Chapter 31
Cahaya lembut matahari pagi menyinari kamar pengantin, Alice perlahan terbangun dari kenyataan hidup barunya. Tuan Richaud Mohn tidak ada lagi di sana. Kehangatan yang tadinya menempati tempat tidur disampingnya telah menghilang, meninggalkan kekosongan yang mencerminkan kompleksitas emosinya.
Nyonya Mohn berdiri di samping tempat tidur, menatap Alice dengan kritis, berkata sinis, "Selamat pagi, Alice. Nyenyak sekali tidurmu."
Alice, terkejut, hanya bisa mengangguk lemah "Nyonya."
Nyonya Mohn, memberi isyarat kepada para pelayan, menyatakan, "Biarkan para pelayan merawatmu. Ini sangat penting agar kamu mendapatkan perawatan yang layak."
Alice, merasa terintimidasi, protes, "Tidak perlu, saya bisa mengurus diri sendiri."
Nyonya Mohn, dengan acuh tak acuh, menjawab, "Omong kosong. Mereka akan mengurus semuanya."
Sementara itu, para pelayan menjalankan tugas mereka, Nyonya Mohn mengamati, "Kamu akan terbiasa, sayang. Kesopanan dan ketertutupan adalah kemewahan yang tidak bisa kamu miliki dalam posisimu."
Gerakan mereka penuh tujuan, dan Alice tidak bisa menghilangkan perasaan bahwa setiap tindakan dipenuhi dengan harapan yang tak terucapkan.
Alice, terjebak dalam ritual ini, dengan diam menahan pengamatan, menyadari batasan yang datang dengan status barunya di rumah tangga Mohn.
Nyonya Mohn, dengan tatapan tajam, memeriksa linen yang ternoda 'darah' dari malam pernikahan Alice. Para pelayan berdiri diam, kehadiran mereka menandakan formalitas pemeriksaan. Nyonya Mohn, setelah berpikir, mengungkapkan kepuasannya: "Sepertinya harapan kita akan segera terwujud." Suaranya kini dipenuhi formalitas yang menyembunyikan niat yang lebih dalam: "Dan Alice, sayang, perhatikan agar tidak terlalu lelah. Kami mengharapkan suara langkah anak kecil di mansion ini segera, dan kesejahteraanmu adalah yang utama."
Alice, menyadari arahan tersembunyi tersebut, ia hanya mengangguk lemah sebagai balasan sambil menelan ludahnya. Mereka tidak tahu bahwa Alice sudah mengandung anak, meskipun asal usulnya tetap menjadi rahasia yang dijaganya dengan ketat. Beratnya kebenaran tersembunyi ini semakin terasa saat dia menghadapi harapan yang rumit dalam perannya yang baru.
Saat para pelayan merawatnya, Alice tidak bisa berhenti memikirkan bayi yang tumbuh di dalam dirinya. Ketakutannya akan keselamatan bayi itu bercampur dengan ketidakpastian tentang keadaan dirinya sendiri. Dalam momen-momen hening itu, dia berharap jika anaknya lahir, penampilannya lebih mirip dengan dirinya daripada dengan Peter. Keluarga Mohn, yang dikelilingi oleh orang-orang berambut pirang, mungkin akan mengangkat alis melihat bayi dengan rambut coklat kehitaman, dan dia menggantungkan harapan tipis bahwa anaknya mungkin lebih mirip dengannya daripada dengan ayahnya yang sebenarnya, Peter Wode.
Ruangan yang dihiasi dengan perabotan bangsawan terasa seperti tempat perlindungan sekaligus sangkar emas. Dalam koreografi rumit harapan dan rahasia ini, Alice mempersiapkan diri untuk pertunjukan yang menantinya di babak baru hidupnya.
Nyonya Mohn memecahkan keheningan: "Alice, sayang, kamu bisa memilih sarapan di kamar atau di taman. Jangan di ruang makan."
Alice: "Terima kasih, nyonya. Apakah ada rutinitas pagi lainnya di sini?"
Nyonya Mohn: "Di pagi hari, Tuan Richaud dan saya sarapan bersama anak-anak kami, Edward dan Albert. Itu khusus untuk keluarga inti. Kamu dan Cateline bisa bergabung dengan kami di malam hari untuk makan malam."
Alice: "Mengerti, nyonya. Saya menghargai bimbingan Anda. Saya akan sarapan di taman."
Nyonya Mohn: "Setiap pagi setelah sarapan, kami para wanita berkumpul di kapel keluarga kami untuk berdoa. Saya berharap melihatmu di sana setiap hari."
KAMU SEDANG MEMBACA
Under a Dimmed Sun - Bahasa Indonesia [R15]
RomanceKisah ini menceritakan tentang cinta terlarang antara putri seorang pedagang dan pewaris tidak sah dari bangsawan wangsa Wode yang terhormat. Keduanya diam-diam sering bertemu. Namun, seiring dengan waktu, perasaan mereka satu sama lain berkembang...