiranya nanti saya sudah menikah, apakah ibu masih mau dipuaskan sama saya?” tanyaku mencairkan suasana. “Ya pasti ibu nyari kamu dong, ibu butuh kamu, pak kepsek gak bisa diharapkan, ibu gak peduli apapun status kamu sayang..” ucap bu ecy seraya mengurut kontolku yang masih lembab karena cairan cinta kami. Permainan kami malam itu membuat aku dan bu ecy benar-benar keletihan sampai akhirnya aku harus menginap di rumah beliau.
Keesokan paginya…
Aku terbangun diatas ranjang bu ecy, kulihat beliau masih meringkuk di dalam selimutnya, yang pastinya masih dalam keadaan bugil sama dengan diriku, aku berusaha membangunkannya namun tak ada respon apa-apa, “Mungkin beliau kelelahan” pikirku. Akupun lekas memakai kembali pakaianku, saat aku hendak keluar dari kamar beliau, terlihat beliau sedikit mengangkat kepalanya dan berkata “Makasih ya, hati-hati di jalan sayang”. “Ya bu” jawabku seraya meninggalkannya.
Dalam perjalanan menuju ke kampus, aku kembali teringat pergumulanku dengan bu rida dua hari lalu, dimana pada akhir permainan aku melakukan suatu hal yang cukup fatal, yaitu membuang benihku di dalam rahim bu rida, ia sempat panik saat itu, namun aku dapat menenangkannya dengan janji akan bertanggung jawab. Ya aku memang akan bertanggung jawab atas apa yang telah kuperbuat, saat aku masih dalam perjalanan, kunyalakan handphoneku dan menghubungi nomor telepon ayahku yang berada di desa.
“Assalamaualikum ayah apa kabar?” ucapku. “Wa’alaikumsalam nak, kabar baik, gimana kuliahmu?” tanya ayahku. “Lancar kok yah, yah boby mau memohon sesuatu” ucapku. “Memohon apa nak?” tanya ayahku bingung. “Memohon restu menikahi seorang gadis yah, boby sangat mencintainya” ucapku lantang. “Wah… Siapa nak? Wiwi?” tanya ayahku kaget, teman perempuanku yang ia kenal hanyalah wiwi maka wiwi lah yang ia sebut. “Bukan yah, tapi temen di kampus, rida namanya” ucapku. “Rida? Namanya bagus nak. Nanti coba ayah tanyakan ke ibu dulu” ucap ayahku seraya memutuskan panggilan. Aku semakin yakin untuk mengabarkan kabar gembira ini ke bu rida sesegera mungkin.
Setibanya di kampus…
Aku bergegas menuju ruang dosen, setibanya disana kudapati bu rida sedang sibuk dengan pekerjaannya yang menumpuk di meja. “Assalamualaikum…” ucapku menyapanya. “Wa’alaikumsalam.” Jawabnya cuek. “Ya Allah bu, judes amat..saya mau memberitahu sesuatu” ucapku. “Memberitahu apa? Cepet, saya banyak kerjaan” ucapnya judes. “Saya mau melamar ibu dalam waktu dekat” ucapku tegas. Seketika bu rida menghentikan aktifitas kerjanya dan menatapku dalam, “Kamu serius?” tanyanya. “Saya serius bu, saya sudah hubungi orang tua saya di desa” ucapku. “Baik, jika kamu serius, sila bawa orang tuamu ke rumah saya besok, ini saya berikan alamatnya” ucap bu rida seraya memberikan secarik kertas yang berisi alamat rumah orang tua beliau.